kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   -13.000   -0,68%
  • USD/IDR 16.195   57,00   0,35%
  • IDX 7.898   -32,88   -0,41%
  • KOMPAS100 1.110   -7,94   -0,71%
  • LQ45 821   -5,85   -0,71%
  • ISSI 266   -0,63   -0,24%
  • IDX30 424   -3,04   -0,71%
  • IDXHIDIV20 487   -3,38   -0,69%
  • IDX80 123   -1,10   -0,89%
  • IDXV30 126   -1,56   -1,22%
  • IDXQ30 137   -1,32   -0,96%

Menilik Perkembangan Bursa Saham Serta Prospek Dana Asing ke Depan


Minggu, 17 Agustus 2025 / 21:04 WIB
Menilik Perkembangan Bursa Saham Serta Prospek Dana Asing ke Depan
ILUSTRASI. Suasana di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (29/7). Kapitalisasi pasar kini sudah menembus Rp 14,247 triliun dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berada di 7.898,37 pada Jumat (15/8/2025).. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/29/07/2025


Reporter: Rashif Usman | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia telah memasuki usia ke-80 tahun dengan sejumlah capaian ekonomi yang patut diperhatikan. Namun, di balik geliat pembangunan, kemerdekaan finansial dinilai masih menjadi mimpi yang belum tercapai oleh mayoritas rakyatnya.

Kemerdekaan finansial dapat dimaknai sebagai kemampuan seseorang dalam mengelola keuangannya secara sehat, sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup saat ini sekaligus mempersiapkan masa depan dengan aman.

Nah, salah satu jalan yang diyakini mampu mengantar ke arah tersebut adalah investasi. Dari sekian banyak instrumen yang tersedia, pasar saham kerap menjadi pilihan karena potensinya dalam menciptakan ketahanan finansial jangka panjang. 

Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi pasar modal Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat. Kapitalisasi pasar kini sudah menembus Rp 14,247 triliun dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berada di 7.898,37 pada Jumat (15/8/2025).

Bahkan, sepanjang perdagangan Jumat (15/8/2025) lalu, IHSG sempat menembus level psikologis 8.000 dan menyentuh titik tertinggi di level 8.017,06, bertepatan saat Presiden Prabowo Subianto melangsungkan pidato pada Sidang Tahunan MPR 2025.

Baca Juga: Begini Prediksi Arah Gerak IHSG Usai Sentuh Rekor Tertinggi Sepanjang Masa

Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan IHSG menorehkan sejarah baru dengan berhasil bergerak melewati level 8.000 diiringi rekor kapitalisasi pasar dan peningkatan signifikan aktivitas perdagangan di berbagai instrumen pasar modal. 

Rekor penutupan IHSG tertinggi sebelumnya dicapai pada Kamis (14/8/2025) pada level 7.931,25. Kapitalisasi pasar saham juga mencapai rekor sebesar Rp 14,315 triliun pada hari yang sama. 

Kautsar mengklaim pencapaian ini mencerminkan semakin kuatnya kepercayaan investor terhadap pasar modal Indonesia di tengah dinamika perekonomian global dan domestik. 

"Hal ini sekaligus menjadi bentuk kontribusi nyata investor pasar modal bagi perekonomian nasional di momen HUT ke-80 Republik Indonesia," kata Kautsar dalam keterangan resminya, Jumat (15/8/2025).

Partisipasi publik di pasar modal yang ditunjukkan oleh jumlah investor pasar modal turut menunjukkan pertumbuhan positif. Hingga pertengahan Agustus 2025, berdasarkan data per 14 Agustus 2025, total Single Investor Identification (SID) saham mencapai 7.490.594 investor dengan total SID pasar modal secara keseluruhan mencapai 17.680.869 investor. 

Kautsar menambahkan data perdagangan saham di BEI selama sepekan pada periode 11–15 Agustus 2025 ditutup pada zona positif. Peningkatan tertinggi terjadi pada rata-rata nilai transaksi harian BEI, yaitu sebesar 24,6% menjadi Rp 21,32 triliun dari Rp 17,07 triliun pada pekan sebelumnya. 

