Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Instrumen surat utang pemerintah berpeluang menorehkan kinerja positif hingga pengujung tahun 2016. Sejak awal tahun, pasar Surat Berharga Negara (SBN) cenderung bullish.
Mengacu Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) per Senin (18/7), INDOBeX Government Total Return telah melonjak 15,45% (ytd) ke level 208,24.
Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra optimistis, pasar SBN berpeluang melanjutkan tren bullish hingga akhir tahun ini. Sebab, masih ada ruang pemangkasan BI rate sebesar 25 bps lagi.
Inflasi domestik diterawang memang akan sesuai target BI yang dibidik 3% - 5%. "Karena BI juga berusaha memberikan stimulus jangan sampai ekonomi terus melambat," terangnya.
Performa mata uang Garuda juga berpotensi stabil di level Rp 13.000-an per dollar Amerika Serikat (AS). Terlebih memudarnya rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS alias The Fed yang saat ini di level 0,25% - 0,5% bakal menambah katalis positif.
Dana Moneter Internasional (IMF) beberapa waktu lalu memang menyarankan The Fed untuk menahan rencananya pasca Inggris keluar dari Uni Eropa akhir Juni lalu. "The Fed masih belum (merealisasikan rencana) karena berhati-hati setelah Brexit. Kalau AS memangkas suku bunga di kala beberapa negara berencana meluncurkan stimulus, instrumen AS tidak akan menarik," paparnya.
Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management sepakat, besar peluang harga obligasi negara akan terapresiasi. Amunisi bersumber dari masuknya aliran dana repatriasi Undang - Undang Pengampunan Pajak atawa tax amnesty.
Pemilik aset memang bebas memilih investasi atas aset repatriasinya ke dalam obligasi pemerintah, obligasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), obligasi korporasi, saham, reksadana, serta aset lainnya seperti properti.
Menurut Desmon, sebagian investor akan memarkirkan dana repatriasinya pada SBN. Selain volatilitasnya lebih rendah, instrumen milik pemerintah ini juga terbilang bebas risiko (risk free).
Pelaku pasar juga bakal mengoleksi kupon setiap bulan dari negara. "imbal hasil SBN 7% - 8% masih menarik. Risiko lebih kecil dibandingkan saham," tuturnya.
Mulai terbatasnya pasokan SBN sejak triwulan ketiga tahun 2016 juga menyokong performa SBN. Pada kuartal III 2016, pemerintah menargetkan penerbitan SBN melalui lelang sebesar Rp 88 triliun, lebih kecil dari realisasi penerbitan kuartal I 2016 sebanyak Rp 128 triliun dan kuartal II 2016 Rp 118 triliun. Investor yang gagal mengais cuan dari pasar primer niscaya akan berburu SBN di pasar sekunder.
Namun, Desmon berpendapat, pergerakan harga obligasi negara yang membumbung biasanya akan diikuti dengan aksi profit taking investor. "Harus berhati-hati," imbuhnya.
Made mengingatkan, ada tantangan yang patut dicermati investor. Yakni rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia per kuartal II 2016. Adapun pertumbuhan ekonomi Tanah Air per kuartal I 2016 hanya tumbuh 4,92% (YoY), lebih rendah ketimbang konsensus yang dipatok 5,05% (YoY).
Jika data ekonomi domestik pada triwulan kedua tahun ini masih melambat, pasar SBN berpeluang tertekan. "Tapi koreksi terbatas, bukan major. Kalau meningkat, pasar akan naik lagi," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News