kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.543.000   4.000   0,26%
  • USD/IDR 15.859   -120,00   -0,76%
  • IDX 7.478   -13,75   -0,18%
  • KOMPAS100 1.157   -1,90   -0,16%
  • LQ45 916   -3,66   -0,40%
  • ISSI 227   0,76   0,33%
  • IDX30 472   -2,98   -0,63%
  • IDXHIDIV20 569   -3,58   -0,62%
  • IDX80 133   -0,18   -0,13%
  • IDXV30 141   0,46   0,33%
  • IDXQ30 158   -0,66   -0,41%

Margin bisnis EPC memoles PTPP


Selasa, 03 Oktober 2017 / 08:37 WIB
Margin bisnis EPC memoles PTPP


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anda yang punya saham PT Pembangunan Perumahan Tbk (PTPP) mungkin masih harap-harap cemas melihat pergerakan harga saham ini. Sejak awal tahun, harga saham PTPP telah merosot 36,22%. Pada perdagangan kemarin, harganya ditutup di Rp 2.430 per saham.

Tapi, para analis optimistis harga saham emiten pelat merah ini bakal naik lagi. Apalagi, kinerja emiten ini cukup oke, didukung bisnis engineering, procurement, construction (EPC). Di kuartal II-2017, PTPP membukukan pendapatan Rp 5,2 triliun dan laba bersih Rp 442 miliar.

Pada kuartal I-2017, pendapatan PTPP baru sebesar Rp 2,9 triliun dan laba bersih Rp 130 miliar. Kenaikan pendapatan disumbangkan oleh segmen EPC. Pada kuartal II, segmen EPC menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1,2 triliun. "Jumlah tersebut melonjak dibandingkan periode-periode sebelumnya yang hanya di bawah Rp 1 triliun," kata Faozan Hadi, analis NH Korindo Sekuritas, Senin (2/10).

Faozan mencatat, secara tahunan porsi EPC terus meningkat dari 7% di 2015. Tahun ini, porsi bisnis EPC sudah mencapai 23%. Dengan demikian, Faozan memperkirakan pertumbuhan bisnis EPC bisa mencapai hingga 17%.

Sementara itu, sumbangsih segmen konstruksi terhadap pendapatan, menurut Faozan, perlahan mulai turun dari sekitar 80% pada 2014 menjadi sekitar 65% pada kuartal II 2017. "Segmen EPC memberikan gross margin lebih tinggi sekitar 20% dibandingkan dengan segmen konstruksi yang berkisar 12%," kata Faozan.

Hal tersebut terjadi karena jenis pekerjaan dalam segmen EPC lebih rumit, seperti pembangunan pembangkit listrik, instalasi pertambangan, dan minyak dan gas. Sedangkan segmen konstruksi tidak terlalu rumit, seperti membangun gedung, jalan dan infrastruktur umum.

Faozan juga menilai, PTPP konsisten dalam mencetak pertumbuhan kontrak baru. Hingga akhir September tahun ini, PTPP membukukan kontrak baru sebesar Rp 31,9 triliun. Jumlah ini tumbuh 40,53% dibanding pencapaian di periode yang sama tahun lalu senilai Rp 22,7 triliun. Jadi, realisasi kontrak anyar tersebut sudah 78,6% dari total target selama 2017.

Kontribusi kontrak baru tersebut masing-masing berasal dari PTPP sebagai induk mencapai Rp 28,1 triliun dan anak perusahaan sebesar Rp 3,8 triliun. Ada beberapa proyek yang berhasil diraih PTPP selama September lalu, di antaranya proyek Bandar Udara Kulonprogo, Yogyakarta dengan nilai Rp 6,5 triliun, Transmart Bali senilai Rp 497 miliar dan tol ruas Gempol-Pasuruan senilai Rp 423,5 miliar.

Diversifikasi bisnis

Konsistensi PTPP mencetak pertumbuhan kontrak baru, menurut Faozan, dipicu diversifikasi kontrak yang cukup beragam berdasarkan jenis proyek. Hingga kuartal II-2017, Faozan mencatat proyek gedung, yang merupakan proyek mayoritas PTPP, hanya menyumbang 30% terhadap total kontrak, sementara EPC menyumbang sekitar 20%.

"Dengan tidak adanya jenis kontrak yang terlalu dominan, PTPP dapat mempertahankan ritme pertumbuhan kontrak baru, meski terjadi perlambatan di suatu jenis kontrak," kata Faozan.

Senada, analis Samuel Sekuritas Akhmad Nucahyadi mengatakan, PTPP memiliki diversifikasi proyek dan risiko yang lebih rendah. PTPP tidak memiliki porsi yang signifikan pada proyek pemerintah dan juga eksposur rendah pada jenis proyek turnkey. "Hal ini menjadi indikasi sekaligus benefit pada posisi kebutuhan pendanaan dan posisi keuangan serta arus kas PTPP di kuartal berjalan," kata Akhmad dalam riset, Senin (2/10).

Akhmad mencatat, perseroan ini memiliki eksposur pada kontrak pemerintah yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan pesaingnya. Sedangkan eksposur terbesar berasal dari swasta dan BUMN mencapai 86,4%.

Agar kinerja semakin optimal, Faozan mengatakan, ke depan PTPP dapat konsisten memperbesar segmen EPC dengan memanfaatkan momentum pembangunan infrastruktur di sektor energi, seperti pembangkit listrik. "PTPP terutama dapat memanfaatkan proyek pembangkit listrik berkapasitas kecil 100 MHW," kata Faozan.

Menurut dia, tantangan PTPP ke depan adalah bagaimana mengelola tingkat utang. Faozan mencatat, total utang PTPP pada kuartal II-2017 mencapai Rp 6,8 triliun, atau hampir dua kali lipat dibanding dua tahun lalu, yakni Rp 3,6 triliun. "Peningkatan utang dapat memicu kenaikan biaya bunga dan menekan laba bersih," ujar Faozan.

Namun, Faozan melihat ada banyak katalis positif yang membayangi kinerja PTPP ke depan. Terutama apabila PTPP dapat mengelola pendanaan eksternal dengan lebih efisien. Faozan merekomendasikan buy saham PTPP dengan target harga Rp 4.060 per saham.

Akhmad juga merekomendasikan buy dengan target harga Rp 4.150 per saham. Alasannya, dibandingkan dengan pesaingnya, PTPP memiliki posisi keuangan yang lebih kuat. "Posisi kas di akhir tahun lalu hingga semester I-2017 tercatat di atas rata-rata emiten konstruksi BUMN dan swasta yang masuk dalam coverage kami," kata Akhmad. Hingga akhir tahun, Akhmad memproyeksikan pendapatan PTPP Rp 25,18 triliun dengan laba bersih Rp 1,3 triliun.

Kompak, analis Phillip Sekuritas Indonesia Yehuda Anthony Harahap, dalam riset 1 Agustus, merekomendasikan buy dengan target harga Rp 3.986 per saham. Kemarin, harga PTPP sebesar Rp 2.430 per saham, naik 5,19% dari hari sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×