kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Meraih kemerdekaan finansial lewat reksadana


Selasa, 16 Agustus 2016 / 07:03 WIB
Meraih kemerdekaan finansial lewat reksadana


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan, Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Produk reksadana sudah malang melintang di Tanah Air selama empat dekade. Kini reksadana telah menjadi salah satu pilihan produk investasi menarik bagi masyarakat menuju kemerdekaan finansial.

Menilik sejarahnya, reksadana lahir di Indonesia seiring dengan pendirian PT Danareksa pada tahun 1976. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut meluncurkan produk reksadana bertajuk sertifikat Danareksa I dan II.

Kala itu, harga unit reksadana akan bergaung melalui frekuensi radio, bersamaan dengan pengumuman harga sembilan bahan pokok setiap hari. Namun baru pada tahun 1990, para pelaku pasar modal resmi memperoleh izin menelurkan reksadana dengan terbitnya Keppres No 53 Tahun 1990 tentang Pasar Modal serta Keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK.013/1990.

Hadir pula Undang-Undang No 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Setahun kemudian, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) mengeluarkan peraturan pelaksanaan reksadana yang berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK).

Instrumen reksadana pun berkembang pesat. Pada tahun 1996, terdapat 25 reksadana terbuka yang dikelola oleh 12 perusahaan manajer investasi. Total aset reksadana pada tahun 1996 mencapai Rp 2,78 triliun. Dana kelolaan membengkak hingga Rp 8 triliun pada pertengahan tahun 1997.

Jumlah reksadana bertambah menjadi 77 produk. Adapun jenisnya mencakup reksadana saham, campuran, pendapatan tetap, serta pasar uang. Masa itu bisa disebut sebagai "tahun reksadana".

Namun, kejayaan industri reksadana kena hajar krisis ekonomi pada tahun 1997. Aset reksadana menyusut. Investor berbondong-bondong keluar dari reksadana dan mengalihkan aset mereka pada instrumen deposito serta dollar Amerika Serikat (AS).

Walhasil, pada tahun 1998, total nilai aktiva bersih (NAB) industri reksadana mengecil hingga Rp 2,99 triliun dari 81 produk. Beranjak dari masa kelam, muncul jenis reksadana anyar bertajuk reksadana terproteksi pada tahun 2005 untuk memproteksi dana investor.

Inovasi terus bermunculan dalam industri reksadana. Di tahun yang sama, manajer investasi menerbitkan exchange traded fund (ETF). Selanjutnya, pada tahun 2006, muncul pula reksadana indeks (index fund). Lalu reksadana penyertaan terbatas yang meluncur pada tahun 2008.

Industri reksadana kembali terguncang pada tahun 2008. Krisis subprime mortgage yang bermula dari AS merembet ke mana-mana, termasuk Indonesia. Namun, pelan tapi pasti industri reksadana pulih dan terus bertumbuh.

Pada 8 Agustus 2016, dana kelolaan reksadana telah mencapai Rp 343,38 triliun. Sedangkan jumlah produk reksadana mencapai 1.256. Dari jumlah produk tersebut, 211 di antaranya terbit di tahun 2016.

Pilihan menarik

Rudiyanto, Direktur PT Panin Asset Management, optimistis, hingga pengujung tahun 2016, total dana kelolaan reksadana bisa mencapai Rp 350 triliun. Katalis positif bersumber dari kebijakan pengampunan pajak alias tax amnesty yang akan memicu masuknya aliran dana ke dalam negeri.

"Seharusnya penambahan 50.000 investor reksadana baru hingga akhir tahun memungkinkan," ungkapnya.

Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo memproyeksikan, prospek industri reksadana cerah, pemerintah terus menggenjot pembangunan infrastruktur. Hal ini akan menopang pertumbuhan ekonomi dalam negeri, selain konsumsi rumah tangga.

Direktur Utama Samuel Aset Manajemen Agus Yanuar berkeyakinan bahwa industri reksadana akan tumbuh seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat. Terutama kelas menengah tentang perlunya berinvestasi pada produk resmi yang terukur risiko dan potensi imbal hasilnya.

"Produk-produk investasi yang dikelola oleh manajer investasi mulai menjadi pilihan, terutama saat tingkat suku bunga turun," ujar Agus.

Selanjutnya, ia menilai bahwa tantangan industri reksadana di Tanah Air adalah menambah jumlah nasabah individu. Maklum, jumlah nasabah individu reksadana Indonesia paling kecil di kawasan ASEAN lain. Padahal, reksadana bisa jadi pilihan mencapai kemerdekaan finansial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×