kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemilihan berdasarkan kegunaan dan terobosan inovasi jadi kunci utama memilih kripto


Selasa, 18 Mei 2021 / 20:48 WIB
Pemilihan berdasarkan kegunaan dan terobosan inovasi jadi kunci utama memilih kripto
ILUSTRASI. Tema sebuah aset kripto justru dipandang tidak punya peran signifikan.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aset kripto hadir tak hanya sebatas mengusung nilai kegunaan dan teknologi. Namun, beberapa aset kripto juga datang dengan membawa tema tertentu. JIka merujuk Coinmarketcap.com, terdapat beberapa kategori tema, mulai dari energi terbarukan, berbasis emas, olahraga, bahkan meme sekalipun ada.

Kendati demikian, tema sebuah aset kripto justru dipandang tidak punya peran signifikan. Para pengamat meyakini, pemilihan aset kripto harus berdasarkan nilai use and case, ketimbang tema yang diusung. 

Managing Partner BullWhales Douglas Tan menyatakan, tema yang diusung sebuah aset kripto bukan menjadi suatu narasi yang lantas membuat aset kripto itu digunakan oleh sekelompok komunitas baik itu individu maupun institusi. 

Menurutnya, pemilihan aset kripto sebaiknya mengutamakan nilai kegunaannya, membuat terobosan inovasi dari traditional finance, tim developer yang dapat menggabungkan prinsip ekonomi dasar, game theory, intensifikasi, serta timing yang pas. 

Baca Juga: China melarang lembaga keuangan dan pembayaran dari bisnis mata uang kripto

“Saat ini hanya terdapat beberapa protokol yang dapat memenuhi beberapa kriteria di atas. Penggunaan aplikasi DeFi saat ini bisa menjadi sebuah nilai tambah bagi pengguna dalam menentukan sebuah aset kripto,” kata Douglas ketika dihubungi Kontan.co.id, Selasa (18/5).

Aplikasi DeFi merupakan salah satu penerapan interaksi pengguna dengan dunia finansial, tanpa harus mempercayai suatu pihak secara spesifik. Artinya pengguna dapat mengakses produk-produk seperti simpan pinjam,, pertukaran aset, investasi dengan tingkat suku bunga di atas rata-rata, tanpa harus memindahkan uang ke satu centralized party seperti layaknya model perbankan saat ini. 

Douglas menjelaskan, protokol-protokol yang dapat memberikan value proposition seperti DeFi kepada para penggunanya, ditambah dengan dukungan ekosistem yang memadai pada akhirnya dengan sendirinya akan digunakan oleh khalayak ramai. Hal ini bisa tercermin dari beberapa figur Wall Street yang sudah merasakan aplikasi DeFi sebagai game changer bagi dunia finansial.

“Terbukti dari salah satu metric di dunia DeFi yakni TVL (total value locked) salah satu protocol ternama di dunia DeFi, AAVE berhasil menembus angka U$ 21 miliar saat ini. Hal ini membuktikan kegunaan sebuah aset kripto akan berbanding lurus dengan penggunanya,” imbuh Douglas.

Baca Juga: Pemilihan aset kripto dinilai harus utamakan nilai use & case ketimbang unsur tematik

Walau demikian, Douglas melihat saat ini, masing-masing protokol menghadapi permasalahan yang bernama blockchain trilemma. Maksudnya, sebuah protokol tersebut harus memilih dua dari tiga issue yang menjadi value proposition mereka yakni terdesentralisasi, skalabilitas, serta keamanan.

Dia mencontohkan, saat ini Bitcoin sedikit “mengorbankan” skalabilitas demi mencapai keamanan dan sifat yang terdesentralisasi. Namun fitur-fitur baru yang diperkenalkan melalui Bitcoin Improvement Proposal juga menawarkan solusi untuk menjembatani pilar skalabilitas melalui pengenalan Lightning Network.

Sementara untuk Cardano (ADA) ataupun TRON, Douglas melihat keduanya sedang mengorbankan pilar keamanan dan bahkan sifat terdesentralisasi. Hal ini dikarenakan mekanisme konsensus yang diterapkan lebih berpihak terhadap siapapun yang memiliki “governance token” paling tinggi, sehingga tidak memihak bagi setiap pengguna pada kedua protokol tersebut.

Terkait permasalahan bahwa beberapa protokol tidak mengusung konsep go green, seperti yang disinggung Elon Musk terhadap proses penambangan Bitcoin, Douglas cenderung tidak terlalu setuju. 

Baca Juga: Setelah terpuruk ke level terendah, harga Bitcoin mencoba bangkit

“Untuk masalah go green, kenyataan sebenarnya adalah sudah banyak miner bitcoin yang menggunakan tenaga yang terbarukan (renewable energy), yang sekiranya bisa menjawab issue bahwa Bitcoin tidak ramah lingkungan,” imbuh Douglas.

Senada, Co-founder Cryptowatch dan pengelola channel Duit Pintar Christopher Tahir tak menampik penambangan beberapa aset kripto, khususnya di Xinjiang, China masih menggunakan listrik berbahan batubara yang dianggap tidak go green. Namun, ia mengingatkan, penambangan kripto bukan hanya di China.

“Di beberapa belahan dunia lainnya, sudah mulai diubah sumber listriknya menjadi sumber daya terbarukan yang lebih murah seperti PLTA (air dan angin), uap, solar panel, dll,” Christopher menambahkan.

Baca Juga: Harga Bitcoin mencoba bangkit setelah terpuruk ke level terendah

Douglas menyebut, terdapat beberapa protokol yang cara kerjanya tidak bisa dibandingkan. Ia mencontohkan, aset kripto yang menggunakan emas sebagai aset dasarnya, seperti Paxos Gold (PAXG), Perth Mint Gold Token (PMGT), Digix Global (DGX), Tether Gold (XAUT).

Menurutnya, aset digital yang menjadikan emas sebagai aset dasarnya sebetulnya memiliki dimensi lain. Sehingga tidak dapat disandingkan dengan aset digital untuk penggunaan pada native protokolnya. 

“Aset digital yang bertujuan memiliki backingan aset berupa emas atau uang, seyogyanya bertujuan untuk melindungi nilainya. Ataupun sebagai alternatif apabila pengguna aset kripto ingin melakukan diversifikasi aset ke beberapa produk aset kripto yang memiliki nilai yang hampir sama dengan emas fisik,” pungkas Douglas.

Baca Juga: Bitcoin, ethereum, degocoin, merosot, uang kripto ini tetap naik pekan II Mei 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×