Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara tetap dalam tren bullish dalam beberapa waktu ke depan. Masih tingginya permintaan dari sejumlah negara kawasan Asia memberi sentimen positif pada komoditas ini.
Kemarin, harga batubara kontrak pengiriman Oktober di ICE Futures bertengger di US$ 114,00 per metrik ton, atau menguat tipis 0,04% ketimbang sehari sebelumnya. Adapun dalam sepekan terakhir, harga batubara telah menguat 1,56%.
Sebenarnya, sepanjang pekan ini pergerakan si hitam cenderung stagnan. Karena selalu ada di level US$ 113 per metrik ton dan menjajal posisi US$ 114 per metrik ton.
Kendati demikian, analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar mengatakan, dalam waktu dekat harga batubara berpotensi menguat dan bisa melampaui US$ 114,15 per ton yang dicapai pada 29 Agustus lalu. Sekadar catatan, angka tersebut merupakan level tertinggi batubara sejak Januari 2013.
Alasannya, permintaan batubara yang tinggi dari Filipina, Vietnam, hingga Korea Selatan, membuat harga komoditas tersebut masih berada di tren bullish. "Padahal, Korea Selatan sudah mulai membatasi penggunaan batubara, namun faktanya kebutuhan impor komoditas energi masih cukup tinggi," terang dia, Jumat (7/9).
Selain itu, katalis positif bagi pergerakan harga batubara juga berasal dari kabar adanya sejumlah tambang di China yang ditutup sebagai efek dari inspeksi lingkungan. Dengan begitu, permintaan batubara dari China berpotensi meningkat, untuk mengantisipasi ancaman berkurangnya cadangan.
Lebih lanjut, terdapat prediksi dari Fitch bahwa cadangan gas alam dunia akan mengalami defisit di periode 2020–2025. Alhasil, sejumlah perusahaan pengelola pembangkit listrik mulai kembali mengincar batubara.
Direktur Garuda Berjangka Ibrahim menilai, penguatan harga batubara juga terbantu oleh koreksi yang terjadi pada indeks dollar AS dalam dua hari terakhir.
Efek data AS
Namun, dalam jangka pendek Ibrahim memprediksi kenaikan harga batubara akan cenderung terbatas. Itu pun bergantung pada data ekonomi AS. Kemarin, AS mengumumkan non-farm payroll di Agustus mencapai 201.000, jauh lebih tinggi ketimbang proyeksi dan realisasi bulan sebelumnya. Dus, ada kemungkinan harga batubara kembali tertekan.
Sentimen perang dagang AS dan China juga dapat membayangi prospek harga batubara. Efek perang dagang membuat perekonomian China melambat, sehingga bisa memicu berkurangnya permintaan batubara dari negara itu.
Belum lagi, AS juga mulai membidik Jepang sebagai sasaran kebijakan tarif impor. Jika dampaknya serupa dengan China, maka pergerakan harga batubara bisa terganggu. Ini mengingat permintaan batubara dari Jepang juga tergolong tinggi.
Ibrahim memproyeksikan harga batubara berada di kisaran US$ 112,90–US$ 115,10 per metrik ton di awal pekan depan. Sedangkan dalam sepekan, Deddy menebak, si hitam bisa ada dalam rentang US$ 112,30–US$ 115,00 per metrik ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News