Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten konstruksi swasta diperkirakan bisa membaik di tengah tantangan berat pada semester II 2025.
Tengok saja, PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) yang hanya memasang nilai kontrak baru sebesar Rp 5 triliun di tahun 2025. Angka itu tak berbeda jauh berbeda dengan realisasi kontrak baru yang diperoleh TOTL di tahun 2024 sebesar Rp 5,08 triliun.
Corporate Secretary TOTL Anggie S. Sidharta menyatakan, Manajemen TOTL memang lebih berhati-hati dalam menetapkan target kinerja untuk tahun ini.
Ketidakpastian geopolitik dan situasi ekonomi domestik menjadi faktor utama yang membuat perusahaan cukup prudent dalam mengambil keputusan, termasuk ketika memilih proyek-proyek yang akan dikerjakan.
“Kita sambil melihat keadaan apakah memang diperlukan revisi (target) atau tidak untuk dikeluarkan,” ujarnya dalam konferensi pers TOTL, Kamis (15/5) lalu.
Baca Juga: Total Bangun Persada (TOTL) Amankan Kontrak Baru Rp 2,15 Triliun hingga April 2025
Meskipun begitu, kinerja emiten konstruksi swasta berpeluang menunjukkan perbaikan di kuartal II 2025.
Miftahul Khaer, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia mengatakan, biasanya aktivitas proyek mulai kembali aktif pasca Lebaran. Hal itu ditambah dengan dorongan percepatan pengerjaan menjelang akhir semester pertama.
“Terkait dengan dengan suku bunga di 5,5%, dampak sampai saat ini masih minor dan lebih berdampak pada beban utang para emiten di sektor ini,” ujarnya kepada Kontan, Senin (23/6).
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia menambahkan, kinerja emiten konstruksi swasta belum akan memuaskan di kuartal II 2025. Hal itu disebabkan kondisi makroekonomi yang masih belum stabil dengan suku bunga Bank Indonesia (BI) masih ada level 5,5% pada bulan Juni 2025.
“Suku bunga yang masih relatif tinggi membuat biaya kredit menjadi lebih tinggi,” ujarnya kepada Kontan, Senin (23/5).
Miftahul mengaku masih optimistis dengan kinerja emiten konstruksi swasta di semester II 2025. Terutama, jika pemerintah mampu merealisasikan belanja infrastruktur secara lebih agresif.
”Sebab, hal itu akan menjadi katalis positif, terutama bagi emiten swasta yang memiliki rekam jejak dan efisiensi tinggi,” paparnya.
Baca Juga: Laju Pertumbuhan Kredit Properti Melambat di Bulan Mei 2025
Meskipun begitu, masih terdapat risiko dari luar negeri, seperti ketegangan geopolitik Timur Tengah, yang perlu dicermati. Hal itu akan berpotensi ke biaya material impor atau logistik, namun skalanya kemungkinan masih manageable untuk proyek domestik.
“Dari sisi valuasi, saham-saham konstruksi swasta saat ini relatif masih terdiskon dibanding rata-rata historisnya,” ungkapnya.
Miftahul pun merekomendasikan akumulasi untuk NRCA dan TOTL masing-masing di harga Rp 300 per saham dan Rp 600 per saham. Target harga untuk NRCA dan TOTL masing-masing ada di Rp 350 per saham dan Rp 765 per saham.
“Untuk ACST dan JKON lebih spekulatif, tapi tetap layak dipantau jika ada perolehan kontrak baru atau perbaikan margin ke depan,” paparnya.
Nafan melihat, masih ada kemungkinan suku bunga BI masih tinggi lantaran ada tekanan inflasi. Alhasil, kinerja emiten konstruksi swasta masih akan tertekan di sepanjang tahun ini. Dia pun merekomendasikan accumulative buy untuk TOTL dengan target harga Rp 730 per saham.
Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) Muhammad Wafi merekomendasikan buy on breakout untuk TOTL di level Rp 670 per saham.
“Jika harga saham mampu breakout ke level Rp 670 per saham bisa lanjut ke Rp 765 saham. Kalau tidak bisa, hati-hati koreksi ke Rp 590 per saham,” ujarnya kepada Kontan, Senin (23/6).
Sementara, rekomendasikan buy on weakness untuk NRCA dengan level support Rp 290 per saham dan resistance Rp 330 per saham.
“Limited downside mendekati support bearish channel-nya dan berpeluang rebound untuk menguji resistance bearish channel-nya,” paparnya.
Selanjutnya: Gelar Penawaran Awal IPO Serempak, COIN dan BLOG Dianggap Paling Prospektif
Menarik Dibaca: 5 Efek Samping Bra yang Terlalu Longgar, Bikin Payudara Kendur!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News