Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja pasar saham domestik tengah terpuruk. Lesunya kinerja bursa dinilai merupakan kekecewaan investor akan sejumlah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Lihat saja, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah amblas 6,59% sejak awal tahun alias year to date (YTD) ke level 6.613 per Kamis (13/2).
Aliran keluar dana asing juga tercatat sudah sebesar Rp 9,49 triliun YTD di pasar reguler.
Hal tersebut dinilai merupakan respons negatif pasar atas kebijakan pemerintah yang belum jelas walaupun sudah lewat 100 hari kerja.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai, pelemahan IHSG dipengaruhi oleh kekecewaan investor akan kebijakan pemerintah saat ini, terutama dari investor asing.
Baca Juga: IHSG Fluktuasi dan Cenderung Lesu, Minat Trader Terhadap Bursa Amerika Meningkat
Sejumlah kebijakan pemerintah itu membuat Indonesia sulit menarik foreign direct investment (FDI).
Selain itu, sentimen negatif juga berasal dari penerimaan pajak yang tidak bertumbuh, pemangkasan anggaran, tambunnya kabinet, pelemahan daya beli akibat judi online (judol) dan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak, menyusutnya kela menegah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang semakin berkuasa hingga melanggar konstitusi.
“Namun, tidak boleh dilupakan bahwa tetap ada faktor eksternal, yaitu perang dagang dan tarif, serta kenaikan indeks dolar Amerika Serikat (AS),” ujarnya kepada Kontan, Kamis (13/2).
Meskipun begitu, Budi optimistis IHSG bisa kembali ke level 7.000 di akhir kuartal I 2025 didorong oleh peningkatan daya beli di bulan Ramadan dan Hari Raya Lebaran. Di akhir 2025, IHSG ditargetkan bisa bergerak di rentang 7.300 - 7.500.
Senior Investment Information Mirae Asset, Adityo Nugroho melihat, penurunan IHSG sejak awal tahun 2025 murni disebabkan suplai yang lebih besar dari permintaan pasar.
Jika dilihat secara historis, aliran keluar dana asing di pasar saham domestik sudah terjadi sejak bulan Oktober 2024. Namun, kala itu IHSG tidak mengalami penurunan yang signifikan. Sebab, saat itu masih banyak permintaan dari investor lokal.
“Saat ini, tidak ada appetite investor lokal yang mengimbangi aksi jual asing, sehingga IHSG turun. Saham bank 4 besar pun mengalami koreksi dalam,” ujarnya saat ditemui Kontan di Jakarta, Kamis (13/2).
Baca Juga: IHSG Melemah 0,48% pada Kamis (13/2), Cek Proyeksinya untuk Besok (14/2)
Hal tersebut disebabkan volatilitas pasar domestik dan global yang masih tinggi. Faktor eksternal saat ini dipengaruhi ketidakpastian di era Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump 2.0 yang membuat perekonomian Indonesia semakin menantang.
"Selain itu, dari faktor internal terdapat tantangan dari pengetatan dan realokasi anggaran pemerintah, yang berpotensi mengurangi fungsi APBN sebagai peredam guncangan dari dampak ekonomi global,” ungkapnya.
Alhasil, investor mengalihkan dana mereka ke aset yang lebih aman, yaitu dolar Amerika Serikat (AS) dan emas.
Namun, kondisi penurunan kinerja pasar modal Indonesia ini bisa menjadi momentum baik bagi investor lokal untuk kembali menyerok sejumlah saham berfundamental terbaik.
“Investor menaruh dana juga pasti mencari reward. Ini bisa didapatkan dari dividen dan capital gain saat harga saham yang mereka pegang itu naik lagi,” tuturnya.
Menurut Adityo, Mirae Asset Sekuritas masih menargetkan IHSG di akhir 2025 ada di level 8.000, tetapi akan ada peninjauan kembali ke depan.
Sementara, IHSG di kuartal I 2024 kemungkinan bisa saja kembali menembus level 7.000 jika sentimen positifnya kuat dan mendukung.
