Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gejolak di pasar keuangan global membuat arus dana asing keluar dari pasar surat utang dalam negeri. Alhasil, imbal hasil atau yield acuan surat utang negara (SUN) 10 tahun kembali naik sepanjang Oktober ini.
Berdasarkan data Bloomberg, yield SUN 10 tahun berada di 6,8% pada Senin (28/10). Sementara pada awal bulan ini berada di level 6,45%.
Fixed Income Analyst Pefindo, Ahmad Nasrudin menilai kenaikan yield SUN 10 tahun merupakan efek profit taking, khususnya investor asing. Sebab, yield turun tajam di September lantaran aliran masuk modal asing yang signifikan, mencapai Rp 18,28 triliun, melanjutkan arus masuk di bulan sebelumnya sebesar Rp 39,24 triliun.
Kondisi tersebut kemudian mendorong yield turun signifikan dan telah berada di bawah tingkat wajar, bahkan berada di 6,45% di akhir September 2024. "Sehingga, tidak mengherankan, asing kemudian taking profit dengan keluar dari pasar surat utang memanfaatkan sentimen negatif eksternal yang meningkat," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (28/10).
Baca Juga: Arus Dana Keluar di Pasar Saham dan Obligasi Menyeret Kurs Rupiah Sepekan Lalu
Berdasarkan data transaksi Bank Indonesia (BI) periode 21-24 Oktober 2024 tercatat arus keluar asing di pasar surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 4,53 triliun.
Meski kembali meningkat, Ahmad berpandangan, kenaikan selanjutnya akan cenderung terbatas. Sebab, yield sudah naik cukup tinggi dan berada pada di tingkat wajar. Menurutnya, yield wajar untuk saat ini adalah di sekitar 6,6%-6,9% mempertimbangkan BI rate saat ini dan pemangkasan satu kali suku bunga BI beberapa waktu lalu.
Untuk jangka pendek, pergerakan yield SUN masih akan volatile lantaran adanya adu tarik sentimen. Potensi penurunan yield terjadi seiring dengan pemangkasan suku bunga BI. Selain itu juga mempertimbangkan sentimen eksternal relatif terjaga.
Namun, juga berpotensi bergerak lebih tinggi dari rentang wajar jika sentimen eksternal memburuk lebih dari yang diekspektasikan. Sumber risikonya berasal dari sentimen geopolitik, terutama di Timur Tengah dan hasil pemilu di Amerika Serikat (AS).
Ahmad menilai, jika Donald Trump menang maka inflasi AS berpotensi lebih kaku untuk turun, mengingat kebijakan proteksionis Trump, yang akan menahan penurunan suku bunga The Fed lebih lanjut.
"Terakhir adalah ketidakpastian dalam pemangkasan suku bunga AS," kata Ahmad.
Meski begitu, saat ini Pefindo masih mempertahankan perkiraan yield SUN acuan 10 tahun dikisaran 6,6%-6,7% pada akhir tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News