kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.908.000   1.000   0,05%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

Pasar Masih Bergejolak, Tantangan Emiten Properti Kawasan Industri Masih Banyak


Minggu, 06 Juli 2025 / 11:34 WIB
Pasar Masih Bergejolak, Tantangan Emiten Properti Kawasan Industri Masih Banyak
ILUSTRASI. Kawasan industri yang dikembangkan Puradelta Lestari (DMAS) di Cikarang.


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten properti kawasan industri diperkirakan masih ikut bergejolak pada semester II 2025. Hal ini lantaran masih banyaknya sentimen yang membuat pasar global dan domestik masih volatil.

Pergerakan saham mereka sejak awal tahun 2025 masih beragam. Misalnya, PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS) yang sahamnya turun 8,05% secara year to date (YTD). PT Jababeka Tbk (KIJA) sahamnya juga turun 3,23% YTD.

Hanya PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) yang sahamnya mampu naik 26,77% secara YTD.

Di sisi lain, pergerakan saham para emiten properti kawasan industri nampaknya belum mencerminkan kinerja keuangan terakhir mereka.

Sepanjang kuartal I 2025, SSIA sebenarnya melaporkan pendapatan sebesar Rp 1,06 triliun di kuartal I 2025, atau menurun 2,1% dibandingkan periode yang sama sebelumnya Rp 1,09 triliun. 

Baca Juga: Jababeka (KIJA) Melirik Peluang Relokasi Investasi Asing ke Kawasan Industri

Sebaliknya, KIJA justru mencatatkan kinerja positif di tiga bulan pertama tahun ini. KIJA membukukan pendapatan konsolidasi sebesar Rp 1,29 triliun di kuartal I 2025, tumbuh 87% dibandingkan dengan Rp 690 miliar pada periode sama tahun lalu.

KIJA pun menyiapkan sejumlah strategi untuk menghadapi tantangan dari volatilitas pasar di semester II 2025. Sekretaris Perusahaan KIJA Mulyadi Suganda mengatakan, dinamika global telah menciptakan ketidakpastian terhadap iklim investasi dan aktivitas perdagangan dunia.

Sebut saja, isu tarif resiprokal antara Amerika Serikat (AS) dengan mitra dagang mereka, penurunan indeks dolar AS, serta ketegangan geopolitik global, khususnya di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah,

Meskipun begitu, KIJA tengah melihat beberapa potensi peluang terhadap kawasan industri di Indonesia, termasuk kawasan yang dikembangkan oleh Jababeka di Cikarang dan Kendal. 

Terutama, dari tren relokasi dan diversifikasi rantai pasok industri yang mendorong peningkatan minat investor asing, khususnya dari Asia. “Meskipun beberapa di antaranya dalam posisi wait and see,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (4/7).

Lebih lanjut, terkait volatilitas indeks dolar AS, hal tersebut turut memengaruhi dinamika nilai tukar yang berdampak pada biaya pendanaan dan eksposur valuta asing.

Baca Juga: Simak Strategi Jababeka (KIJA) Hadapi Tantangan Pasar di Semester II 2025

Oleh karena itu, perseroan secara aktif memantau pergerakan pasar keuangan global dan menjalankan strategi manajemen risiko keuangan, termasuk potensi lindung nilai (hedging) dan struktur pembiayaan berbasis rupiah untuk mengurangi eksposur risiko nilai tukar.

“Kami telah lakukan konversi pinjaman dari dari US$ 87,4 juta menjadi mata uang rupiah sekitar Rp 1,4 triliun,” paparnya.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan melihat, kinerja emiten properti kawasan sektor properti kawasan industri di kuartal II 2025 juga diperkirakan masih akan tercatat variatif. Hal ini terkait dengan proyek eksisting mereka sepanjang periode ini.

Misalnya, SSIA diperkirakan akan mencatat pertumbuhan positif, terutama berkat realisasi penjualan lahan ke BYD serta dimulainya proyek konstruksi terkait ekosistem kendaraan listrik (EV).

Sementara itu, DMAS bisa mempertahankan kinerja yang solid dengan raihan pendapatan prapenjualan alias marketing sales yang masih tinggi. Ini didorong penjualan kawasan GIIC (Greenland International Industrial Center)  yang saat ini telah mencapai total area kurang lebih 1.846 hektare. 

