kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.705.000   1.000   0,06%
  • USD/IDR 16.290   30,00   0,18%
  • IDX 6.750   -53,40   -0,78%
  • KOMPAS100 997   -8,64   -0,86%
  • LQ45 770   -6,78   -0,87%
  • ISSI 211   -0,72   -0,34%
  • IDX30 399   -2,48   -0,62%
  • IDXHIDIV20 482   -1,69   -0,35%
  • IDX80 113   -1,02   -0,90%
  • IDXV30 119   -0,06   -0,05%
  • IDXQ30 131   -0,75   -0,57%

Menilik Dampak Kehadiran Danantara ke Kinerja Pasar Saham


Senin, 24 Februari 2025 / 21:32 WIB
Menilik Dampak Kehadiran Danantara ke Kinerja Pasar Saham
ILUSTRASI. Saham emiten BUMN yang tergabung ke Danantara juga terpantau anjlok dan masih dijual oleh investor asing. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/21/02/2025


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) pada Senin (24/2).

Danantara dibentuk setelah revisi ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 4 Februari 2025.

Badan ini akan mengelola aset BUMN senilai US$ 900 miliar atau di atas Rp 14.000 triliun. 

Ada tujuh BUMN besar di Tanah Air yang bakal dikelola Danantara di tahap awal berjalannya ini.

Baca Juga: Peluncuran Danantara Tak Cukup Jadi Sentimen Positif Saham Bank BUMN

Tujuh BUMN tersebut adalah, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), dan Mining Industry Indonesia (MIND ID).

Pada gelombang pertama, investasi yang disiapkan mencapai US$ 20 miliar atau sekitar Rp 326 triliun ke dalam kurang lebih 20 proyek strategis. 

Nantinya, model pengelolaan Danantara direncanakan akan mengacu pada Temasek Holdings Limited milik Singapura dengan cakupan yang lebih luas.

Sayangnya, ada kekhawatiran soal tata kelola, persoalan modal, hingga rencana investasi yang belum jelas. Sentimen tersebut salah satunya tercermin dari tekanan yang masih terjadi di bursa Tanah Air.

Pada perdagangan Senin (24/2), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,78% ke level 6.749. Investor asing juga tercatat melakukan aksi jual sebesar Rp 656,18 miliar di pasar reguler.

Saham emiten BUMN yang tergabung ke Danantara juga terpantau anjlok dan masih dijual oleh investor asing. Tengok saja, saham BMRI, BBRI, BBNI, dan TLKM kompak lesu dalam beberapa waktu terakhir.

Saham BMRI pada Senin (24/2) turun 0,99% dan sudah turun 11,84% sejak awal tahun 2025 alias year to date (YTD). Saham BBNI turun 2,33% pada Senin (24/2) dan sudah turun 3,45% YTD. Senasib, TLKM sahamnya juga turun 1,89% secara harian dan turun 4,06% YTD.

Hanya saham BBRI yang naik 0,77% pada Senin (24/2), walaupun tetap mencatatkan penurunan 3,92% YTD.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI), Budi Frensidy melihat, pembentukan Danantara belum memberikan katalis positif ke kinerja pasar saham Tanah Air.

IHSG diproyeksikan bisa saja kembali ke level 7.000 meskipun tidak dalam waktu dekat. Minimal 1-3 bulan ke depan.

“Hal itu kemungkinan karena pasar belum begitu yakin Danantara akan bisa menaikkan kinerja IHSG,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/2).

Baca Juga: Danantara Resmi Meluncur, Cek Pergerakan Saham Emiten BUMN Anggota Potensialnya

Melihat tujuh BUMN yang tergabung di Danantara pada tahap awal ini, saham-saham perbankan pelat merah kemungkinan yang akan terdampak paling awal setelah Sovereign Wealth Fund (SWF) ini dibentuk.

Ke depan, kehadiran Danantara harus bisa meyakinkan publik agar bisa jadi katalis positif untuk pasar saham Tanah Air.

“Danantara harus bisa meyakinkan publik bahwa tata kelola, manajemen risiko, dan kinerjanya baik dengan imbal hasil yang memuaskan. Ini perlu waktu, minimal setahun ke depan,” paparnya.

Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman mengatakan, respons pasar cenderung netral pada perdagangan hari ini di BEI.

“Beberapa saham yang masuk dalam portofolio Danantara pun mengalami pergerakan yang mixed,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/2).

Selain perbaikan dari sisi narasi di domestik, pasar juga masih menunggu katalis lain yang dapat mendatangkan aliran masuk dana asing yang lebih besar, sehingga bisa memberikan katalis positif untuk pasar.

Fath melihat, BMRI, BBNI, dan BBRI juga sebaiknya dicermati dalam waktu dekat. Sebab, ketiga emiten perbankan BUMN itu akan memasuki masa pembayaran dividen di awal kuartal II 2025 disertai adanya rencana buyback saham.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan melihat, Danantara diharapkan dapat menjadi titik balik untuk kinerja pasar saham Indonesia ke depan. Namun, dalam jangka pendek, dampak dari SWF raksasa ini kemungkinan masih belum akan terasa signifikan.

Hal ini dinilai Ekky wajar, mengingat Danantara baru diresmikan, sehingga masih diperlukan waktu untuk melihat bagaimana eksekusinya di lapangan.

