Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Namun, berbeda dengan reksadana terproteksi yang memiliki aset dasar obligasi korporasi. Wawan mengatakan risiko gagal bayar dari obligasi korporasi akan selalu ada. "Meski manajer investasi memilih obligasi korporasi dengan rating tinggi, tetapi bisnis perusahaan di beberapa kondisi bisa saja merugi, bisa saja perusahaan yang sehat menjadi kesulitan cash flow, jadi gagal bayar," kata Wawan.
Meski terjadi gagal bayar, Wawan mengatakan belum tentu investor rugi 100%. Beragam proses penyelesaian gagal bayar mulai dari negosiasi manajer investasi dengan penerbit surat utang bisa dilakukan untuk menyelamatkan dana investor. Salah satu penyelesaiannya bisa ditempuh dengan restrukturisasi maupun mengonversi utang menjadi saham dan lainnya.
Dengan begitu, reksadana terproteksi secara definisi berusaha memproteksi dengan mekanisme tertentu dan dipegang hingga jatuh tempo sepanjang tidak ada gagal bayar. Wawan juga mengatakan tidak ada peraturan yang menyebutkan manajer investasi harus mengganti kerugian jika terjadi gagal bayar.
Baca Juga: Lagi, Tridomain Performance Materials (TDPM) Gagal Bayar MTN
"Jika investor ingin reksadana terproteksi yang tidak akan gagal bayar, maka bisa memilih reksadana terproteksi yang aset dasarnya obligasi pemerintah tetapi dari segi imbal hasil tentu tidak setinggi reksadana terproteksi yang aset dasarnya obligasi korporasi," kata Wawan.
Sejauh ini Wawan menilai langkah OJK untuk melindungi investor reksadana terproteksi sudah baik dengan dikeluarkannya POJK nomor 23/POJK.04/2016. Sebelum POJK tersebut keluar, saat itu memang reksadana terproteksi diperkenankan untuk membeli MTN yang memiliki rating minimum investment grade. Namun, kini aturan diperketat dengan rating minimum AA dan tidak boleh menjadi underlying dari reksadana terproteksi dan reksadana pasar uang.
Baca Juga: Investasi di Reksadana Terproteksi Bukan Jaminan Bebas Risiko dan Anti Rugi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News