kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pandemi Terkendali, Kinerja Bisnis Emiten Konglomerat Ikut Melesat


Senin, 04 April 2022 / 17:43 WIB
Pandemi Terkendali, Kinerja Bisnis Emiten Konglomerat Ikut Melesat
ILUSTRASI. Pengendalian pandemi covid-19 yang diiringi pemulihan ekonomi turut mengangkat kinerja emiten konglomerasi.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengendalian pandemi covid-19 yang diiringi pemulihan ekonomi turut mengangkat kinerja emiten konglomerasi. Sepanjang tahun lalu, sejumlah grup bisnis raksasa sukses menumbuhkan kinerja.

Sebagai contoh, emiten di jajaran Grup Astra, Sinarmas, Salim, Lippo hingga Bakrie berhasil mendongkrak pendapatan maupun ada yang memangkas kerugian secara signifikan.

Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengungkapkan, setelah terpuruk akibat pandemi pada tahun 2020, rata-rata emiten pada tahun lalu mampu bangkit mencetak kinerja keuangan yang apik.

Baca Juga: Mengintip Prospek Kinerja Reksadana Indeks di Tengah Rekor IHSG

Pengendalian pandemi membuat roda ekonomi kembali bergulir kencang. Lonjakan harga komoditas dunia juga ikut mendorong pemulihan ekonomi di Indonesia. Di sisi lain, industri berbasis teknologi-digital tumbuh dengan signifikan.

Kondisi ini pun membawa efek positif untuk mendukung kinerja para emiten group konglomerat. Terlebih, emiten di jejaring konglomerasi umumnya memiliki ekosistem usaha yang saling bersinergi, sehingga perputaran roda bisnis menjadi lebih lancar.

"Secara operasional seharusnya dapat lebih efisien karena rantai pasokan lebih pasti. Dukungan modal dan ekosistem yang kuat ini juga membuat perusahaan dapat melakukan ekspansi usaha lebih leluasa, tidak terlalu tergantung pada pendanaan eksternal," ujar Pandhu kepada Kontan.co.id, Senin (4/4).

Baca Juga: Usai All Time High, Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Selasa (5/4)

Sebagai gambaran saja, PT Astra International Tbk (ASII) mampu membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 233,48 triliun pada 2021, melesat 33% dibanding raihan 2020. Sejalan dengan itu, laba bersih ASII terdongkrak 25% menjadi Rp 20,19 triliun.

Bisnis ASII terdorong oleh kinerja anak usahanya yang ciamik, seperti PT United Tractors Tbk (UNTR) mencetak kenaikan pendapatan 31,67% year on year (yoy) menjadi Rp 79,46 triliun, dan laba bersih yang melesat 71,2% secara yoy menjadi Rp 10,28 triliun.

Dari lini komoditas kelapa sawit, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) berhasil memanen pendapatan Rp 24,32 triliun, naik 29,29% secara yoy. Laba bersih AALI bahkan meroket 136,63% menjadi Rp 1,97 triliun.

Dari Group Salim, penjualan bersih PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) kompak naik sepanjang tahun lalu. INDF mencetak kenaikan penjualan bersih hingga 21,55% secara yoy menjadi Rp 99,34 triliun.

Laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk terkerek 18% menjadi Rp 7,64 triliun. Sejalan dengan induk perusahaannya, penjualan bersih ICBP melesat 21,79% yoy menjadi Rp 56,80 triliun. Meski laba bersih ICBP tertekan 3% yoy menjadi Rp 6,39 triliun.

Sedangkan anggota konglomerasi Sinarmas Group, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) berhasil meraih laba bersih sebesar Rp 1,35 triliun sepanjang 2021, meroket 378,74% dibanding tahun sebelumnya. Hingga akhir 2021, BSDE membukukan pendapatan usaha Rp 7,65 triliun, naik 23,85% secara yoy.

Baca Juga: Saham-Saham Penghuni LQ45 Terbang Tinggi, Bagaimana Valuasi dan Rekomendasi?

Dari Group Lippo, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) berhasil memangkas rugi bersih dari Rp 8,89 triliun menjadi Rp 1,6 triliun di akhir 2021. Perbaikan kerugian LPKR seiring bertumbuhnya pendapatan LPKR sebesar 36,57% menjadi Rp 16,13 triliun.

Sementara itu, emiten Group Bakrie, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) mampu membalikkan kinerja dengan meraih laba bersih di atas Rp 98 miliar. Padahal di sepanjang 2020, BNBR masih menderita kerugian bersih Rp 930 miliar.

Pandhu melanjutkan, grup konglomerasi yang memiliki anak usaha di bisnis komoditas mendapatkan dorongan yang kuat. Misalnya Group Astra dari UNTR dan AALI. Kemudian di Group Salim ada LSIP dan SIMP.

Group Saratoga juga memiliki portofolio di bisnis komoditas seperti pada ADRO, ADMR, MDKA, AGII dan PALM. Selain komoditas, sambung Pandhu, sektor perbankan juga terbilang punya kinerja cemerlang, seperti BBCA dari Group Djarum, lalu MEGA dan BBHI dari Group Chairul Tanjung (CT Corp).

