Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Melambatnya data inflasi Amerika Serikat (AS) menyeret turun posisi dolar (USD). Dolar AS diprediksi sulit bangkit dan berada dalam tren penurunan sampai akhir tahun 2023.
Laporan data inflasi konsumen atawa consumer price index (CPI) pada Selasa (14/11) malam menunjukkan bahwa tingkat inflasi AS melambat lebih dari yang diharapkan menjadi 3,2% pada bulan Oktober dari 3,7% pada bulan September. Sementara tingkat inflasi inti AS turun menjadi 4% yang merupakan tingkat terendah dalam lebih dari dua tahun.
Imbasnya, indeks dolar Amerika Serikat (DXY) turun ke 104 karena pasar kini tidak melihat lagi kemungkinan Federal Reserve bakal mengerek suku bunga. Hal itu tidak terlepas dari rilis data inflasi AS yang menunjukkan perlambatan, sehingga memudarkan nada hawkish The Fed.
Baca Juga: Rupiah Menguat Lebih Dari 1%, Simak Proyeksi Pergerakannya pada Kamis (16/11)
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan, dolar AS beranjak turun imbas dari penurunan data inflasi konsumen AS utamanya karena harga minyak mentah dunia merosot ke level di bawah US$ 80 per barel. Di satu sisi, pelemahan USD karena pasar sudah mengekspektasikan The Fed tidak akan lagi mengerek suku bunga seiring data tenaga kerja yang sebelumnya memberikan sinyal perlambatan.
“Reaksi jual dolar AS terjadi sering dan seirama ketika inflasi lebih rendah dari perkiraan. Itu pun diikuti turunnya imbal hasil US Treasury yang memudarkan prospek kenaikan suku bunga, sehingga dolar dihantam aksi jual,” ungkap Nanang kepada Kontan.co.id, Rabu (15/11).
Nanang melihat kemungkinan dolar AS masih akan bergerak turun sampai akhir tahun ini. Indeks dolar AS berpotensi terjun bebas ke kisaran 103.50, dan apabila berlanjut maka target pelemahan selanjutnya ke posisi 102.80.
Hanya saja, Nanang berujar, momentum turunnya perfoma USD tidak bisa menguntungkan mata uang rival seperti euro (EUR) dan poundsterling (GBP). Sebab kedua kawasan tersebut juga sudah berada di puncak kenaikan suku bunga, sejalan dengan data inflasi yang positif.
Baca Juga: Suku Bunga Fed Berakhir, Rupiah dan Sejumlah Mata Uang Ini Diuntungkan
Berdasarkan laporan CPI hari ini, (15/11), inflasi Inggris turun menjadi 4,6% pada Oktober 2023 dibandingkan 6,7% pada September dan Agustus lalu. Angka inflasi ini menandakan tingkat terendah sejak Oktober 2021 dan sedikit di bawah ekspektasi pasar sebesar 4,8%.
Inflasi dari zona euro juga terus menunjukkan pemulihan. Misalnya tingkat inflasi harga konsumen Jerman sebesar 3,8% yoy pada bulan Oktober 2023, turun tajam dari bulan sebelumnya sebesar 4,5%yoy. Angka terbaru ini menandai level terendah inflasi Jerman dalam dua tahun terakhir.
Oleh karena itu, Nanang mencermati bahwa penguatan EUR ataupun GBP terhadap USD sebenarnya tidak terlepas dari pelemahan dolar AS itu sendiri. Namun penguatan di akhir tahun masih memungkinkan karena pelemahan dolar AS bakal menjadi sorotan utama.
Penguatan signifikan justru dari belahan dunia lain yakni mata uang antipodean seperti Dolar Australia (AUD) dan Dolar Selandia Baru (NZD). AUD dan NZD tampil perkasa di hadapan USD yang kembali memperpanjang penguatan dalam sepekan lebih dari 1,5%.
Baca Juga: Berotot, Rupiah Jisdor Menguat 1,25% ke Rp 15.503 Per Dolar AS Pada Rabu (15/11)
Menurut Nanang, penguatan kedua mata uang tersebut turut berasal dari prospek ekonomi China yang kian pulih dan mendorong harga-harga komoditas. Di samping itu, kebijakan bank sentral Australia (RBA) mengerek suku bunga ke level 4,35% telah menjaga posisi mata uang komoditas tidak anjlok dalam.
Selain itu, Nanang mengamati bahwa naiknya harga AUD ataupun NZD karena kedua mata uang tersebut sebelumnya sudah mencapai palung pelemahan. Sehingga, terjadi aksi cari barang murah atau disebut bargain hunting terhadap dolar Aussie ataupun dolar Selandia Baru.
“Normalnya memang akan kembali naik karena sudah tertekan dalam sama halnya seperti Japanese Yen (JPY),” imbuh Nanang.
Nanang memperkirakan, AUD/USD bisa menuju zona harga US$ 0,68 dan NZD/USD berpotensi bergerak menuju kisaran US$ 0,62-US$ 0,63 di akhir tahun 2023 ini. Sementara, proyeksi GBP/USD akan bergerak ke level harga US$ 1,26-US$ 1,27 dan EUR/USD di posisi US$ 1,1.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News