kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Manajer investasi proyeksikan sentimen negatif dari perang AS-Iran hanya sementara


Rabu, 08 Januari 2020 / 16:52 WIB
Manajer investasi proyeksikan sentimen negatif dari perang AS-Iran hanya sementara
ILUSTRASI. Layar pergerakan saham di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (27/12/2019).


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aksi balas dendam yang berpotensi membuat perang Amerika Serikat (AS) dan Iran semakin panas membawa iklim ketidakpastian di pasar keuangan dalam negeri. Tidak dapat dipungkiri kondisi ini membuat investor was-was. Namun, para manager investasi masih optimistis bahwa sentimen negatif dari kisruh AS dan Iran hanya berdampak dalam jangka pendek. 

Susanto Chandra, Chief Investment Officer Kisi Asset Management berpendapat pengaruh sentimen AS dan Iran hanya untuk jangka pendek karena dampak perang ke perusahaan di Indonesia hingga saat ini tidak ada. 

Hanya saja, Susanto memproyeksikan perang tersebut berpotensi mengerek harga minyak. Apabila perang berlanjut, investor harus terus memonitor pengaruh harga minyak terhadap laba bersih perusahaan di dalam negeri dan inflasi. 

Baca Juga: Sentimen global negatif, pemerintah tetap berharap yield SUN menurun di 2020

Senada, Direktur Bahana TCW Investment Soni Wibowo berpandangan, kisruh AS dan Iran hanya berdampak sementara. 

"Belajar dari pengalaman sebelumnya, ketika harga minyak naik karena masalah geopolitik sebenarnya sentimen tersebut hanya berlangsung sementara," kata Soni, Rabu (8/1). 

Soni berpendapat risiko yang timbul dari perang AS dan Iran di Timur Tengah cenderung berpengaruh pada harga minyak yang menjadi lebih mahal. Dampak selanjutnya, bisa membuat harga bensin di Indonesia juga lebih mahal. 

Bila harga bensin naik ini akan berefek dengan berkurangnya daya beli masyarakat dan pada akhirnya pendapatan perusahaan bisa ikut terkena imbas. 

"Harga minyak naik, instrumen saham dan obligasi perlu diwaspadai akan terjadinya koreksi harga," kata Soni. 

Senada, Susanto mengatakan apabila harga minyak terus naik secara signifikan maka inflasi berpotensi naik. Hal ini berpotensi membuat porsi investasi di obligasi tenor panjang jadi berkurang. 

Susanto menyarankan investor juga mengurangi investasi di emiten yang membutuhkan bahan baku yang harganya berkorelasi positif dengan harga minyak. 

Saat kondisi geopolitik sedang runyam, Soni menyarankan bagi investor untuk mengindari risiko (risk averse) dengan menempatkan dana investasinya di instrumen pasar uang terlebih dulu selama beberapa bulan sampai ketegangan geopolitik berhenti. 

"Setelah perang usai, silakan masuk ke saham kembali," kata Soni. 

Baca Juga: Analis: Kenaikan harga minyak dunia bersifat situasional dan jangka pendek

Susanto juga menyarankan investor perlu memonitor perkembangan perang AS dan Iran. Apabila perang meluas ke negara lain akan menimbulkan sentimen negatif tambahan. Namun, apabila perang hanya terfokus di negara Iran, maka seharusnya sentimen negatif akan perlahan mereda. 

Di satu sisi, instrumen emas jadi makin mengilap saat perang terjadi. Harga emas terus naik karena menjadi aset safe haven. Alhasil, emiten produsen emas bisa ikut menarik untuk dikoleksi. 

Menurut Soni, instrumen emas saat ini menarik untuk dikoleksi untuk jangka waktu sementara. Alasannya, emas tidak akan menghasilkan dividen dan tidak akan tumbuh berkembang karena hanya terpengaruh demand dan supply saja. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×