Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah faktor eksternal yang tak kondusif dalam mendukung kinerja pasar investasi dalam negeri, penjualan Sukuk Tabungan seri ST004 stabil bahkan berada di atas target indikatif pemerintah yang sebesar Rp 2 triliun.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dikutip investree.id, Senin (20/5), penjualan ST004 mencapai Rp 2,48 triliun.
Ramdhan Ario Maruto, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia memproyeksikan penjualan ST004 berpotensi capai Rp 2,5 triliun.
Angka tersebut, Ramdhan nilai cukup tinggi di tengah beragam sentimen eksternal dan kondisi politik dalam negeri yang menekan pasar investasi. Apalagi, penjualan ST004 bertepatan dengan bulan Ramadhan yang mendorong naik konsumsi masyarakat.
"Namun, penjualan ST004 tetap laris jadi masyarakat sudah mulai melek investasi uangnya tidak hanya dihabiskan untuk kebutuhan Ramadhan tapi disisihkan juga untuk investasi," kata Ramdhan, Selasa (21/5).
Menurut Ramdhan, tawaran ST004 tetap laris karena juga didukung oleh tawaran kupon yang cenderung lebih tinggi dari bunga deposito bank. ST004 menawarkan imbal hasil mengambang dengan imbalan minimal sebesar 7,95% dan mengacu pada BI 7-Day Reverse Repo Rate.
Ramdhan memproyeksikan ke depan masyarakat Indonesia semakin meninggalkan saving oriented dan akan memburu produk investasi. "Penawaran SBN ritel yang hampir tiap bulan menajdi pintu masuk untuk memperdalam basis investor Indonesia," kata Ramdhan.
Mengenai sensitifnya pasar Indonesia pada sentimen global yang kini sedang tak kondusif, menurut Ramdhan tidak terlalu berpengaruh signifikan pada investor SBN ritel.
"Ritel tidak terlalu berpengaruh pada sentimen eksternal yang penting perbandingan dengan bunga deposito bank saja," kata Ramdhan.
Sebelumnya, penjualan Saving Bond Ritel (SBR) seri SBR006 mencapai Rp 2,26 triliun. Jika dibandingkan penjualan ST004 kali ini akan lebih besar dari SBR006.
Menurut Ramdhan, tidak ada sentimen khusus yang membuat minat ST004 jadi lebih besar. "Kedua surat utang ritel tersebut hampir mirip, jadi jika ada perbedaan hasil penjualan hanya masalah timing saja," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News