Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Yudho Winarto
Sedangkan pada TLKM masih dinilai anomali. Sebab, dari sisi kinerja TLKM tidak memiliki banyak masalah. Dia menilai, persaingan di luar jawa yang semakin ketat menjadi salah satu indikasi penyebabnya. Persaingan antar operator telekomunikasi ini menjadi tantangan bagi TLKM. “TLKM gak ada masalah, di antara sektor telekomunikasi, saya memilih TLKM,” lanjutnya.
Pada sektor perbankan, dia masih melihat kinerja yang positif. Pelemahan yang terjadi pada BBNI dinilai karena investor menaruh perhatian pada tiga bank lain seperti BBNI, BBRI, dan BMRI. Pelaku pasar dinilai lebih mempertimbangkan size ketiga emiten tersebut.
BBCA dinilai memiliki kredit pihak swasta yang cukup besar, juga catatan non-performing loan (NPL) yang rendah. BMRI juga memiliki kekuatan sendiri dalam hal corporate loan, dan BBRI masih kuat dari sisi pertumbuhan kredit mikro. “BBNI tidak mengecewakan juga. Artinya dia juga kuat, di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, dia masih bisa bertumbuh double digit,” kata Hendry.
Hendry lebih menjagokan emiten TLKM dan UNTR. Kedua emiten ini dinilai masih bisa mengembangkan nilai kapitalisasi pasar seiring dengan potensi upside yang besar. “Untuk UNTR masih terpengaruh outlook batubara. Tapi perlu diperhatikan adanya perang dagang AS dan China,” katanya.
Sedangkan di antara 10 emiten big caps, Bertoni menilai HMSP dan GGRM memiliki potensi upside yang masih besar. Secara teknikal, saham in masih dikatakan bullish. Sedangkan pada saham UNVR secara teknikal dinilai tidak bullish lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News