kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Logam industri jatuh akibat perlambatan manufaktur China


Kamis, 01 Februari 2018 / 06:45 WIB
Logam industri jatuh akibat perlambatan manufaktur China


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas logam industri di London Metal Exchange (LME) kompak memerah. Data pertumbuhan indeks manufaktur China yang melambat ditengarai menjadi alasan investor untuk sejenak menjauhi komoditas tersebut. Analis memperkirakan penurunan harga logam industri akan berlanjut hingga akhir pekan ini.

Pada penutupan perdagangan Selasa (30/1), harga timah kontrak pengiriman tiga bulanan di London Metal Exchange (LME) tercatat melemah 1,37% dari sehari sebelumnya. Harga timah tercatat US$ 21.925 per metrik ton. 

Pada periode yang sama, harga tembaga juga melemah 0,49% menjadi US$ 7.050 per metrik ton. Lalu harga nikel anjlok 3,3% menjadi sebesar US$ 13.350 per metrik ton. Sedangkan harga aluminium terpangkas 0,81% menjadi 2.207 per metrik ton.

Andri Hardianto, analis Asia Tradepoint Futures, mengatakan, koreksi harga logam industri terjadi karena rilis data manufaktur China di Desember 2017 di luar ekspektasi pelaku pasar. Federation of Logistics and Purchasing China melaporkan, indeks manufaktur China di Desember 2017 terkoreksi menjadi 51,3 dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 51,6. 

Angka ini juga lebih rendah dari proyeksi pelaku pasar sebesar 51,5. Memang, indeks manufaktur yang masih di atas 50 sebenarnya masih positif, karena menunjukkan adanya ekspansi. Jangan lupa, China merupakan konsumen komoditas terbesar di dunia. 

Wajar jika data ekonomi negara tersebut bisa menggerakkan harga. "Data ini yang menentukan aktivitas manufaktur global karena China menguasai 50% perdagangan logam industri," papar Andri, Rabu (31/1).

Padahal dollar Amerika Serikat (AS) tengah terpuruk. Kemarin, indeks dollar AS turun ke 88,95, level terendah sejak Desember 2014. Dollar semakin melemah karena pidato Presiden AS Donald Trump minim penjelasan terkait prospek ekonomi AS ke depan. 

Normalnya, koreksi nilai tukar dollar AS akan membuat harga logam industri yang diperdagangkan dengan mata uang tersebut menguat. Namun hal ini tak berpengaruh bagi pergerakan harga logam industri. 

Kali ini, harga komoditas komoditas metal ini tak bisa memanfaatkan kejatuhan dollar. "Kalaupun ternyata hasil rapat The Fed bernada dovish, hal itu juga tak berpengaruh," imbuh Andri.

Dalam perkiraan Andri, pekan depan harga komoditas logam industri cenderung bergerak sideways. Pelaku pasar kemungkinan akan lebih menahan diri hingga libur tahun baru China rampung. 

Maklum, libur Imlek biasanya akan membuat aktivitas perdagangan komoditas sepi. Setelah libur usai, aktivitas perdagangan akan kembali normal dan harga komoditas berpeluang menguat lagi.

Meski dirundung sentimen negatif, tetapi Andri melihat fundamental komoditas masih cukup baik. Alhasil, harga tidak akan melemah terlalu dalam. Dari sisi pasokan, nikel masih dalam kondisi defisit karena produksi di Filipina belum pulih akibat kebijakan tambang yang ketat. 

Sedangkan harga tembaga dan aluminium masih didukung tren kenaikan permintaan. Andri menyebut, harga komoditas logam industri bisa kembali membaik bila data sektor otomotif dan data manufaktur yang dirilis bulan Februari ini positif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×