Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar aset kripto menurun signifikan pada tahun 2023 lalu. Faktor global dan pajak transaksi kripto dinilai menjadi penyebabnya.
Asosiasi Blockchain Indonesia dan Pedagang Aset Kripto Indonesia (A-B-I & Aspakrindo) menyebut ada beberapa penyebab penurunan pasar aset kripto. Dari global seperti jatuhnya FTX pada tahun 2022 silam dan tuntutan hukum dari U.S. Securities & Exchange Commission (SEC) terhadap Binance dan Coinbase,.
Lalu penghentian sementara withdraw Bitcoin dari Binance, serta pemindahan 15.000 ETH ke Gate.io oleh Ethereum Foundation dianggap sebagai pemicu menurunnya minat pelanggan secara global yang berdampak langsung pada penurunan transaksi aset kripto di Indonesia.
Padahal, harga Bitcoin tercatat di angka US$ 44.000 atau sekitar Rp 683 juta, mencapai level tertinggi pertama kali sejak April 2022. Namun, data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan nilai transaksi aset kripto pada periode Januari - November 2023 mencapai Rp 122 triliun.
Angka itu turun signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 306,4 triliun. Bahkan, jauh lebih rendah dari periode puncak pada tahun 2021 yang mencapai Rp 859,4 triliun.
Baca Juga: Ada ETF Bitcoin Spot, Pelaku Usaha Kripto Indonesia Sumringah
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK, Hasan Fawzi menilai penyebab penurunan pasar set kripto karena masa puncaknya sudah terlewati. Lalu akibat animo yang turun dan sektor riil saat itu belum bergulir karena pandemi.
Di luar itu, A-B-I & Aspakrido menilai dari adanya pajak untuk setiap transaksi kripto. Sejak Mei 2022, transaksi kripto di Indonesia dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0,11% dari nilai transaksi pada exchanges yang terdaftar di Bappebti, ditambah Pajak Pengasilan (PPh) sebesar 0,1%.
Adapula biaya beli BTC sebesar 0,1% dan penjualan USDR sebesar 0,1%. Sehingga,total komisi per transaksi yang harus dikenakan (termasuk pajak) sebesar 0,41%. Sementara untuk exchanges yang tidak terdaftar hanya sebesar 0% - 0,1%.
"Terlihat adanya perbedaan signifikan dalam total biaya transaksi aset kripto pada exchanges yang terdaftar cenderung lebih tinggi," ujar Ketua A-B-I & Aspakrindo, Robby dalam keterangan resmi, Selasa (16/1).
Memang, lanjutnya, penerapan pajak terhadap aset kripto memiliki dampak positif sebagai kontributor penting bagi perekonomian Indonesia. Selain itu, penerapan pajak juga menciptakan transparansi, dan mendukung keberlanjutan industri di tingkat nasional.
"Namun dengan penerapan pajak yang lebih kompetitif dan kooperatif diharapkan dapat menghasilkan peningkatan transaksi", sambungnya.
Karenanya, ia berharap dalam merancang kebijakan pajak untuk aset kripto, penting untuk mempertimbangkan dampaknya secara menyeluruh terhadap pertumbuhan industri aset kripto di Indonesia.
Menghadapi tantangan ini, Direktur Utama digitalexchange.id Daniel Sukamto turut menyatakan harapan adanya penyesuaian tarif pajak yang tidak memberatkan pengguna. CEO Indodax Oscar Darmawan mendukung hal itu karena bertujuan agar pengguna dapat bertransaksi dengan lebih leluasa tanpa merasa terbebani.
Upaya ini diharapkan dapat memberikan dampak positif pada peningkatan pendapatan pajak. Sebab pengguna akan cenderung melakukan lebih banyak transaksi di platform industri aset kripto yang resmi terdaftar di Indonesia.
Selain penyesuaian tarif pajak, A-B-I & Aspakrindo juga berharap mendapatkan kesempatan untuk berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) guna menyampaikan paparan dan mencari solusi saling menguntungkan untuk memastikan pertumbuhan industri kripto di Indonesia dan penerimaan pajak yang optimal.
Baca Juga: Luno Indonesia : Spot ETF Bitcoin Jadi Tonggak Sejarah Baru di Dunia Kripto
CEO Tokocrypto Yudhono Rawis menyampaikan beberapa contoh solusi konkret akan hal ini. Diantaranya, penyesuaian tarif pajak aset kripto agar biaya transaksi kripto untuk pelanggan exchange terdaftar menjadi lebih kompetitif. Lalu, implementasi program tax amnesty untuk subjek pajak yang masih memiliki aset kripto di luar negeri, sehingga pendapatan pajak kripto di Indonesia dapat meningkat.
Direktur Eksekutif A-B-I & Aspakrindo Asih Karnengsih menambahkan, jika sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang mengklasifikasikan aset kripto sebagai aset keuangan digital, dapat dibebaskan dari pemungutan PPN yang juga sejalan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 (UU PPN).
"Penegakan tarif pajak bagi exchanges yang belum terdaftar di Indonesia, yang mana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022 dengan tarif PPN sebesar 0,22% dan PPh sebesar 0,2% sehingga pelanggan dalam negeri akan lebih memilih bertransaksi pada exchanges yang telah terdaftar," ujarnya.
Bappebti turut menyoroti pandangan dan solusi terkait penurunan volume transaksi aset kripto akibat pemberlakuan pajak aset kripto. Dalam tanggapannya, Bappebti akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengimplementasikan equal treatment yang implementatif terkait pemungutan pajak bagi pelanggan yang bertransaksi pada exchange yang belum terdaftar.
Bappebti juga menyampaikan hal lain yang sedang diupayakan untuk mendorong kembali peningkatan transaksi kripto, seperti pembentukan kelembagaan Perdagangan Fisik Aset Kripto, adanya penambahan layanan yang dapat ditawarkan oleh exchanges seperti staking dan juga pengembangan produk aset kripto berupa produk berjangka (futures).
Baca Juga: Exchange Kripto Tanah Air Sambut Positif Kehadiran ETF Bitcoin Spot
Lalu evaluasi dan penyempurnaan regulasi terkait aset kripto, termasuk penyederhanaan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk seleksi aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia. Tujuannya agar menstimulasi peningkatan kuantitas jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan tanpa mengurangi standar penilaian saat ini.
"Sehingga dengan opsi aset kripto yang lebih bervariasi, diharapkan minat masyarakat dapat kembali meningkat," tegas Plt. Kepala Bappebti Kasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News