Reporter: Dupla Kartini, Bloomberg | Editor: Dupla Kartini
SEOUL. Isu kawasan Eropa masih memicu keoknya mata uang Asia. Mayoritas mata uang regional melemah untuk hari kedua, di mana tekanan terbesar menimpa won Korea Selatan dan peso Filipina.
Won melemah 0,3% ke posisi 1.126,20 per dollar AS pada pukul 11.44 di Seoul. Sementara, peso terdepresiasi 0,3% menjadi 42,78. Di tempat lain, dollar Singapura tergelincir 0,3% ke level S$ 1,2596 terhadap dollar AS. Lalu, dollar Taiwan dan yuan China bergerak tipis masing-masing ke NT$ 29,574 dan 6,2965. Bloomberg-JPMorgan Asia Dollar Index yang mengkalkulasi 10 mata uang Asia teraktif pun tergerus sekitar 0,1%.
Mata uang regional tertekan, lantaran persetujuan bailout Yunani tidak mampu meredam kekhawatian pasar. Pasar masih mencemaskan perlambatan pertumbuhan global yang disebabkan oleh krisis utang Eropa.
Apalagi, harga minyak melonjak ke level tertinggi dalam sembilan bulan di New York. Tingginya harga minyak memicu spekulasi terjadinya percepatan inflasi, yang berpotensi membatasi ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter. Tahun ini, Indonesia, Filipina dan Thailand telah menurunkan suku bunga acuan untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi. Sementara, Cina dan India telah memotong rasio cadangan perbankan dalam tiga bulan terakhir.
"Pasar lega, tapi masih skeptis terhadap kemajuan implementasi di Yunani. Ada pula kekhawatiran baru yang disebabkan lonjakan harga minyak. Pasar cemas harga minyak akan mengancam pertumbuhan ekonomi global," ujar Sim Moh Siong, ahli strategi mata uang di Bank of Singapore Ltd.
Saktiandi Supaat, kepala riset valas di Malayan Banking Bhd. menyebut, salah satu perhatian utama di tahun ini, yaitu meningkatnya inflasi di Asia, yang terutama dipicu oleh kenaikan harga minyak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News