Peningkatan diikuti oleh rata-rata volume transaksi harian bursa dalam sepakan yang mengalami peningkatan sebesar 19,55% menjadi 35,88 miliar lembar saham dari 30,01 miliar lembar saham pada pekan sebelumnya. Rata-rata frekuensi transaksi harian selama sepekan turut mengalami peningkatan sebesar 5,87%, menjadi 2,08 juta kali transaksi dari 1,96 juta transaksi pada pekan lalu. 

Kapitalisasi pasar BEI juga mengalami peningkatan sebesar 5,11% menjadi Rp 14.247 triliun dari Rp 13,555 triliun pada sepekan sebelumnya.

Arah pasar saham

Jika ditelisik lebih dalam, pergerakan pasar saham di Indonesia sejatinya masih banyak digerakkan oleh emiten-emiten besar yang berada di bawah payung grup konglomerasi.

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat menilai laju IHSG saat ini lebih banyak digerakkan oleh saham-saham milik grup konglomerasi besar. Fenomena ini, kata dia, mulai mencuat sejak 2023 seiring dengan masuknya emiten jumbo seperti PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) melalui penawaran umum perdana (IPO).

"IHSG itu tidak mencerminkan situasi pasar saham yang sesungguhnya, karena di luar saham-saham grup konglomerasi sebenarnya mayoritas saham itu masih enggak kemana-mana," kata Teguh kepada Kontan, Minggu (17/8/2025).

Teguh memperkirakan dominasi saham konglomerasi masih akan berlanjut dalam satu hingga dua tahun ke depan, mengingat rencana IPO dari grup besar masih ada. 

Namun, bagi investor yang mengutamakan analisis fundamental, Teguh menyarankan untuk lebih fokus pada sektor dengan prospek jangka panjang, khususnya saham-saham di sektor komoditas yang masih memiliki katalis kuat.

Teguh merinci ada sejumlah sektor komoditas utama yang patut diperhatikan. Pertama, komoditas minyak sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Menurutnya, saat ini permintaan CPO tak hanya untuk minyak goreng, melainkan juga untuk biodiesel sebagai pengganti solar. Hal ini menekan volume ekspor CPO Indonesia, sehingga pasokan di pasar global berkurang dan mendorong kenaikan harga.

"Harga CPO yang naik itu membuat perusahaan-perusahaan sawit kita untung," ucap Teguh.

Kedua, komoditas batubara. Setelah sempat mengalami koreksi beberapa waktu lalu, harga batubara kini kembali menunjukkan tren kenaikan. Lalu, ada sektor nikel yang berhubungan dengan hilirisasi serta saham yang berkaitan dengan emas juga dinilai masih menarik untuk dicermati.

Di samping itu, sektor lainnya seperti ritel dan perbankan baru akan bergerak lebih solid jika ada dorongan dari belanja pemerintah dan peningkatan perputaran uang di masyarakat.

"Dalam hal ini situasinya berbeda dengan lima atau sepuluh tahun yang lalu, di mana kalau IHSG naik itu kita harus waspada, sekarang enggak. Kita bisa fokus saja ke fundamental perusahaan," jelas Teguh.

Baca Juga: Cetak Rekor Tertinggi Baru, Market Cap IHSG Jadi yang Tertinggi di ASEAN

Dus, Teguh menjatuhkan pilihan untuk saham-saham di sejumlah sektor komoditas antara lain seperti PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA), PT Archi Indonesia Tbk (ARCI), PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP).

Dihubungi terpisah, VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menilai valuasi IHSG dengan forward Price-to-Earnings ratio (PE) 13,28 kali per 15 Agustus belum menunjukkan nilai wajar karena masih berada di kisaran rata-rata tiga tahun terakhir. Tapi, posisi ini menunjukkan bahwa indeks sudah tidak lagi tergolong undervalued seperti pada awal tahun 2025.

