Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Sanny Cicilia
JAKARta. Pilihan investasi pada reksadana syariah bakal lebih beragam. Ada peluang bagi manajer investasi meracik produk reksadana berbasis efek syariah luar negeri atau mayoritas portofolio di efek luar negeri.
Ini menyusul rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan mengenai penerbitan reksadana syariah. Draf peraturan OJK menyatakan bahwa reksadana syariah berbasis efek syariah luar negeri wajib menginvestasikan minimal 85% portofolionya pada efek syariah luar negeri.
Efek syariah luar negeri mencakup efek syariah yang diterbitkan, ditawarkan, dicatatkan dan diperdagangkan di bursa efek luar negeri; dan informasinya dapat diakses dari Indonesia melalui media massa atau fasilitas internet.
Beleid anyar ini bagian dari revisi peraturan Bapepam LK nomor IX.A.13 mengenai penerbitan efek syariah.
Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK, Nurhaida mengatakan, ketentuan investasi reksadana pada efek asing saat ini masih mengacu pada Peraturan Bapepam LK nomor IV.B.1 dan IV.B.2 untuk reksadana konvensional. Beleid itu hanya menyatakan, reksadana konvensional dapat memutar hingga 15% pada efek asing. Selain itu, pada peraturan nomer IV.C.4 untuk reksadana terproteksi, dapat berinvestasi 30% pada efek asing.
Nurhaida mengklaim, penerbitan aturan baru itu untuk memenuhi permintaan pasar terhadap kenaikan portofolio asing dalam reksadana. "Produk reksadana yang saat ini ada dinilai kurang banyak. Pasar menginginkan bisa berinvestasi pada 100% efek asing sebagai alternatif," paparnya. OJK menargetkan, aturan ini bisa terbit tahun depan.
Sejumlah manajer investasi antusias menyambut aturan tersebut. Direktur PT CIMB Principal Asset Management, Gunanta Afrima, menilai, aturan ini berpotensi mengembangkan industri reksadana syariah di Indonesia. "Manajer investasi saat ini kesulitan mendapatkan pasokan aset dasar syariah, terutama untuk fixed income syariah sangat sulit," tutur Gunanta, Selasa (7/10).
Kendati demikian, beleid ini berpeluang menghadapi kendala. Sebab, dasar penentuan syariah efek luar negeri itu belum tentu sama dengan di Indonesia. Misalnya, rasio keuangan perusahaan yang harus dipenuhi sebagai efek syariah. "Harus dilihat lebih jauh apakah peraturan juga mencakup hal tersebut," terang Gunanta.
Bidik efek di Malaysia
Sebelumnya, Fajar Hidajat, Direktur Utama CIMB Principal Asset Management, menyatakan, rencana penerbitan produk reksadana baru dengan kebijakan investasi minimal 50% pada efek asing. Produk tersebut mengincar efek dari negara di kawasan Asia. "Kami sudah siap. Begitu aturan keluar, kami akan terbitkan Asean Fund atau Global Fund," ujarnya.
Perusahaan ini juga akan memanfaatkan jaringan regional grup, CIMB Principal Asset Management Berhad Malaysia, untuk penerbitan reksadana ini. "Reksadana kami di Malaysia merupakan global fund yang termasuk produk paling bagus di dunia. Reksadana tersebut beraset dasar 50% di Asia. Karena itu, kami akan fokus pada aset dasar efek di Asia," ungkap Fajar.
Senior Portfolio Manager BNI Asset Management Hanif Mantiq menilai, dengan aturan ini pihaknya bisa meracik produk reksadana khusus untuk tujuan investasi naik haji. "Jadi, kami bisa membuat reksadana pendapatan tetap syariah berbasis dolar AS, terutama untuk investor yang ingin menabung haji dengan investasi jangka panjang lima tahun," paparnya.
Menurutnya, produk anyar itu akan diluncurkan tahun depan. Adapun aset dasarnya berupa obligasi syariah atau sukuk di Malaysia.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menduga, efek syariah di Malaysia bisa menjadi incaran manajer investasi. "Pasar syariah paling maju di Asia adalah Malaysia," ujar Hans.
Dengan aturan tersebut, prospek reksadana syariah akan lebih menarik bagi investor. Sebab, instrumen untuk aset dasar menjadi lebih banyak dan lebih likuid. "Namun, pekerjaan rumah bagi manajer investasi adalah mempelajari lebih jauh pasar luar negeri, khususnya Malaysia," sarannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News