Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
Oleh sebab itu, ia menilai wajar adanya kenaikan harga saham-saham yang berkaitan dengan komoditas minyak. Pengaruh dari sentimen ini akan terlihat pada emiten petrokimia apabila ternyata kenaikan harga minyak ini berlangsung dalam jangka panjang.
Aria melihat, kenaikan harga minyak telah terjadi sejak Oktober 2019, bukan baru-baru terjadi ketika Iran dan Amerika Serikat bersitegang. Namun, dengan adanya konflik ini, Aria menilai harga minyak kemungkinan akan lanjut merangkak naik setidaknya hingga akhir kuartal I-2020.
Baca Juga: Pembalasan Iran ke AS dinilai terlalu cepat & marah, ada bahaya nyata lepas kendali
“Dengan target harga kembali ke harga tertinggi seperti tahun 2018, dengan kisaran US$ 83 – US$ 85 untuk Brent Oil atau US 75 untuk West Texas Intermediate (WTI),” sambungnya.
Aria menilai, secara valuasi saat ini harga FPNI lebih murah dibandingkan TPIA. Namun, ia merekomendasikan wait and see untuk kedua saham ini. “Bisa ditunggu saat ada pelemahan di harga yang lebih baik,” tutupnya.
Baca Juga: Volatilitas harga minyak meningkatkan risiko fiskal
Pada perdagangan hari ini, saham TPIA ditutup melemah 3,38% ke level Rp 9.300 per saham. Pelemahan ini melengkapi koreksi saham TPIA yang melemah 10,36% selama sepekan ini. Saham FPNI juga ditutup melemah di level Rp 117 per saham. Selama sepekan saham FPNI telah terkoreksi 1,68%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News