Menurutnya, IHSG baru akan memasuki level valuasi premium jika PE bergerak pada rentang 14,5–15,6 kali, karena sudah mendekati standar deviasi +1 hingga +2 kali.

“Kami berpandangan dengan penguatan yang masih belum sepenuhnya didorong oleh emiten berbobot besar seperti di sektor keuangan, telekomunikasi dan industri, maka IHSG masih memiliki ruang penguatan,” jelas Audi kepada Kontan, Minggu (17/8/2025).

Namun, ia mengingatkan, jika sektor-sektor utama tersebut bergerak lebih lambat, pergerakan IHSG akan tetap cenderung volatil. Kondisi ini bisa semakin dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kebijakan tarif Amerika Serikat, tensi geopolitik global, maupun arah kebijakan moneter yang belum stabil sepenuhnya.

Arus dana asing

Sepanjang pekan lalu, pasar saham Indonesia dibanjiri aliran dana asing. Investor asing tercatat melakukan aksi beli bersih (net buy) sekitar Rp 5 triliun. Meski terlihat signifikan, jumlah tersebut sejatinya masih kecil jika dibandingkan dengan tren sejak awal tahun.

Teguh menjelaskan secara kumulatif sejak awal tahun 2025, posisi asing di pasar saham Indonesia masih mencatatkan penjualan bersih (net sell) Rp 55 triliun. Sebelumnya, angka itu sempat mencapai Rp 60 triliun, lalu berkurang karena masuknya dana Rp 5 triliun pekan lalu.

Aksi asing yang sesekali masuk, menurut Teguh, bukan berarti tren pembelian akan berlanjut. Pasalnya, kondisi ekonomi dalam negeri masih menghadapi tantangan, mulai dari turunnya daya beli masyarakat hingga minimnya belanja pemerintah.

Teguh memprediksi peluang net buy cukup berat hingga akhir tahun 2025. Sebab, untuk menutup posisi net sell Rp 55 triliun, asing harus masuk dengan dana minimal Rp 55 triliun lagi agar posisinya kembali net buy.

"Kemungkinan net sell bisa bertambah lagi, yang sekarang Rp 55 triliun bisa jadi Rp 60 triliun-Rp 70 triliun. Meskipun tetap kondisi ini juga tergantung situasi ekonomi," jelas Teguh.

Baca Juga: Pendekatan Investasi Jangka Panjang Jadi Fokus dalam Diskusi Pasar Modal

Lebih jauh, Teguh menyoroti kondisi belanja pemerintah yang masih terbatas. Hal ini disebabkan sebagian besar anggaran dialihkan untuk membiayai program baru, seperti Makan Bergizi Gratis hingga Koperasi Desa Merah Putih.

Ia menilai, program tersebut memang berpotensi mendorong perputaran uang di masyarakat sekaligus memberi efek positif pada ekonomi. Namun, kenaikan belanja negara juga harus diimbangi dengan pemasukan yang memadai. 

"Kalau pengeluaran digenjot tapi pemasukkan tidak sesuai target, artinya APBN kita defisit. Untuk menutup defisit pakai utang, artinya ambil uang dari luar negeri lagi. Imbasnya rupiah melemah dan asing enggak jadi masuk," papar Teguh.

Sementara itu, Audi meyakini arus inflow asing masih akan berlanjut ke IHSG seiring dengan pelonggaran kebijakan moneter dan juga stabilitas ekonomi dalam negeri. Sektor yang berpotensi mencatatkan inflow antara lain keuangan, telekomunikasi hingga barang baku.

"Saat ini investor harus dapat memanfaatkan momentum penguatan untuk capital gain dan longterm untuk dividen, terlebih emiten yang royal membagikan dividen masih beberapa yang belum sepenuhnya menguat," tutup Audi.

Selanjutnya: Prudential Syariah Dorong Literasi Keuangan Anak Muda

Menarik Dibaca: Cara Buka Blokir Facebook dengan Bantuan Pusat Dukungan,Cepat & Mudah Dilakukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×