Selain sektor perbankan, sektor konsumer bisa menjadi pilihan saham defensif di tengah volatilitas pasar. Katalis positifnya berasal dari momentum Ramadan serta peluang kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI) yang diharapkan lebih pro-growth.
"Ramadan biasanya diiringi oleh peningkatan aktivitas ekonomi yang signifikan, dan kebijakan moneter bank sentral diharapkan dapat mendorong aktivitas ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Baca Juga: IHSG Anjlok 1% ke 6.584,6 di Pagi Ini (13/2), TLKM, UNVR, AMMN Jadi Top Losers LQ45
Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan beli untuk AMRT dan ICBP dengan target harga masing-masing Rp 3.500 per saham dan Rp 13.200 per saham untuk 12 bulan ke depan.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan, ada sejumlah sentimen negatif yang memengaruhi kinerja IHSG secara ytd.
Pertama, potensi dimulainya perang dagang. Kedua, tarif dagang yang bakal kena ke Kanada, Meksiko, dan China.
Ketiga, China yang membalas tarif impor AS tersebut, meskipun dengan nilai yang lebih kecil. Keempat, potensi naiknya inflasi AS akibat kenaikan tarif impor.
Kelima, ruang pemangkasan tingkat suku bunga terbatas di tahun 2025. Keenam, stabilitas pemulihan ekonomi global yang berpotensi terganggu.
Ketujuh, ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap pemerintahan baru Indonesia, sehingga ketika anggaran dipotong menjadi narasi negative. Alhasil, pelaku pasar dan investor jadi kecewa akan pemangkasan anggaran tersebut dan membuat terjadi capital outflow.
“Padahal, pemerintahan baru saja dimulai, sehingga dibutuhkan waktu lebih dari 100 hari untuk membuktikan apakah realokasi anggaran dapat berjalan atau tidak,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (13/2).
Meskipun ada sentimen ramadan dan lebaran, tetapi Nico pesimistis dengan pergerakan IHSG bisa bangkit di kuartal I 2025.
Sebab, Trump sendiri masih memiliki berbagai kebijakan yang memberikan volatilitas pasar global.
Hampir semua sektor pun dilihat memberatkan IHSG saat ini. Hanya sektor teknologi saja yang mencatatkan kenaikan 15,02% YTD.
“Sentimen yang ada memang memberikan dampak bagi ke semua sektor, bahkan sektor kesehatan yang defensif sekalipun saja masih turun 5,22% YTD,” ungkapnya.
Nico pun memproyeksikan, IHSG akan ada di rentang 6.560 – 6.730 hingga akhir kuartal I. IHSG harus melewati level 6.960 untuk bisa kembali ke level 7.000.
“Emiten big caps juga masih merah pergerakannya saat ini, sehingga masih sulit untuk melihat siapa emiten yang bakal naik dan menopang IHSG dalam waktu dekat,” paparnya.
Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan melihat, kinerja buruk pasar saham domestik diakibatkan penguatan dolar AS, kebijakan ekonomi luar negeri yang agresif, serta laporan keuangan emiten tahun 2024 yang kurang memuaskan.
“Penurunan suku bunga belum cukup menarik minat asing karena ketidakpastian masih tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (13/2).
Di kuartal I 2025, sentimen positif datang dari konsumsi selama bulan Ramadan, stabilitas politik, dan penurunan suku bunga.
Sementara, sentimen negatifnya berasal dari tekanan nilai tukar, inflasi komoditas, dan ketidakpastian politik global.
Analis sekaligus CEO Edvisor.id, Praska Putrantyo mengungkapkan, tantangan untuk IHSG juga berasal dari perekonomian China yang masih tumbuh baik, terefleksi dari data GDP China yang tumbuh 5,4%.
“Hal ini menjadi tantangan karena investor asing yang bisa lebih tertarik ke pasar AS atau China,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (13/2).
Selain itu, rilis data inflasi Indonesia yang masih rendah di bulan Januari, yaitu di 0,76%, menunjukkan daya beli yang masih rendah. Ditambah lagi, ada kebijakan-kebijakan pemerintahan Indonesia baru yang masih perlu dipantau, karena kebijakan tersebut direspons kurang baik oleh investor asing.