“Namun, keterbatasan cadangan lahan (land bank) mulai menjadi hambatan bagi akselerasi pertumbuhan ke depan,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (4/7).

Baca Juga: Cair Hari Ini, Puradelta Lestari (DMAS) Bayar Dividen Tunai Rp 1,4 Triliun

Dari sisi makro, beberapa katalis sebenarnya mendukung sektor ini, seperti realisasi proyek-proyek strategis nasional (PSN) dan konstruksi industri berbasis EV yang terus berjalan. 

“Potensi penurunan suku bunga lanjutan dalam waktu dekat juga bisa menjadi pemicu peningkatan minat investasi,” paparnya.

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta juga menilai bahwa kinerja emiten properti kawasan industri masih tertekan. Ini merupakan dampak dari dinamika Perang Tarif AS dan fragmentasi geopolitik global yang membuat aktivitas industrialisasi terkontraksi secara global.

“Sementara, tantangan dari domestik terkait dengan masalah supremasi hukum akibat dinamika (konflik) dengan organisasi masyarakat (ormas),” ujarnya kepada Kontan, Minggu (6/7).

Menurut Ekky, risiko global masih bakal membayangi kinerja emiten properti kawasan industri, terutama dari sisi geopolitik dan perang dagang, yang berisiko memperlambat masuknya investasi asing. 

“Di sisi domestik, persoalan perizinan, sengketa lahan, dan gangguan sosial juga menjadi tantangan tambahan yang menimbulkan sentimen negatif terhadap sektor ini,” katanya.

Secara harga saham, SSIA dinilai sudah menunjukkan apresiasi pasar terhadap prospek bisnisnya, dengan tren teknikal yang mengarah ke bullish. Kenaikan harga saham SSIA dinilai sejalan dengan kinerja dan sentimen positif proyek EV. 

 

Saat ini, saham SSIA ada di level Rp 1.705 per saham. Target teknikal berikutnya berada di Rp 2.000 per saham. “Namun perlu diwaspadai jika momentum melemah dan harga turun ke bawah Rp 1.600 per saham, karena itu bisa menjadi sinyal awal pembalikan arah,” katanya.

Di sisi lain, meskipun mencatat kinerja operasional yang relatif stabil pada kuartal I, namun DMAS dan KIJA belum mendapat apresiasi yang signifikan dari pasar. Ini terlihat dari pergerakan saham yang masih sideways.

Untuk KIJA, saat ini harga sahamnya ada di level Rp 180 per saham. Apabila harganya mampu menembus resistance di Rp 186 per saham, ada potensi kenaikan lanjutan ke Rp 200 - Rp 206 per saham. Sehingga, KIJA menarik untuk strategi trading jangka pendek.  

“Sedangkan DMAS cenderung wait and see hingga muncul katalis baru atau sinyal teknikal yang lebih kuat,” paparnya.

Senada, Nafan melihat, pemulihan emiten properti kawasan industri baru akan mulai jika sentimen perang dagang mereda dan bank sentral mulai menurunkan suku bunga acuan.

Meredanya sentimen perang dagang bisa menstabilkan rantai pasokan global, sementara penurunan suku bunga bisa mendorong ekspansi manufaktur.

Baca Juga: IHSG Melemah 0,47% dalam Sepekan, Ini Sentimen yang Menyeretnya

Untungnya, sektor industri Indonesia masih bisa terbantu dari perdagangan di ASEAN dan kawasan Asia lainnya. Selain dekat dan tak terdampak secara langsung dari isu global, rata-rata pertumbuhan ekonomi negara di Asia juga cukup tinggi. 

Hal tersebut pun mampu membantu emiten properti kawasan industri dalam meningkatkan kinerja. 

Sayangnya, Nafan belum memberikan rekomendasi untuk DMAS dan KIJA lantaran pergerakan sahamnya masih stagnan. Sementara, rekomendasi sell on strength disematkan untuk SSIA.

Selanjutnya: Genre Film Horor Menjadi Penyelamat Kelesuan Bisnis Film

Menarik Dibaca: Strategi Mengatur Anggaran Olahraga Remaja agar Tetap Hemat & Efektif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×