Reporter: Inggit Yulis Tarigan | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar valuta asing kembali menunjukkan gejolak yang cukup tinggi. Seiring dengan naiknya tensi perang dagang, mata uang negara berkembang mengalami tekanan yang lebih besar dibanding negara maju.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi menyebut saat ini adalah waktu yang kurang ideal bagi investor jangka panjang untuk masuk.
Menurutnya, strategi terbaik bagi investor konservatif adalah menunggu hingga kondisi lebih stabil.
Baca Juga: Valas Utama Bergerak Menguat Terhadap Dolar AS, Mana yang Lebih Menarik?
“Kalau investor konservatif, lebih baik wait and see dulu. Tapi untuk trader agresif, ini justru bisa jadi peluang,” katanya kepada Kontan, Selasa (8/4).
Ibrahim menambahkan, negara-negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, dan China memang lebih rentan terhadap dampak perang dagang karena skala ekonomi mereka lebih kecil dan perdagangan luar negeri masih sangat tergantung pada mitra utama.
“Mata uang emerging market itu lebih lemah daya tahannya karena sifatnya lokal dan bilateral. Tidak sekuat Dolar AS atau Swiss Franc,” jelas Ibrahim.
Ia merekomendasikan mata uang dari negara maju seperti Jepang (JPY) dan Swiss (CHF) yang masih cukup solid karena didukung oleh fundamental ekonomi yang lebih kuat dan posisi strategis dalam perdagangan global.
Selanjutnya: Big Banks Ditutup Koreksi Pasca Libur Lebaran, Bank Mandiri (BMRI) Turun Paling Dalam
Menarik Dibaca: Cuaca Besok, Jogja dan Sekitarnya Kompak Diguyur Hujan Pukul 10 Pagi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News