Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Reksadana indeks kurang bertenaga di awal tahun ini. Manajer Investasi (MI) melihat, imbal hasil atau return dari produk-produk reksadana indeks terpantau minus mengikuti kinerja indeks acuannya.
Head of Equity PT BNP Paribas AM, Amica Darmawan mengatakan, performa reksadana indeks terseret oleh koreksi indeks acuannya. Misalnya koreksi pada indeks Sri Kehati telah berpengaruh pada lesunya kinerja produk-produk reksadana terkait.
Sebagai contoh, kinerja BNP Paribas Sri Kehati mengalami koreksi return sekitar 3,40% sejak awal tahun alias year to date (YtD) mengikuti koreksi indeks Sri Kehati sebesar 5,21% YtD per 30 April 2024. Beberapa efek terbesar produk BNP Paribas Sri Kehati di antaranya BBCA, BMRI, BBRI, TLKM dan BBNI.
“Koreksi indeks tersebut dipengaruhi oleh bobot sektor perbankan dan telekomunikasi. Hal itu karena sektor perbankan dan telekomunikasi merupakan sektor yang banyak dimiliki oleh asing,” ungkap Amica kepada Kontan.co.id, Jumat (24/5).
Baca Juga: BNI Asset Management Catatkan Dana Kelolaan Rp 25,94 Triliun hingga April 2024
Amica menjelaskan, ketika volatilitas rupiah tinggi dan pada awal tahun tingkat valuasi sudah di atas rata-rata historis, maka investor asing memiliki kecenderungan untuk melakukan aksi profit taking.
Direktur Panin Asset Management (Panin AM) Rudiyanto memaparkan bahwa reksadana Sri Kehati memang mayoritas berisikan saham-saham perbankan. Sehingga, wajar apabila koreksi indeks Sri Kehati terjadi karena performa perbankan turun di awal tahun 2024.
Menurut dia, saham bank di Indonesia rawan dengan aliran dana asing. Oleh karena itu, ketika terjadi aksi jual (net sell) maka saham akan berkinerja negatif, begitu juga sebaliknya.
Adapun berdasarkan data setelmen sampai dengan 16 Mei 2024, Bank Indonesia (BI) mencatat non residen atau asing jual neto Rp42,27 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), jual neto Rp 2,05 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp 53,18 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Selain itu, indeks ramai mengalami koreksi di awal tahun ini seiring dengan penurunan harga saham blue chip. Hal itu menyusul laporan keuangan kuartal I-2024 yang kurang memuaskan telah berdampak negatif bagi gerak saham.
“Kalau harga saham secara umum turun, semua reksadana indeks juga akan ikut turun. Sekalipun ada satu dua yang mungkin berbeda, biasanya tidak konsisten dan belum tentu bertahan lama,” ujar Rudiyanto saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (20/5).
Panin AM sendiri memiliki dua reksadana indeks pilihan yaitu Panin IDX-30 Kelas A dan Panin Sri Kehati Kelas A. Per 30 April 2024, kinerja dua produk tersebut terpantau turun masing-masing 2,90% dan 3,99% YtD.
Meskipun demikian, Rudiyanto meyakini reksadana indeks bisa memberikan pertumbuhan ke depan. Optimisme itu karena masih ada potensi penurunan tingkat inflasi Amerika Serikat (AS) yang diikuti dengan prospek penurunan suku bunga acuan.
Baca Juga: Prospek Reksadana Indeks di Tengah Rencana Pemangkasan Suku Bunga
"Ketika penurunan suku bunga AS sudah terealisasi, maka ada kemungkinan investor asing akan kembali masuk ke pasar saham Indonesia," imbuhnya.
Dengan demikian, Rudiyanto bilang, ketika harga saham-saham mulai mengalami kenaikan, maka indeks acuan reksadana juga akan mengikuti. Sebagai contoh, IDX-30 memiliki 30 anggota saham. Jika sebagian besar harga sahamnya naik, maka indeks IDX-30 juga mengalami kenaikan dan sebaliknya.
Amica turut menilai bahwa keadaan domestik ekonomi di semester kedua 2024 akan lebih baik karena ekspektasi produktivitas yang meningkat disertai minimnya hari libur. Selain itu, apabila volatilitas rupiah dapat berkurang dan lebih stabil, maka investor asing akan melirik kembali pasar modal Indonesia.
“Saat ini saham-saham berkapitalisasi besar yang telah terkoreksi dalam juga sudah berada di harga yang menarik untuk mulai diakumulasi untuk jangka menengah dan panjang,” ucapnya.
Direktur Operasional BNI AM Ade Yusriansyah menuturkan, reksadana indeks memang punya potensi pengembalian positif di masa depan. Sebab, reksadana indeks yang pengelolaannya pasif diproyeksi akan mengungguli reksadana yang pengelolaannya aktif dalam jumlah dana kelolaan.
Ade menyebutkan, terdapat beberapa faktor yang akan mendorong reksadana indeks mungkin bakal melampaui kinerja reksadana yang dikelola secara aktif di tahun 2025-2027 mendatang.
Pertama, reksadana indeks bersifat pasif yang bergantung pada kinerja indeks acuan dinilai lebih mudah dimengerti oleh nasabah. Kedua, reksadana memiliki limitasi terkait tracking error yang membuat dampaknya lebih efisien. Ketiga, total expense ratio reksadana pasif biasanya relatif kecil daripada reksadana pengelolaan aktif.
Ade menambahkan, reksadana indeks pun bukan berarti kinerja hanya bergantung pada pergerakan indeks acuan. BNI AM selaku Manajer Investasi juga rutin mengevaluasi performa indeks dan berusaha mengatur porsi besaran pada aset-aset yang mendasari (underlying asset) reksadana tersebut.
“Investor juga bisa memilih reksadana pada indeks-indeks tertentu saat kondisi pasar volatil. Dengan demikian, reksadana indeks tetap bisa dimanfaatkan bukan hanya bergantung pada indeks yang bergerak pada siklus tertentu,” ujar Ade saat ditemui di Jakarta, Senin (20/5).
BNI AM sendiri memiliki produk unggulan di kelas indeks yakni BNI AM Indeks IDX30. Kinerja return produk tersebut mengalami koreksi sekitar 3,03% YtD per 30 April 2024, mengikuti performa indeks IDX30 yang turun 4,96% YtD.
Terlepas dari koreksi return, produk reksadana kelolaan BNI AM, Panin AM dan BNP Paribas AM masih terdepan di kelas aset indeks dari sisi jumlah pengelolaan AUM.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 30 April 2024, BNP Paribas Sri Kehati mengelola AUM terbesar Rp 3,24 triliun, disusul BNI AM Indeks IDX 30 sebesar Rp 1,43 triliun, serta Panin IDX30 Kelas A sebesar Rp 1,38 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News