Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sukses menempati posisi teratas sebagai Manajer Investasi (MI) penghimpun dana kelolaan atau asset under management (AUM) reksadana terbanyak di November 2019, Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) sebut reksadana saham jadi primadona.
Prediksinya, tren kenaikan kali ini akan berlanjut hingga akhir tahun dan membawa dana kelolaan BPAM menyentuh level Rp 49 triliun hingga akhir 2019.
Baca Juga: Dana kelolaan Schroders turun, ini penyebabnya
Asal tahu saja, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dana kelolaan industri reksadana di November turun 1,60% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi Rp 544,42 triliun. Menariknya, posisi MI teratas juga berubah dari sebelumnya ditempati Mandiri Manajemen Investasi (MMI) di Oktober 2019, kini justru ditempati BPAM.
Per November 2019, BPAM berhasil membukukan dana kelolaan atau AUM terbesar yakni Rp 45,85 triliun naik dari capaian bulan sebelumnya yang hanya Rp 44,25 triliun. Sebaliknya MMI justru mencatatkan penurunan AUM dari capaian Oktober Rp 44,51 triliun menjadi Rp 43,78 triliun per November 2019.
Di urutan ketiga ada Bahana TCW Investment Management yang mencatatkan AUM Rp 42,21 triliun, diikuti Schroder Investment Management Indonesia dengan kelolaan dana mencapai Rp 40,13 triliun. Sedangkan di posisi kelima ada Manulife Aset Manajemen Indonesia yang membukukan AUM per November sebesar Rp 30,74 triliun.
Baca Juga: Asing catatkan net buy Rp 41,73 triliun sejak awal 2019, OJK: Pasar masih terjaga
Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen Yulius Manto menjelaskan, melonjaknya AUM sebanyak Rp 1,6 triliun atau sekitar 3,62% didukung oleh kenaikan AUM untuk produk reksadana saham. Seiring dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebanyak 3,5% di November 2019, justru membuat investor BPAM berpikir bahwa kondisi tersebut sebagai peluang untuk masuk ke reksadana saham.
"Investor BPAM melihat ini sebagai peluang untuk menambah porsi reksadana saham mereka, dikarenakan valuasi yang sudah menarik," jelas Yulius kepada Kontan.co.id, Selasa (10/12).
Di samping itu, sepanjang November 2019 Batavia Prosperindo juga meluncurkan beberapa produk reksadana terproteksi di beberapa agen penjual. Upaya tersebut tentunya turun mendorong penambahan AUM di MI tersebut, meskipun secara umum produk reksadana yang dikelola BPAM cenderung mengalami kenaikan.
Adapun kontribusi AUM terbesar di BPAM saat ini berasal dari reksadana saham atau sekitar 30%. Selanjutnya ada reksadana obligasi dan pasar uang yang juga ikut mendorong pertumbuhan AUM MI tersebut sepanjang November 2019.
Menuju akhir tahun, Yulius menilai arah investasi akan semakin baik dan positif. Utamanya, kondisi tersebut didukung dengan prospek pertumbuhan ekonomi, baik dari global maupun domestik. Selain itu, tensi dari sentimen perang dagang ke depan diyakini akan semakin mereda.
Baca Juga: OJK masih memantau proses pengembalian dana Minna Padi
"Kami melihat prospek aset class saham semakin baik karena negara berkembang seperti Indonesia akan diuntungkan dengan pertumbuhan ekonomi global yang semakin positif," ujarnya.
Ditambah lagi, tren penerapan tren suku bunga rendah yang banyak diterapkan bank sentral di dunia, serta program quatitative easing (QE) diharapkan mampu mendorong pertumbuhan AUM di 2019 ke level Rp 48 triliun hingga Rp 49 triliun. Bahkan di tahun depan, sesuai dengan prospek reksadana saham yang lebih menarik karena valuasinya yang cenderung rendah bakal ikut menopang kinerja reksadana ke depan.
Optimisme tersebut juga dibantu oleh tren suku bunga rendah yang diprediksi masih akan berlanjut di tahun depan, disertai dengan pertumbuhan belanja modal serta likuiditas yang tinggi di pasar global.
"Tahun depan, harapan kami AUM BPAM bisa tumbuh sekitar 15% dari capaian 2019," tandasnya.
Baca Juga: Reksadana terproteksi mendominasi penerbitan reksadana baru di di bulan lalu
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News