”Sentimen-sentimen ini membuat investor lebih ke mode wait and see di pasar saham, karena risk off. Investor asing jadi melihat perekonomian Indonesia belum menarik,” tuturnya.
Sektor saham yang memberatkan IHSG sejak awal tahun berasal dari sektor barang baku yang melemah paling dalam, yaitu 10,09% YTD. Sebab, ketidakpastian global menyebabkan harga-harga beberapa komoditas masih bergerak sedikit volatile dan kebijakan tarif dagang AS yang dapat mempengaruhi daya saing Indonesia.
”Sektor saham yang masih menopang IHSG dari sektor teknologi, karena dari sisi demand yang masih kuat juga,” paparnya.
Untuk kuartal I 2025, pasar saham masih akan tertekan dari sentimen-sentimen negatif, seperti kebijakan baru Trump, perekonomian China, kebijakan pemerintahan baru Indonesia, dan outlook suku bunga acuan yang perlu dipantau terus.
Menurut Praska, aliran dana asing bisa masuk lagi ke pasar saham lagi ketika sudah ada berita-berita baik terkait kebijakan pemerintahan Indonesia.
Hal itu juga harus ditopang oleh bagusnya data perekonomian Indonesia, seperti PDB yang kuat, PMI yang kuat, IKK yang tinggi, dan inflasi yang tidak terlalu rendah.
IHSG di kuartal I 2025 pun diproyeksikan bakal ada di sekitar 7.000-7.200 dan di akhir tahun 2025 IHSG diharapkan bisa mencapai level 7.700.
Sektor-sektor konsumer primer dan non primer bisa menopang, karena sentimen dari daya beli yang kuat di bulan Ramadan.
“Kemudian, sektor energi dan perbankan juga akan menopang IHSG di kuartal I 2025,” ujarnya.
Praska pun menyarankan investor untuk mencermati ACES, PGAS, ADRO, dan BMRI dengan target harga masing-masing Rp 830 per saham, Rp 1.725 per saham, Rp 2.800 per saham, dan Rp 6.100 per saham.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan mengatakan, sentimen penurunan suku bunga sempat memberikan dorongan positif bagi IHSG di awal tahun 2025, terlihat dari penguatan indeks beberapa hari setelah keputusan tersebut diumumkan.
Namun, tekanan kembali muncul akibat sentimen negatif global. Misalnya, keputusan The Fed yang mempertahankan suku bunga dan memberikan sinyal kebijakan yang cenderung hawkish.
“Selain itu, kekhawatiran mengenai potensi perang dagang yang mulai memanas semakin mendorong arus keluar dana asing dari pasar kita,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (13/2).
Di sisi domestik, kondisi juga tidak mendukung. Ada kekhawatiran pasar mengenai pemangkasan anggaran yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Ditambah lagi, kegagalan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) yang sebelumnya diprediksi masuk ke MSCI semakin memperburuk sentimen pasar.
Biasanya, saham-saham tersebut menjadi penahan laju penurunan indeks di kala asing keluar. Namun, ketidakberhasilan tersebut justru memperparah tekanan di IHSG.
“Kombinasi dari aliran dana asing yang keluar dan minimnya katalis positif di dalam negeri menyebabkan IHSG sulit untuk bangkit,” ungkapnya.
Untuk kuartal I 2025, IHSG diharapkan bisa kembali menguat melihat bulan-bulan pembagian dividen sudah dekat. Lalu, sentimen bulan Ramadan dan Lebaran juga biasanya positif untuk sektor konsumsi dan ritel.
“Namun, yang utama diharapkan sentimen perang dagang mereda atau suku bunga AS kembali turun, sehingga dana asing bisa kembali masuk ke Bursa,” tuturnya.
Ekky pun memproyeksikan IHSG bisa bergerak di 6.850 - 6.900 di kuartal I 2025. Sementara, di akhir tahun ini, IHSG diproyeksikan bisa ada di level 7.622 atau naik sekitar 7,66%.
Selanjutnya: Askrindo Jalin Kerjasama Asuransi Kebakaran Developer dengan Deprindo
Menarik Dibaca: K Fitness Targetkan 10 Cabang Baru di Luar Jakarta pada Tahun Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News