kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.505.000   -15.000   -0,99%
  • USD/IDR 16.294   -199,00   -1,24%
  • IDX 7.013   -94,50   -1,33%
  • KOMPAS100 1.046   -17,77   -1,67%
  • LQ45 821   -12,85   -1,54%
  • ISSI 213   -2,95   -1,37%
  • IDX30 419   -6,89   -1,62%
  • IDXHIDIV20 506   -7,41   -1,44%
  • IDX80 119   -1,98   -1,64%
  • IDXV30 125   -1,92   -1,51%
  • IDXQ30 140   -2,02   -1,43%

Menakar Prospek Pasar Saham di Era Suku Bunga Tinggi


Sabtu, 16 September 2023 / 10:16 WIB
Menakar Prospek Pasar Saham di Era Suku Bunga Tinggi
ILUSTRASI. Karyawan memantau pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (17/5/2021). Menakar Prospek Pasar Saham di Era Suku Bunga Tinggi.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. The Fed diperkirakan masih akan menahan suku bunga pada pertemuan FOMC tanggal 19 – 20 September 2023. Suku bunga tinggi yang dipertahankan lebih lama bakal berimplikasi pada kebijakan moneter negara-negara dunia.

Senior Portfolio Manager Equity Senior Portfolio Manager Equity PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Samuel Kesuma menilai, kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) saat ini berada pada level paling restriktif sejak 2009, setelah menaikkan suku bunga dari 0,25% ke 5,5% sejak tahun lalu.

Tekanan inflasi AS saat ini dinilai sudah lebih melandai serta tekanan di sektor tenaga kerja juga mulai mereda. Efek tertunda dari akumulasi kenaikan suku bunga juga mulai semakin terasa di ekonomi, sehingga The Fed diperkirakan sudah mencapai puncak dari kenaikan suku bunganya.  

Baca Juga: Catat Saham-Saham yang Paling Banyak Dikoleksi Asing Sepanjang Pekan Ini

Hanya saja, The Fed diperkirakan masih menahan suku bunga di level tinggi dalam jangka waktu lebih lama (higher for longer). Data ekonomi AS yang lebih baik dari ekspektasi akan memaksa The Fed untuk tidak buru-buru menurunkan suku bunga, terutama karena risiko inflasi dinilai lebih besar ketimbang risiko pelemahan ekonomi.

Bank Indonesia (BI) diproyeksi juga akan mempertahankan tingkat suku bunga di level saat ini 5,75%. BI mengindikasikan bahwa masih terdapat alat kebijakan moneter selain mengubah suku bunga acuan yang dapat digunakan BI untuk menjaga stabilitas Rupiah seperti melakukan intervensi valuta asing dan menjaga imbal hasil obligasi di level menarik.

“Potensi turunnya suku bunga The Fed akan mulai terlihat apabila terdapat pelemahan kondisi ekonomi AS,” jelas Samuel dalam siaran pers, Jumat (15/9).

Menurut Samuel, kondisi suku bunga tinggi dapat memberi tantangan bagi kebijakan moneter negara lain. Sebab posisi suku bunga AS sebagai acuan dunia dapat membatasi ruang gerak bank sentral negara lain untuk mengubah suku bunga.

Baca Juga: Cermati Saham-Saham yang Paling Banyak Dijual Asing Selama Sepekan

Selain itu, higher for longer dapat memicu apresiasi dolar AS yang bisa memberi tekanan terhadap mata uang negara lain. Pada akhirnya, penguatan USD akan memaksa bank sentral lain untuk menahan tingkat suku bunga di level tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar.

Kondisi suku bunga tinggi juga akan mendorong perusahaan untuk lebih bijak dalam mengalokasikan modal. Era suku bunga tinggi akan menyebabkan biaya pendanaan lebih mahal dan mendorong perusahaan untuk mengalokasikan modal dengan lebih efisien dan efektif.

“Positifnya, kondisi ini dapat menghasilkan kinerja dan profil laba emiten yang lebih berkualitas karena didorong oleh meningkatnya produktivitas, bukan karena leverage dari utang,” kata Samuel.

Sementara itu, ke depannya apabila efek suku bunga tinggi mulai mereda dapat melemahkan kembali posisi penguatan USD. Dari domestik, perkembangan struktural Indonesia dari pembangunan hilirisasi industri metal Indonesia dapat berdampak positif pada kinerja ekspor dan memberi kontribusi devisa untuk membantu menjaga stabilitas Rupiah.

Dalam kondisi ini, Samuel mencermati, bagi Manajer Investasi (MI) yang melakukan pengelolaan dengan strategi aktif akan menguntungkan karena analisa mendalam terkait kondisi operasional emiten dapat memberi nilai tambah untuk menghasilkan laba jangka panjang.

Terkhusus di pasar saham, beberapa faktor dapat menjadi katalis di antaranya perubahan postur kebijakan The Fed di mana terdapat indikasi suku bunga tidak naik lagi. Dari internal, kondisi ekonomi Indonesia yang tetap stabil dapat mengembalikan minat investor domestik terhadap pasar saham.

Baca Juga: Intip Saham-Saham yang Paling Banyak Dikoleksi Asing Selama Sepekan Ini

Pasalnya, Indonesia dari perspektif makroekonomi sebenarnya merupakan pasar yang atraktif bagi investor saham seiring inflasi domestik yang terus melandai, sementara pertumbuhan ekonomi menguat. Valuasi pasar saham Indonesia saat ini pun berada pada level yang sangat atraktif, berdasarkan PE ratio di level 12x, atau 22% lebih rendah dari rata-rata historis.

Hanya saja, faktor eksternal selama ini menahan minat investor domestik seperti ketidakpastian kebijakan suku bunga The Fed, kekhawatiran resesi global, ataupun efek crowding out dari penerbitan SBN ritel yang menyerap likuiditas dari pasar saham.

Samuel menilai, pertumbuhan struktural Indonesia di bidang energi terbarukan dan juga pemulihan ekonomi Indonesia akan menjadi pertimbangan dalam menyusun portofolio ke depan. Transisi dunia menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia sebagai negara kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan seperti nikel, tembaga, dan bauksit.

Selain itu, secara taktikal, potensi dari sektor yang diuntungkan oleh pemulihan ekonomi Indonesia saat ini di antaranya sektor finansial. Perbankan Indonesia dalam posisi yang baik di mana rasio kredit bermasalah terus menurun, serta likuiditas masih tinggi.

Baca Juga: Asing Borong Saham-Saham ini pada Perdagangan Akhir Pekan, Jumat (15/9)

Potensi menguatnya sektor energi baru dan terbarukan (EBT) dan finansial tidak terlepas dari langkah China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia. Beberapa fokus pemerintah China adalah mendukung konsumsi domestik, memajukan industri energi baru terbarukan, pengembangan ekonomi digital, dan kemandirian sektor ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Dengan fokus kebijakan ini, kami melihat sektor yang berhubungan dengan energi baru terbarukan dan rantai pasoknya dapat diuntungkan, serta sektor konsumer dan teknologi juga dapat menjadi unggulan,” imbuh Samuel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×