kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.016.000   36.000   1,82%
  • USD/IDR 16.859   -49,00   -0,29%
  • IDX 6.503   57,52   0,89%
  • KOMPAS100 935   8,14   0,88%
  • LQ45 727   5,57   0,77%
  • ISSI 208   1,50   0,73%
  • IDX30 377   1,54   0,41%
  • IDXHIDIV20 455   2,05   0,45%
  • IDX80 106   0,88   0,84%
  • IDXV30 112   0,91   0,82%
  • IDXQ30 123   0,27   0,22%

Meski Rebound, Trennya Harga Minyak Dunia Masih Bearish


Selasa, 22 April 2025 / 09:53 WIB
Meski Rebound, Trennya Harga Minyak Dunia Masih Bearish
ILUSTRASI. harga minyak naik pada perdagangan awal Selasa (22/4), karena investor memanfaatkan kerugian hari sebelumnya untuk menutupi posisi short


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Setelah turun, harga minyak mentah dunia reboun pada Selasa (22/4).

Seperti dilansir Reuters, harga minyak naik pada perdagangan awal Selasa (22/4), karena investor memanfaatkan kerugian hari sebelumnya untuk menutupi posisi short, meskipun kekhawatiran terus berlanjut atas hambatan ekonomi dari tarif dan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) yang dapat meredam permintaan bahan bakar.

Selasa (22/4), harga minyak mentah Brent berjangka naik 51 sen, atau 0,8%, menjadi US$ 66,77 per barel pada pukul 00.45 GMT. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS berada pada US$ 63,59 per barel, naik 51 sen atau 0,8%.

Meski naik, Founder Traderindo Wahyu Laksono menyebut, pergerakan harga minyak mentah dunia masih cenderung lemah dengan berbagai sentimen negatif masih membayangi.

Pertama, tentunya soal perang tarif yang masih memanas antara AS dan China. Meski penundaan kebijakan tarif sempat memberi angin segar bagi berbagai komoditas energi, termasuk minyak, nyatanya kini aksi balas-balasan tarif masih terus berlanjut. Terbaru, China bahkan turut mengancam negara-negara yang membuat kesepakatan dengan AS.

Baca Juga: Harga Minyak Turun 2% Lebih Terdampak Perkembangan Perundingan AS-Iran

China dengan tegas menentang pihak mana pun yang mencapai kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China. Jika ini terjadi, China akan dengan tegas mengambil tindakan balasan.

Menurut Wahyu, itu kian menambah ketidakpastian ekonomi global. Ia mencermati potensi resesi global dari kondisi ini yang tentu akan turut mendorong turun harga minyak mentah.

Kedua, soal pasokan. “Data persediaan minyak mentah Amerika Serikat yang lebih tinggi dari perkiraan juga dapat menjadi faktor bearish,” sebut Wahyu kepada Kontan, Senin (21/4). 

Terkait itu, diskusi AS dan Iran soal nuklir malah menunjukkan indikasi positif. Itu bisa meningkatkan potensi kembalinya pasokan minyak Iran ke pasar global. Belum lagi, rencana gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina yang juga meredakan kekhawatiran pasar akan gangguan pasokan dari kawasan tersebut.

Lalu ketiga, soal ekonomi global. “Rilis data ekonomi yang kurang kuat dari beberapa negara dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek permintaan energi global,” jelas Wahyu. 

Nah, jika pertumbuhan ekonomi melambat, permintaan minyak mentah juga berpotensi menurun dan akhirnya menyebabkan koreksi harga.

Untuk jangka pendek, Wahyu memproyeksi minyak WTI masih memiliki potensi rebound di rentang harga US$ 62–US$ 66 per barel. Namun hingga akhir tahun, potensi pelemahan masih bisa berlanjut dalam rentang US$ 40–US$ 70 per barel.

Baca Juga: Harga Minyak Merosot, Rusia Pangkas Proyeksi Brent 2025 Jadi US$68 per Barel

Selanjutnya: Inilah Sosok Pembawa Acara Talk Show Terkaya di Dunia

Menarik Dibaca: Hobi Dekoratif Terbaru 2025 yang Bikin Rumah Makin Cantik dan Pikiran Makin Adem

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×