kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menakar dampak kenaikan harga minyak terhadap emiten petrokimia pasca serangan Iran


Rabu, 08 Januari 2020 / 16:32 WIB
Menakar dampak kenaikan harga minyak terhadap emiten petrokimia pasca serangan Iran


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konflik antara Amerika Serikat dengan Iran memicu naiknya harga komoditas minyak dunia. Di satu sisi, kenaikan harga minyak tentu menguntungkan emiten minyak dan gas (migas). Namun, di sisi lain kenaikan harga minyak menjadi pemberat kinerja emiten petrokimia.

Sebagaimana diketahui, minyak menjadi salah satu bahan baku produk petrokimia, yakni naphtha.

Baca Juga: Perang terbuka AS-Iran kian dekat, begini kekuatan militer kedua negara

Lantas, bagaimana dampak kenaikan harga minyak terhadap kinerja emiten petrokimia seperti PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dan PT Lotte Chemical Titan Tbk (FPNI).

Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso mengamini bahwa naiknya harga minyak mentah bakal mengerek harga bahan baku dari emiten petrokimia. “Namun, kembali lagi bahwa harga jual produk petrokimia juga akan terkerek naik,” ujar Aria kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).

Menurut Aria, ada dua faktor yang akan membantu kinerja emiten petrokimia, yakni peningkatan harga jual produk dan efisiensi perusahaan. Kedua hal ini dipercaya akan menjadi penyeimbang kenaikan harga bahan baku dan menjaga margin keuntungan.

Senada, Direktur Riset Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus juga menilai naiknya harga minyak dunia akan memengaruhi margin keuntungan produk petrokimia. Namun, ia menilai sentimen kenaikan harga minyak dunia ini hanyalah bersifat sementara.

Baca Juga: OPEC kembali memangkas produksi, ICP Desember naik jadi US$ 67,18 per barel

“Memang benar tensi (kedua Negara) sedang memanas, tetapi kami berpikir bahwa tidak semudah itu terjadinya perang antara kedua Negara,” ujar Nico kepada Kontan.co.id.

Oleh sebab itu, ia menilai wajar adanya kenaikan harga saham-saham yang berkaitan dengan komoditas minyak. Pengaruh dari sentimen ini akan terlihat pada emiten petrokimia apabila ternyata kenaikan harga minyak ini berlangsung dalam jangka panjang.

Aria melihat, kenaikan harga minyak telah terjadi sejak Oktober 2019, bukan baru-baru terjadi ketika Iran dan Amerika Serikat bersitegang. Namun, dengan adanya konflik ini, Aria menilai harga minyak kemungkinan akan lanjut merangkak naik setidaknya hingga akhir kuartal I-2020.

Baca Juga: Pembalasan Iran ke AS dinilai terlalu cepat & marah, ada bahaya nyata lepas kendali

“Dengan target harga kembali ke harga tertinggi seperti tahun 2018, dengan kisaran US$ 83 – US$ 85 untuk Brent Oil atau US 75 untuk West Texas Intermediate (WTI),” sambungnya.

Aria menilai, secara valuasi saat ini harga FPNI lebih murah dibandingkan TPIA. Namun, ia merekomendasikan wait and see untuk kedua saham ini. “Bisa ditunggu saat ada pelemahan di harga yang lebih baik,” tutupnya.

Baca Juga: Volatilitas harga minyak meningkatkan risiko fiskal

Pada perdagangan hari ini, saham TPIA ditutup melemah 3,38% ke level Rp 9.300 per saham. Pelemahan ini melengkapi koreksi saham TPIA yang melemah 10,36% selama sepekan ini. Saham FPNI juga ditutup melemah di level Rp 117 per saham. Selama sepekan saham FPNI telah terkoreksi 1,68%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×