Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koreksi yang menerpa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama beberapa hari belakangan membuat pasar cukup tertekan. Termasuk di antaranya membuat kapitalisasi pasar emiten menyusut. Beberapa saham mencatatkan penurunan nilai pasar yang terbilang signifikan.
Emiten-emiten yang masuk dalam jajaran kapitalisasi pasar besar (big caps) juga turut merasakan imbasnya. Dari sepuluh emiten terbesar, hanya ada tiga emiten yang masih belum merasakan indeks negatif sejak awal tahun atau secara year to date (YTD). Semuanya, dari emiten perbankan. Yakni BBCA (6,74%), BBRI (0,00%), dan BMRI (0,00%).
Sedangkan tujuh emiten lainnya, mencatatkan penyusutan bila ditarik pada periode sejak awal tahun. Meskipun tiga emiten perbankan berhasil mencatatkan pertumbuhan, hanya BBNI yang pergerakan sahamnya masuk dalam kategori minus (5,05%).
Sementara, enam emiten big caps yang nilainya menyusut antara lain HMSP menyusut 9,94%, TLKM menyusut 11,49%, UNVR menyusut 10,33%, ASII menyusut 10,24%, GGRM menyusut 10,98%, dan UNTR menyusut 4,80%.
Bertoni Rio, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia menyatakan dengan pertumbuhan kinerja 2017 yang solid, emiten perbankan masih memiliki dipercaya investor.
Sehingga mereka dinilai tidak panik untuk profit taking ditengah-tengah tren penurunan bursa saham di Indonesia. “Dalam sepekan ini, bursa tertekan dengan sentimen eksternal maupun pelemahan rupiah terhadap dollar AS,” katanya kepada KONTAN, Kamis (15/3).
Meskipun BBNI memimpin penurunan dari empat bank besar, hal tersebut tidak semata-mata dipengaruhi oleh kinerja emiten. Namun, cenderung mengikuti pelemahan dari IHSG. Berdasar kinerja kuartal sepanjang tahun lalu saja, BBNI masih mencetak laba bersih dan masih solid. “Ini koreksi wajar,” lanjutnya.
Sedangkan pada enam emiten lain seperti HMSP, TLKM, UNVR, ASII, GGRM, dan UNTR sejak akhir tahun kemarin sahamnya masih mencetak return. Dia menilai, sentimen negatif seperti melemahnya daya beli masyarakat turut menekan saham konsumer. “Konsumen juga mengerem untuk konsumsi berlebihan. Sehingga berkurang daya serap barang yang beredar,” ujarnya.
Emiten konsumer yang tertekan tersebut, kembali ditekan oleh sentimen melemahnya nilai tukar rupiah. Selain itu, juga ada kekhawatiran akan penurunan inflasi seiring turunnya daya beli masyarakat, juga harga komoditas dalam sebulan ini masih tertekan dibandingkan dengan tahun lalu.
Sentimen itulah yang menjadi penekan sektor konsumer menjadi tertekan. Hal itu terefleksi pada kinerja UNVR, HMSP, dan GGRM yang akhirnya menggerus nilai kapitalisasi pasar emiten tersebut.
Teuku Hendry Andrean, Research Manager Shinhan Sekuritas Indonesia sepakat bila pelemahan daya beli masih menekan kinerja emiten konsumer.
Hal itulah yang membuat kapitalisasi pasar emiten konsumer menyusut. “Seperti UNVR, ini terpengaruh penurunan daya beli masyarakat. Penjualan otomotif ASII juga terasa lesu,” kata Hendry.
Hal itu bisa ditunjukkan dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen yang sebelumnya dirilis oleh Bank Indonesia. Oleh karena itu, adanya sentimen tersebut mengharuskan UNVR fokus pada upaya efisiensi. “Ada potensi penurunan dividen payout ratio pada UNVR,” imbuhnya.
Sedangkan pada TLKM masih dinilai anomali. Sebab, dari sisi kinerja TLKM tidak memiliki banyak masalah. Dia menilai, persaingan di luar jawa yang semakin ketat menjadi salah satu indikasi penyebabnya. Persaingan antar operator telekomunikasi ini menjadi tantangan bagi TLKM. “TLKM gak ada masalah, di antara sektor telekomunikasi, saya memilih TLKM,” lanjutnya.
Pada sektor perbankan, dia masih melihat kinerja yang positif. Pelemahan yang terjadi pada BBNI dinilai karena investor menaruh perhatian pada tiga bank lain seperti BBNI, BBRI, dan BMRI. Pelaku pasar dinilai lebih mempertimbangkan size ketiga emiten tersebut.
BBCA dinilai memiliki kredit pihak swasta yang cukup besar, juga catatan non-performing loan (NPL) yang rendah. BMRI juga memiliki kekuatan sendiri dalam hal corporate loan, dan BBRI masih kuat dari sisi pertumbuhan kredit mikro. “BBNI tidak mengecewakan juga. Artinya dia juga kuat, di tengah perlambatan pertumbuhan kredit, dia masih bisa bertumbuh double digit,” kata Hendry.
Hendry lebih menjagokan emiten TLKM dan UNTR. Kedua emiten ini dinilai masih bisa mengembangkan nilai kapitalisasi pasar seiring dengan potensi upside yang besar. “Untuk UNTR masih terpengaruh outlook batubara. Tapi perlu diperhatikan adanya perang dagang AS dan China,” katanya.
Sedangkan di antara 10 emiten big caps, Bertoni menilai HMSP dan GGRM memiliki potensi upside yang masih besar. Secara teknikal, saham in masih dikatakan bullish. Sedangkan pada saham UNVR secara teknikal dinilai tidak bullish lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News