kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45904,33   -2,31   -0.25%
  • EMAS1.396.000 0,07%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

NAB Reksadana Terus Turun, Ini Penyebabnya


Jumat, 05 Juli 2024 / 21:47 WIB
NAB Reksadana Terus Turun, Ini Penyebabnya
ILUSTRASI. Kinerja reksadana kurang memuaskan dalam beberapa tahun terakhir.


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan pada industri reksadana masih berlanjut. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana terus mengalami penurunan sejak tahun 2021. Pada akhir tahun itu, NAB reksadana tercatat sebesar Rp 580,14 triliun.

Pada 2022, NAB ambles 12,40% menjadi Rp 508,18 triliun dan di 2023 turun 0,63% menjadi Rp 504,94 triliun. Pada tahun 2024, penurunan NAB reksadana masih berlanjut menjadi Rp 485,77 triliun per Mei 2024, sehingga mengakumulasi penurunan sebesar 3,72% sejak awal tahun.

Dana kelolaan atau asset under management (AUM) juga turun. Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), pada tahun 2021 total AUM industri sebesar Rp 826,70 triliun. Pada tahun 2022, nilai AUM turun 3,56% secara tahunan (YoY) menjadi 797,31 triliun, dan pada tahun 2023 kembali terkoreksi 0,44% YoY menjadi Rp 793,78 triliun.

Sepanjang tahun berjalan ini KSEI mencatat penurunan AUM sebesar 0,64% menjadi Rp 788,69 triliun hingga Mei 2024. Namun, pada bulan Mei terjadi kenaikan AUM sebesar 1,77% dari bulan sebelumnya.

Baca Juga: Reksadana Masih Memiliki Daya Tarik, Tapi

Perkembangan NAB dan AUM industri tidak sejalan dengan jumlah investor. KSEI mencatat jumlah investor reksadana justru bertumbuh secara konsisten. Total investor reksadana naik dari 6,84 juta di 2021 dan menjadi sebanyak 12,17 juta investor per Mei 2024.

Senior Vice President Head of Business Development Division HPAM Reza Fahmi mengatakan, hal tersebut disebabkan beberapa faktor. Pertama, banyak investor kecil yang masuk ke reksadana.

"Ini mungkin didorong oleh platform APERD berbasis online, yang memudahkan akses bagi investor ritel dengan dana terbatas," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (5/7). 

Kedua, kinerja reksadana kurang memuaskan dalam beberapa tahun terakhir. Return yang rendah dapat mengurangi minat investor.

Baca Juga: Sinarmas AM Kelola Reksadana Menggunakan Artificial Intellegence

Misalnya, pada tahun 2022 kinerja reksadana dari berbagai kelas masih kalah dengan laju inflasi sebesar 5,51%. Di tahun 2023, reksadana pasar uang dan pendapatan tetap berhasil mengalahkan inflasi, meskipun tidak terlalu signifikan.

Ketiga, selain reksadana, ada banyak alternatif investasi seperti Surat Utang Negara (SUN), sukuk tabungan, kripto, emas, dan saham di luar negeri. Keempat, kurangnya aliran dana masuk (fund inflow) juga memengaruhi kinerja reksadana.

"Kemungkinan ada sebagian investor yang beralih ke instrumen lain yang dapat memberikan perlindungan terhadap inflasi, seperti obligasi atau saham," paparnya.

Baca Juga: Ini Sebab NAB Reksadana Terus Menyusut Di Tengah Pertumbuhan Jumlah Investor

Reza mencermati, emas menjadi instrumen favorit, terutama bagi investor muda dan milenial. Menurutnya, salah satu pertimbangannya karena faktor keamanan.

Meski kinerja reksadana belum optimal, Reza berpandangan instrumen ini masih menarik karena diversifikasi dan likuiditasnya.

"Investor perlu mempertimbangkan tujuan, risiko, dan profil investasi sebelum memutuskan alokasi dana ke reksadana," imbuhnya.

Selanjutnya: OJK Beri Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha Kepada PT Lidean Pialang Asuransi

Menarik Dibaca: Pesan Hidup Dari Drakor Dreaming of Freaking Fairytale

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×