Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak dunia merosot lebih dari 2% pada hari Senin (21/4), didorong oleh tanda-tanda kemajuan dalam perundingan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran serta kekhawatiran terhadap permintaan global akibat potensi perlambatan ekonomi.
Minyak mentah Brent turun sebesar US$ 1,70 atau 2,5%, menjadi US$ 66,26 per barel. Sebelumnya, Brent sempat menguat 3,2% pada penutupan Kamis lalu, yang merupakan sesi perdagangan terakhir sebelum libur Jumat Agung.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun US$ 1,60 atau 2,5%, menjadi US$ 63,08 per barel, setelah sebelumnya mencatat kenaikan 3,54%.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Lebih dari 4% Senin (28/10) Pagi, Iran Redakan Ketegangan
Penurunan harga ini terjadi di tengah munculnya optimisme terkait perundingan nuklir antara AS dan Iran. Menurut Menteri Luar Negeri Iran, kedua negara sepakat untuk mulai menyusun kerangka kerja menuju kesepakatan nuklir potensial.
Seorang pejabat AS menyebut hasil diskusi tersebut menunjukkan “kemajuan yang sangat baik”.
Harry Tchilinguirian, kepala riset di Onyx Capital Group, menyatakan bahwa prospek positif dari perundingan ini memunculkan kemungkinan kembalinya pasokan minyak mentah Iran ke pasar global.
Ia juga mencatat bahwa likuiditas pasar cenderung rendah karena libur Paskah, yang turut memperburuk fluktuasi harga.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Turun 1% Rabu (5/2), Brent ke US$75,22 dan WTI ke US$71,76
Sebelumnya, AS telah menjatuhkan sanksi tambahan terhadap kilang minyak independen China yang dituduh mengolah minyak mentah asal Iran, meningkatkan tekanan terhadap Teheran.
Di sisi lain, pasar juga tertekan oleh sentimen negatif terkait prospek ekonomi AS. Presiden AS Donald Trump, kembali melontarkan kritik terhadap kebijakan Federal Reserve, dengan menyatakan bahwa ekonomi dapat melambat jika suku bunga tidak segera diturunkan.
Kekhawatiran terhadap permintaan energi juga meningkat, tercermin dari lonjakan harga emas dan penurunan indeks saham utama Wall Street lebih dari 1%. Analis Price Futures Group, Phil Flynn, menyebut kondisi pasar saat ini menunjukkan sentimen “risk-off” akibat tekanan dari sektor saham.
Sementara itu, OPEC+, kelompok produsen utama yang mencakup negara-negara OPEC dan sekutunya seperti Rusia, dijadwalkan menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari mulai Mei.
Baca Juga: Harga Minyak Anjlok Lebih dari 4%, WTI Tergelincir ke US$ 68,51 di Pagi Ini (28/10)
Namun, peningkatan tersebut diperkirakan akan sebagian tertutupi oleh pengurangan produksi dari negara-negara yang sebelumnya melampaui kuota.
Sebuah jajak pendapat Reuters pada 17 April menunjukkan kekhawatiran investor terhadap dampak kebijakan tarif yang berpotensi memperlambat ekonomi AS secara signifikan tahun ini dan tahun depan.
Probabilitas resesi dalam 12 bulan ke depan diperkirakan mendekati 50%. AS merupakan konsumen minyak terbesar di dunia.
Investor kini menantikan data ekonomi AS minggu ini, termasuk indeks PMI sektor manufaktur dan jasa bulan April, untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut mengenai arah perekonomian.
Selanjutnya: Prakiraan Cuaca Sulawesi Selatan Terbaru: Makassar, Palopo, Toraja, serta Lainnya
Menarik Dibaca: Harga Samsung A34 5G Ponsel dengan Kamera Jernih, Cocok untuk Bikin Konten Kekinian
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
