Sumber: KONTAN | Editor: Test Test
JAKARTA. PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) siap menggelar aksi korporasi besar mulai tahun depan. Produsen nikel ini akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Sungai Larona, Karebbe, Sulawesi Selatan.
INCO tak perlu pusing lagi memikirkan pendanaan proyek tersebut. Maklum, perusahaan ini sudah mengantongi fasilitas pinjaman berupa senior export facility agreement US$ 300 juta dari Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd dan Mizuho Corporate Bank.
Vale SA, selaku induk usaha tidak langsung INCO, bertindak sebagai pemberi jaminan atas pinjaman tersebut. Sekretaris Perusahaan INCO, Indra Ginting mengatakan, utang ini berjangka waktu delapan tahun dengan bunga LIBOR 6 bulan plus 1,5%.
Sejatinya, total kebutuhan dana proyek PLTA berkapasitas 90 Megawatt ini mencapai US$ 410 juta. INCO menargetkan, proyek pembangunan pembangkit listrik itu rampung pada tahun 2011.
Analis Danareksa Sekuritas Metty Fauziah berpendapat, rencana pembangunan PLTA ini sangat strategis bagi INCO. Dengan proyek ini, INCO bisa memangkas biaya produksi.
Dia menghitung, jika INCO masih memakai bahan bakar minyak dengan total produksi 77.000 ton, maka INCO harus mengeluarkan biaya sebesar 41% dari total biaya produksinya. "Kalau dengan PLTA, kemungkinan bisa ditekan hingga di bawah 30%," imbuhnya. Dalam jangka panjang, penurunan biaya itu bisa memoles kinerja INCO.
Hemat biaya produksi
Sampai akhir tahun ini, Metty memprediksi, realisasi produksi nikel INCO lebih rendah dari target manajemen yang sebanyak 63.000-65.000 ton. Kemungkinan, mereka hanya mampu memproduksi 61.600 ton, turun 11% dari tahun lalu.
Metty memprediksi pendapatan INCO tahun ini akan melorot 47,9% menjadi US$ 683 juta, dan laba bersih nya bakal tergerus 57,4% menuju US$ 153 juta. Jebloknya kinerja INCO tahun ini tak lepas dari penurunan harga nikel.
Tahun depan, Metty memperkirakan harga nikel akan kembali naik. "Kemungkinan harga jual rata-rata nikel di level US$ 19.000 per ton," paparnya. Sebagai perbandingan, harga jual rata-rata nikel di London Metal Exchange tahun ini US$ 15.000 per ton.
Melihat prospek harga nikel mulai pulih, Metty memprediksi, sepanjang 2010 pendapatan INCO akan naik menjadi US$ 1,18 miliar dengan laba bersih US$ 406 juta.
Tapi Analis Andalan Artha Advisindo Sekuritas Herman Koeswanto, menilai meski ekonomi dunia berangsur pulih, permintaan nikel tak akan melambung. Apalagi, banyak produsen nikel akan menambah pasokannya. Alhasil, dia memprediksi di 2010 harga jual rata-rata nikel hanya US$ 16.500-17.000 per ton, dan US$ 18.000-18.500 di 2011.
Herman setuju kinerja INCO di 2010 lebih baik dari tahun ini. Pendapatannya US$ 932,6 juta dan laba bersih US$ 284,9 juta. Karenanya, dalam jangka panjang, dia merekomendasikan beli saham INCO dengan target Rp 4.900 per saham.
Metty juga memberi rekomendasi beli dengan target Rp 5.000 per saham. Dia menghitung, price earning ratio (PER) INCO pada 2010 masih 8,8 kali. Sementara tahun ini, sudah mencapai 23,3 kali.
Kemarin (21/12), harga saham INCO turun 4,96% menjadi Rp 3.350 per saham. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News