Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerapkan aturan OJK No.9/POJK.04/2015 mengenai pedoman transaksi Repo bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK). Aturan ini akan mewajibkan transaksi Repo menggunakan Global Master Repurchase Agreement Indonesia (GMRA) Indonesia yang mengadopsi aturan GMRA global. GMRA global tersebut diterbitkan oleh International Capital Market Association (ICMA).
GMRA Indonesia dilengkapi dengan klausul yang menyesuaikan kondisi hukum dan pelaku di Indonesia. Salah satu yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia adalah prinsip keharusan adanya kepindahan kepemilikan dalam setiap leg transaksi Repo, pemeliharaan margin, dan penanganan kegagalan.
"Setiap transaksi Repo wajib pakai GMRA Indonesia. Aturan OJK No. 9/POJK.04/2015 ini pedoman Repo bagi LJK yang menyelenggarakan transaksi," ujar Nurhaida, Direktur Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Jumat (29/1).
Selain mengeluarkan peraturan tersebut, aturan GMRA ini juga dikuatkan dengan diterbitkannya Surat Edaran OJK No.33/SEOJK.04/2015 tentang GMRA Indonesia. Pemberlakuan GMRA sudah dijalankan sejak 1 Januari 2016 lalu, Namun, seremoni peluncuran aturan baru tersebut dilaksanakan pada hari ini.
Yang jelas, dengan adanya aturan GMRA ini maka praktik transaksi Repo yang dilakukan oleh seluruh sektor jasa keuangan akan terstandarisasi. Sebelum diluncurkan aturan ini, transaksi Repo dilakukan dengan mekanisme maupun perjanjian yang berbeda-beda.
Nurhaida bilang, untuk mendukung terlaksananya aturan baru tersebut, Ia akan memberikan intensif salah satunya adalah pajak. Saat ini pengaturan pajak Repo tersebut masih menunggu keputusan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Bulan Desember kemarin kita ada kick off meeting dengan kementerian Keuangan, bahkan Kementerian Koordinator Perekonomian. Nanti ada tahap berikutnya adalah pembahasan teknis, nah di situ akan kita bahas soal insentif," lanjutnya.
Saat ini, mekanisme pajak terhadap transaksi Repo yang berlaku masih memghitung transaksi yang terjadi dengan dua skema yakni pajak jual dan pajak beli. Nantinya, diharapkan dengan GMRA ini pajaknya akan dijadikan satu yakni pajak jual-beli.
Muliaman D Hadad, Ketua Dewan Komisioner OJK mengatakan bahwa dengan berlakunya aturan GMRA ini maka akan mampu meningkatkan likuiditas lembaga jasa keuangan. Repo sering digunakan oleh industri jasa keuangan untuk mendapatkan dana jangka pendek.
Oleh karenanya, OJK akan melakukan program pengembangan infrastruktur pasar Repo dengan memberikan dukungan standar akuntansi dan perlakuan pajak atas transaksi Repo. Nantinya diharapkan aturan ini dapat memberikan kepastian hukum terkait transaksi Repo. "Diharapkan ini merupakan solusi berbagai masalah transaksi Repo," ujarnya.
Perlu diketahui, berdasarkan data OJK. Dalam lima tahun terakhir, tahun 2011 hingga 2015 total volume tertinggi transaksi repo sudah menyentuh level tertingginya senilai Rp 150,2 triliun dengan nilai transaksi Rp 136,8 triliun. Padahal pada periode 2006 hingga 2011 volume tertinggi hanya menyentuh level Rp 42,6 triliun dengan nilai transaksi Rp 35,78 triliun.
"Ini diharap dapat mendorong pendalaman pasar dan terciptanya likuiditas di pasar modal. Bukan hanya bank, tapi seluruh industri jasa keuangan. Tentunya dengan memperhatikan hukum yang berlaku di Indonesia," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News