Selain itu, masih terdapat pro dan kontra terkait pembentukan Danantara. Beberapa kekhawatiran investor mencakup ketentuan bahwa Danantara tidak dapat diaudit, serta pengurusnya yang dibebaskan dari tanggung jawab jika terjadi kerugian. Hal itu pun menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana di Danantara.

“Namun, jika implementasi Danantara berjalan dengan baik, maka ada potensi besar untuk menarik inflow dana asing kembali, mempercepat proyek infrastruktur dan hilirisasi, serta akhirnya memperbaiki ekosistem investasi di Indonesia dalam jangka panjang,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/2).

Baca Juga: Ekonom: Efek Salah Pilih Nakhoda Danantara Bisa Bikin Koreksi Saham BUMN dan Rupiah

Ekky memperkirakan IHSG akan bergerak di rentang 6.500 – 6.950 di akhir kuartal I 2025.

Terkait kinerja buruk saham emiten BUMN yang tergabung dalam Danantara, hal itu disebabkan oleh investor yang masih wait and see terhadap implementasi badan SWF jumbo itu.

Selain itu, sentimen pasar secara keseluruhan masih negatif dengan arus dana asing yang terus keluar dari pasar Indonesia. 

Dalam kondisi saat ini, wajar jika saham-saham BUMN belum menunjukkan pergerakan yang signifikan, karena pasar masih didominasi oleh ketidakpastian dan ketakutan.

“Investor asing masih memilih untuk keluar, sementara investor domestik belum agresif melakukan pembelian,” paparnya.

Di sisi lain, kondisi BUMN Karya pun juga mengalami kondisi yang lebih berat dibandingkan BUMN lainnya. Faktornya berasal dari tekanan likuiditas, gagal bayar, serta pemangkasan anggaran infrastruktur semakin memperburuk prospek kinerja sektor ini.

Dengan berbagai tantangan tersebut, sulit bagi saham-saham BUMN Karya untuk pulih dalam waktu dekat. Kecuali, ada sentimen positif yang kuat, seperti restrukturisasi utang yang efektif atau peningkatan belanja pemerintah.

Meskipun saham emiten BUMN masih belum bergerak, namun emiten-emiten yang tergabung dalam Danantara cukup menarik untuk diinvestasikan.

“Justru dengan penurunan market saat ini bisa jadi kesempatan akumulasi saham di harga murah,” ungkapnya.

Ekky merekomendasikan pasar untuk mencermati saham BBRI dan TLKM dengan target harga masing-masing Rp 4.900 – Rp 5.000 per saham dan Rp 3.000 – Rp 3.200 per saham.

Vice President Marketing Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi melihat, target dari Danantara berpotensi memiliki sejumlah dampak yang ambisius ke ekonomi Indonesia. Pertama, kontribusi pada pertumbuhan target produk domestik bruto (PDB) sebesar 8% di tahun 2029.

Kedua, sektor utama dari renewable energy yang sebesar 40%, infrastruktur digital 25%, dan ketahanan pangan 15%, dengan 15-20 megaproyek diharapkan dapat menyerap tenaga kerja dalam negeri.

Ketiga, target menjadi top SWF global diharapkan menjadi pendorong peningkatan kerpercayaan investor global di Indonesia.

“Maka kami berpandangan positif dengan adanya SWF Indonesia ini untuk mengoptimalkan aset negara,” ujarnya kepada Kontan, Senin (24/2).

Baca Juga: Melihat Pengaruh Danantara ke Pasar Modal, Emiten Mana yang Diuntungkan?

Meskipun begitu, Danantara juga memiliki beberapa tantangan. Khususnya, terkait tata kelola yang menjadi kunci investor dalam melakukan kontrol untuk tetap menjaga transparansi serta akuntabilitas.

“Selain itu, jika optimalisasi aset BUMN ini tidak sesuai dengan ekspektasi, maka akan menjadi sentimen negatif untuk pasar,” paparnya.

Terkait penurunan harga saham BUMN anggota Danantara, Audi melihat penyebabnya ada dari beberapa faktor. Pertama, tekanan dari kinerja tahun 2024 yang masih berlanjut. Kedua, tekanan dari eksternal.

“Khususnya, dengan sejumlah bank sentral global yang diperkirakan masih menahan suku bunga acuan, sehingga kekhwatiran daya beli yang melemah,” tuturnya.

Ketiga, kekhawatiran investor terkait pengelolaan dividen emiten BUMN anggota Danantara justru akan menghambat pertumbuhan emiten. Keempat, netralisasi Danantara yang dikhawatirkan tidak berjalan baik, sehingga memberikan hambatan untuk pertumbuhan emiten kedepannya.

“Kami meyakini gorvenance yang baik dan terstruktur akan mendorong pendapatan emiten dalam Danantara itu sendiri,” ungkapnya.

Dari emiten anggota Danantara di gelombang pertama itu, Audi pun merekomendasikan beli untuk TLKM dan BMRI dengan target harga masing-masing Rp 2.830 per saham dan Rp 5.800 per saham.

Selanjutnya: Konsumsi 3 Rempah Ini Untuk Redakan Sakit Perut hingga Mual

Menarik Dibaca: Konsumsi 3 Rempah Ini Untuk Redakan Sakit Perut hingga Mual

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Mastering Finance for Non Finance Entering the Realm of Private Equity

[X]
×