Reporter: Hasyim Ashari | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. PT Adaro Energy Tbk (ADRO) agresif menggarap proyek pembangkit listrik. Kelak, bisnis ini diharapkan berkontribusi signifikan terhadap pendapatan perusahaan.
Agresifnya ADRO membangun pembangkit listrik sejalan dengan strategi perusahaan untuk mengintegrasikan bisnisnya. ADRO akan memadukan antara bisnis pembangkit listrik, penambangan batubara dan logistik. Nantinya batubara yang dihasilkan ADRO akan digunakan untuk memasok pembangkit listrik miliknya.
Ada beberapa proyek pembangkit listrik yang sedang digarap ADRO, salah satunya yaitu proyek pembangkit listrik Tanjung Power Indonesia berkapasitas 2x100 megawatt (MW) di Tabalong, Kalimantan Selatan.
Menurut analis Mirae Asset Sekuritas, Andy Wibowo Gunawan, proyek pembangkit listrik ini sudah mencapai financial closing.
Bahkan, tingkat penyelesaian proyek ini sudah 55%, diperkirakan pembangkit listrik ini akan mulai operasi komersialnya pada 2019 mendatang. Nantinya pembangkit listrik ini akan memasok listrik ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam masa kontrak 25 tahun.
"Dengan adanya proyek ini, ke depanya akan menyangga pendapatan ADRO dikala harga batubara global rendah," ujar Andy dalam risetnya 2 Mei 2017.
Menurut analis Ciptadana Sekuritas, Kurniawan Sudjatmiko selain pembangkit listrik di Tabalong, ADRO juga sedang membangun pembangkit listrik di Batang dengan kapasitas 2x1.000 MW. Pembangunan pembangkit Listrik ini penyelesaiannya sudah 23%.
"Konstruksinya relatif on track dengan target commercial operation date (COD) tahun 2020," ujar Kurniawan.
Selain merambah bisnis kelistrikan, ADRO juga melakukan diversifikasi bisnis tambangnya ke batubara kokas alias coking coal, yaitu dengan mengakuisisi 75% saham IndoMet Coal Project (IMC) dari BPH Billiton dengan nilai US$ 120 juta pada tahun lalu.
Menurut Kurniawan kuartal ini ADRO telah memproduksi 0,23 metrikton (MT) dan menjual 0,19 MT. Sepanjang tahun ini ADRO menargetkan dapat memproduksi batubara kokas mencapai 1 MT.
Kinerja ADRO
ADRO membukukan kenaikan laba bersih hingga 69,75% menjadi US$ 97,13 juta pada kuartal I-2017. Adapun laba inti atau laba yang dihasilkan bisnis inti setelah pajak naik 63% year on year (yoy) menjadi US$ 132 juta.
Kenaikan ini ditopang oleh kenaikan harga jual rata-rata batubara sebesar 39% yang membuat pendapatan melambung 24% (yoy) menjadi US$ 727 juta.
Padahal, selama periode itu, produksi batubara emiten ini menyusut 6% (yoy) menjadi 11,86 ton akibat cuaca buruk. Sementara itu volume penjualan ADRO menurun sekitar 13% (yoy) menjadi 12,03 ton.
Ke depan, kinerja ADRO diprediksi akan semakin gemilang seiring dengan ada tanda-tanda meredanya cuaca buruk. Andy menargetkan sepanjang tahun 2017 dan 2018 laba bersih yang akan didapat ADRO masing-masing sebesar US$ 391,9 juta dan US$ 499,8 juta.
Analis Mandiri Sekuritas Ariyanto Kurniawan memprediksi produksi batubara ADRO sepanjang tahun 2017 yaitu sebesar 53 juta ton sejalan dengan target yang ditetapkan ADRO yaitu antara 52 juta ton sampai 54 ton. Target yang diperkirakan Ariyanto lebih tinggi sedikit dibandingkan produksi batubara tahun 2016 sebesar 52,6 juta ton.
Menurut Andy pada kuartal I-2017 pendapatan domestik ADRO meningkat menjadi 30% terhadap total pendapatan dari periode sebelumnya 24,5%. Hal ini karena porsi penjualan domestik diperbesar seiring dengan ambisi ADRO yang ingin memenangkan semua proyek pembangkit listrik. "Dalam jangka panjang porsi penjualan domestik dan ekspor akan menjadi 50 : 50," ujar Andy.
Bongkahan dan galian dengan kandungan batubara (stripping ratio) pada kuartal I-2017 meningkat menjadi 4.6x dibanding kuartal sama tahun 2016 sebesar 4.2x, ini membuat biaya operasional lebih tinggi. "Tren kenaikan biaya produksi terjadi kepada seluruh penambang batubara akibat dari stripping ratio lebih tinggi," Aryanto.
Namun menurut Kurniawan berkat efisiensi yang dilakukan ADRO, EBITDA meningkat sebesar 44% melebihi pertumbuhan pendapatan. Dengan keuntungan tersebut, ADRO dapat melunasi utang bank sejumlah US$ 31 juta dan dapat mengurangi utang bersih sebesar 63% (yoy) menjadi US$ 299 juta.
Andy merekomendasikan buy dengan target harga Rp 2.425, Kurniawan merekomendasikan buy dengan target harga Rp 2.080 dan Ariyanto merekomendasikan neutral dengan target harga Rp 2.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News