Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana terproteksi yang kerap disebut sebagai reksadana aman ternyata tetap penuh risiko. Baru-baru ini ada dua reksadana terproteksi yang aset dasarnya gagal bayar.
Gagal bayar surat utang berbentuk obligasi maupun medium term notes (MTN) menjadi risiko reksadana terproteksi yang menjadikan surat utang tersebut sebagai underlying asset.
Belakangan, kasus gagal bayar MTN yang menjadi aset dasar reksadana terproteksi kembali terjadi. Majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang 6 Mei lalu menetapkan status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Dampaknya, SRIL jadi tidak bisa melunasi MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 yang jatuh tempo pada Selasa (18/5).
Ternyata, persoalan tersebut berbuntut panjang karena MTN Sritex Tahap III tersebut meruapakan aset dasar produk reksadana terproteksi besutan PT Bahana TCW Investment Management yang bernama Bahana Core Protected Fund USD.
Baca Juga: Sritex (SRIL) PKPU, Reksadana Terproteksi Bahana TCW Terancam Direstrukturisasi
PT Mandiri Manejemen Investasi (MMI) juga tengah menghadapi persoalan aset dasar reksadana terproteksi yang gagal bayar. Aset tersebut adalah MTN II Tahun 2018 yang diterbitkan PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDM) yang gagal bayar di April lalu. Kini, MMI dan TDPM masih melakukan proses negoisasi.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan reksadana terproteksi merupakan instrumen yang memiliki tujuan memproteksi nilai awal investasi. Salah satu cara untuk memproteksi nilai awal tersebut adalah dengan membeli obligasi yang dipegang hingga jatuh tempo.
Obligasi yang dipilih bisa obligasi negara dan obligasi korproasi. Bagi reksadana terproteksi yang memiliki aset dasar obligasi negara, risiko default atawa gagal bayar nol karena dikelola oleh negara.
Baca Juga: Gagal bayar MTN, peringkat Tridomain (TDPM) turun menjadi CCC