kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Moody's resmi menurunkan rating Lippo Karawaci


Rabu, 25 April 2018 / 15:44 WIB
Moody's resmi menurunkan rating Lippo Karawaci
ILUSTRASI. Gedung Mall Lippo, Kemang, jakarta


Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Moody's Investors Services resmi menurunkan rating PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) menjadi B2 dengan outlook negatif. Sebelumnya, perusahaan ini mendapat rating B1.

Di saat yang sama, Moody's juga menurunkan rating surat utang yang diterbitkan oleh Theta Capital Pte. Ltd dari B1 ke B2. Surat utang ini dijamin oleh Lippo dan juga beberapa anak usahanya. Outlook rating ini menjadi negatif.

Penurunan rating ini menindaklanjuti ulasan Moody's pada 11 April 2018, setelah LPKR terlambat dalam melaporkan laporan kinerja keuangannya dan gagal memenuhi kewajibannya dalam penerbitan pinjaman berbentuk dollar AS.

"Penurunan rating ini mencerminkan arus kas operasi yang lebih lemah dari perkiraan, untuk membayar bunga di tingkat perusahaan induk dan anak usaha bisnis LPKR selama 12 hingga 18 bulan ke depan," terang Jacintha Poh, Wakil Presiden dan Analis Senior Moody's dalam keterangan resminya, Rabu (25/4).

Tahun lalu, arus kas LPKR untuk mendanai operasi perusahaan juga masih terlihat lemah. Hanya ada sebesar Rp 1,3 triliun, termasuk untuk membayar bunga pinjaman sebesar Rp 1,1 triliun.

Sebagai catatan, arus kas ini tidak termasuk arus kas anak usahanya, Siloam International Hospital Tbk (SILO) dan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK).

Kekurangan dana segar itu dikontribusikan oleh kekurangan uang tunai di tingkat perusahaan induk. Pada 31 Desember 2016, kas internal LPKR berada di posisi Rp 1,8 triliun, dan per 31 Desember 2017 dana itu menyusut menjadi Rp 1 triliun saja.

Selain itu aktivitas investasi seperti kegiatan penjualan properti, peralatan dan penjualan investasi jangka pendek juga berkontribusi terhadap kekurangan dana tunai di kantong LPKR.

"Selama 12 sampai 18 bulan ke depan, jika tak berhasil mengeksekusi penjualan aset, kami memprediksi arus kas operasi bersih di perusahaan induk berada di level Rp 800 miliar," lanjut Poh.

Prediksi Moody's ini bukan tanpa sebab, LPKR tercatat memiliki investasi jangka pendek senilai Rp 7 triliun per 31 Desember 2017. Di antaranya termasuk saham di Lippo Malls Indonesia, Trust Ritel, First REIT dan PT Kawasan Industri Jababeka Tbk.

Saat ini rasio kecukupan modal LPKR berada di bawah 2,0 kali. Ini membuat LPKR tak dapat lagi meminjam utang dalam bentuk obligasi dollar AS, meski untuk menutupi kas operasi dan juga pembayaran bunga utang sekitar Rp 1 triliun.

Soalnya, pada 31 Desember 2017, LPKR punya utang jangka pendek senilai Rp 1,9 triliun. Terdiri dari, Rp 555 miliar untuk pembayaran amortisasi terkait pinjaman sindikasi senilai US$ 65 juta. Pinjaman ini akan jatuh tempo pada September 2019. Lalu, Rp 677 miliar merupakan pinjaman sinsikasi sebesar US$ 50 juta. Pinjaman ini sebenarnya sudah jatuh tempo dan sudah diperpanjang hingga September 2019.

Tahun depan, LPKR tetap memiliki risiko refinancing. Pandangan negatif dari Moody's ini merefleksikan ketidakpastian LPKR dalam menjual aset-asetnya. Dengan begitu, likuiditas keuangan perusahaan induk ini masih berpotensi terganggu selama 12 hingga 18 bulan ke depan.

Nah, Moody's melihat prospek negatif ini masih terus membayangi LPKR dan sulit naik kembali hingga 18 bulan ke depan.

Namun, Moody's tak menutup kemungkinan prospek LPKR bisa kembali stabil. Jika perusahaan dapat menjual aset-asetnya sehingga perusahaan punya dana cukup untuk menutup pembayaran bunga utang dan cicilan selama 12 bulan ke depan.

Moody's juga memperingatkan, bahwa peringkat ini bisa turun lebih dalam jika LPKR tak sanggup mengatasi risiko refinancing secara tepat waktu. Dan jika LPKR tidak mampu menutupi pembayaran bunga karena ada kendala dalam penjualan asetnya. Selain itu, peringkat rating obligasi LPKR juga bisa turun lagi, jika anak-anak perusahaannya berutang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×