Baca Juga: IDX BUMN20 Cetak Kinerja Ciamik, Intip Saham-Saham yang Menarik Dikoleksi

Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menambahkan, dengan bisnis yang lebih terdiversifikasi, emiten konglomerat bisa pulih lebih cepat. Sebab, jika ada satu sektor bisnis yang pemulihannya lambat, ada sektor bisnis lain yang bisa mengisi.

"Misalkan saat berbicara Astra. Ketika bisnis propertinya masih lesu, mereka masih memiliki bisnis yang lain seperti komoditas yang mampu mendorong kinerja perusahaan secara keseluruhan," ujar Nico.

Meski, Nico memberikan catatan bahwa kondisi fundamental masing-masing perusahaan tetap menentukan. Hanya saja, emiten dalam jejaring konglomerasi memang memiliki ketahanan modal dan likuiditas yang cenderung lebih terjaga. Alhasil, bisa lebih kuat menghadapi tekanan krisis atau ketika bisnis belum seutuhnya pulih.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menyoroti kinerja bisnis sejumlah emiten konglomerasi yang juga ikut terangkat oleh kucuran insentif dari pemerintah. Misalnya saja, segmen bisnis otomotif Astra terpapar pemberian insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang mendongkrak penjualan mobil.

Dividen dan saham pilihan

Di samping kinerja perusahaan yang relatif lebih terjaga, berinvestasi di saham-saham konglomerasi juga bisa mendatangkan cuan lewat pembagian dividen yang lebih stabil. Abdul Azis mencontohkan INDF dan ICBP yang memiliki dividend payout ratio relatif stabil di 38%-49%.

"Selain itu juga pergerakan harga saham yang cenderung tidak begitu fluktuatif. INDF dan ICBP memiliki histori pembagian dividen yang cukup besar, dan rasio DPR dan dividend yield yang cenderung stabil," ujar Abdul Azis.

Nico juga mengamini bahwa dividend yield dan dividend payout ratio menjadi dua kata kunci penting untuk mencari perusahaan yang royal membagikan dividen. Mengenai dividen yield, Nico mencatat INDF berada di angka 4,6% dan ICBP sebesar 2,86%.

Baca Juga: Usai All Time High, Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Selasa (5/4)

Sedangkan di Group Astra, UNTR memiliki yield dividen 3,12% dan ASII sebanyak 1,97%. "Berapa dividen yield yang tinggi? yaitu yang nilainya di atas 5%. Berarti kalau mendekati 5% itu juga memberikan dividen besar," ujar Nico.

Pandhu menyambung, Group Astra dan Group Salim menjadi konglomerasi yang royal membagikan dividen, dengan dividen pay out ratio mencapai kisaran 40%-50% dari laba bersih. Hal ini akan menarik untuk investor jangka panjang.

Dengan outlook positif tahun ini, dan dorongan dari daya beli masyarakat yang semakin meningkat, Pandhu pun merekomendasikan untuk mengoleksi saham INDF dengan target harga Rp 7.500 untuk 12 bulan ke depan.

"Sedangkan untuk sektor komoditas meski kinerja kuat dan menawarkan imbal hasil dividen yang menggiurkan, kami tidak begitu yakin akan dapat bertahan di harga tinggi seperti saat ini. Sehingga lebih baik terus dipantau karena ada risiko penurunan harga komoditas," terang Pandhu.

Baca Juga: IHSG Mencapai Rekor Baru 7.116 Pada Senin (4/4) Diiringi Net Buy Asing

Sebagai alternatif untuk melakukan trading, secara teknikal Pandhu memandang ada beberapa emiten yang menarik untuk dicermati pelaku pasar seperti MDKA, AGII dan ADRO.

Sementara itu, Nico memberikan rekomendasi buy untuk saham Group Salim, yakni INDF dan ICBP dengan target harga (TP) masing-masing di Rp 8.250 dan Rp 10.800.

Untuk saham di jejaring konglomerasi lainnya, Nico menyarankan pelaku pasar untuk buy ASII dengan target harga di Rp 7.100 per saham dan UNTR dengan target harga Rp 30.300 per saham. Kemudian buy saham BSDE dengan target harga Rp 1.400 per saham. Adapun untuk LPKR Nico menyarankan hold dengan target harga di Rp 170 per saham.

Sedangkan Abdul Azis menjagokan saham ASII, UNTR dan BSDE. Dia melihat kinerja ASII masih akan terdorong oleh insentif PPnBM, UNTR mendapatkan katalis dari efek target produksi batubara dan dampaknya ke penggunaan alat berat, serta BSDE yang dipoles oleh fase pemulihan sektor properti.

"Untuk ASII, UNTR, dan BSDE dapat dilakukan buy dengan potensi kenaikan 10%-15%, tetapi tetap batasi risiko jika terjadi penurunan 3%," tandas Abdul Azis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×