Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Penurunan harga minyak diperkirakan akan membawa dampak positif terhadap kinerja PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA). Pasalnya, beban bahan bakar yang harus ditanggung emiten penerbangan ini cukup besar sehingga setiap penurunan harga minyak mengurangi biaya bhan bakar.
Mengutip Bloomberg, Selasa (26/1) pukul 14.30 WIB harga minyak WTI kontrak pengiriman tiga bulan di New York Mercantile Exchange turun 2,4% ke level US$ 29,6 per barel dari hari sebelumnya. Bahkan sepanjang tahun 2016 ini harga minyak telah merosot hingga 22%.
Thennesia Debora, Analis BNI Securitas mengatakan kontribusi bahan bakar terhadap total beban GIAA mencapai 30%-40% sehingga penurunan harga minyak sangat akan memberi dampak positif yang cukup signifikan bagi perseroan. "Ini salah satu faktor yang bisa menopang kinerja perseroan tahun ini," katanya pada KONTAN, Selasa (26/1).
Senada, Franky Rivan, analis PT Daewoo Securities Indonesia menilai penurunan harga minyak akan berdampak cukup signifikan bagi GIAA. Sebab harga avtur akan mengalami penurunan seiring dengan harga minyak tersebut. Dia melihat tahun ini akan menjadi tahun yang menarik bagi perseroan.
Menurutnya, pemangkasan harga avtur yang dilakukan Pertamina di Bandara Soekarno-Hatta sebesar 5% seiring dengan penurunan harga minyak mentah bisa memberikan penghematan yang cukup besar bagi GIAA. Pasalnya, 50%-60% armada pesawat perseroan dilayani di Bandara tersebut.
Franky memperkirakan, GIAA bisa melakukan penghematan dari beban bahan bakar sebesar US$ 20 juta hanya dari bandara Soekarno-Hatta setelah penurunan harga Avtur tersebut. Sepanjang Januari-September 2015, biaya bahan bakar berkontribusi 29% terhadap total beban Garuda Indonesia.
Begitu dengan Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, dia menilai penurunan harga minyak tersebut akan mendorong emiten penerbangan pelat merah ini bisa membukukan kinerja yang lebih positif tahun ini.
Kendati demikian, Hans dan Thennesia mengingatkan penurunan harga minyak juga bisa membawa dampak negatif secara tidak langsung bagi perseroan. Jika harga minyak terus merosot maka akan diikuti oleh harga komoditas lainnya sehingga bisa berdampak pada perlambatan ekonomi Indonesia. "Jika ekonomi melambat maka minat orang untuk bepergian akan turun," ujar Hans.
Namun Hans melihat dampak negatif tersebut tidaklah terlalu besar. Sementara ketiganya tantangan utama GIAA tahun ini ada pada nilai tukar. Jika nilai tukar bergejolak maka akan menekan kinerja perseroan karena sebagian besar pengeluarannya menggunakan dollar AS, sementara pendapatan perseroan lebih banyak dalam rupiah.
Franky mengatakan, hampir 70% pengeluaran GIAA menggunakan dollar AS dan penerimaan dalam rupiah mencapai sekitar 60%. Sehingga ketika nilai tukar bergejolak akan berdampak negatif pada kinerja perseroan.
"Sebetulnya tidak masalah masih menguat karena mereka bisa mengatasi itu dengan menaikkan harga tiket. Yang jadi masalah adalah ketika nilai tukar terus berfluktuasi," jelas Franky.
Sementara Hans memperkirakan tahun ini nilai tukar akan cenderung stabil. Oleh karena itu, prospek GIAA tahun ini menurutnya akan cukup positif. Dia menargetkan pendapatan GIAA tahun ini bisa tumbuh 15% dan laba bersih ditargetkan tumbuh 10%.
Thennesia juga melihat prospek kinerja GIAA tahun ini akan positif yang akan ditopang oleh penurunan harga minyak, restrukturisasi yang dilakukan perseroan serta penambahan rute-rute baru. Dia memperkirakan laba bersih perseroan tahun 2015 akan mencapai US$ 78 juta dan tahun ini ditargetkan tumbuh 11%. Sementara pendapatan tahun lalu diperkirakan akan tumbuh 12% dan tahun ini ditargetkan tumbuh 5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News