Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Sebelumnya, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) ingin melakukan pemeringkatan atas emisi obligasi dengan nilai emisi sekitar Rp 72 triliun. Namun menjelang akhir tahun ini baru terealisasi 70%, atau setara Rp 56 triliun.
Vonny Widjaja, Direktur Pefindo bilang, semester I tahun ini pihaknya ramai melakukan pemeringkatan emisi obligasi baik itu obligasi baru atau pun berkelanjutan. "Tapi, mulai semester II jumlahnya menurun drastis," imbuhnya, (16/12).
Ada beberapa pemicu yang membuat target Pefindo itu sepenuhnya terealisasi. Pertama, soal kenaikan BI rate yang membuat emiten menunda penerbitan emisinya demi menghindari bengkaknya beban bunga.
Kedua, kebijakan loan to value (LTV) dari Bank Indonesia. Pertumbuhan penjualan sektor properti diperkirakan melambat akibat adanya kebijakan ini, yang pada akhirnya membuat emiten properti mempertimbangkan kembali penerbitan emisi obligasinya.
Ketiga, soal tertekannya harga komoditas yang menekan kinerja emiten perkebunan. Kinerja yang tertekan akan membuat sebuah rating bakal turun, dan tentunya rating itu menjadi salah satu dasar bagi investor untuk menyerap emisi obligasi yang diterbitkan.
Bukan hanya faktor-faktor maket itu yang menyebabkan kondisi ini. Pefindo juga telah memperhitungkan isu tapering off oleh The Fed. "Tapi, kami tidak mau berlarut-larut dalam pesimisme ini," tandas Vonny.
Pefindo boleh saja mulai kebal dengan isu asal negeri Paman Sam itu. Namun, Pefindo masih sangat mewaspadai pemilu tahun depan. Tahun politik 2014 membuat Pefindo tak berani mematok target tinggi, baik untuk penerbitan emisi atau pun pemeringkatan yang dilakukan.
Karena pemilu, banyak emiten yang mengambil sikap wait and see. Ada emiten yang memilih penerbitan emisi akan dilakukan awal tahun sebelum pemilu dilakukan dengan asumsi, kondisi makro pasca pemilu akan lebih buruk.
Ada juga yang memilih penerbitan dilakukan pasca pemilu, sembari memantau kondisi makro pasca pesta politik dilakukan. Tapi, ada juga yang lebih memilih untuk menunda emisi obligasinya. "Tantangan tahun depan lebih banyak. Semoga enggak lebih buruk dari tahun ini," pungkas Vonny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News