kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.620.000   14.000   0,87%
  • USD/IDR 16.319   -54,00   -0,33%
  • IDX 7.158   84,64   1,20%
  • KOMPAS100 1.054   15,08   1,45%
  • LQ45 829   11,70   1,43%
  • ISSI 213   1,32   0,62%
  • IDX30 429   7,68   1,82%
  • IDXHIDIV20 515   8,93   1,77%
  • IDX80 120   1,38   1,17%
  • IDXV30 122   0,92   0,76%
  • IDXQ30 141   2,22   1,60%

Konsumsi CPO sulit diganti dengan minyak kedelai


Rabu, 28 Oktober 2015 / 20:37 WIB
Konsumsi CPO sulit diganti dengan minyak kedelai


Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Industri minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) sedang diterpa isu negatif yakni adanya pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan. Hal ini menimbulkan tudingan terhadap pelaku industri CPO sebagai penyebab kabut asap yang membahayakan lingkungan.

Isu negatif seputar CPO menjadi peluang kampanye hitam. Apalagi, CPO memiliki substitusi, salah satunya minyak kedelai (soybean) dengan harga lebih murah.

Mengutip Bloomberg, Rabu (28/10) pukul 18.25 WIB harga CPO kontrak pengiriman Januari 2016 di bursa di Malaysia Derivative Exchange naik 0,8% dari sehari sebelumnya menjadi RM 2.341 atau US$ 549 per metrik ton. Selama sepekan harga CPO turun 1%.

Pengamat Komoditas, Ibrahim mengatakan, harga minyak kedelai memang cenderung lebih murah jika dibandingkan dengan CPO. Harga soybean kontrak pengiriman Desember 2015 di bursa Chicago Board of Trade pada Rabu (28/10) pukul 18.25 WIB berada di USd 28,11/ bushel.

Namun, minyak kedelai lebih banyak dikonsumsi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Sedangkan CPO dikonsumsi di wilayah Asia serta Eropa Timur. Dengan kondisi ini, CPO sulit masuk ke wilayah AS dan Eropa, demikian juga sebaliknya di mana minyak kedelai sulit masuk ke wilayah Asia. "Karakter orang yang berbeda sulit menerima barang substitusi, apalagi untuk dikonsumsi dari sisi rasanya berbeda," ujar Ibrahim.

Meski isu negatif sedang menimpa CPO, Ibrahim ragu minyak sawit dapat mengambil peluang ini. Apalagi, kasus kebakaran hutan bukan hanya disebabkan pembakaran hutan secara sengaja, namun efek dari pemanasan global. Oleh karena itu, isu tersebut tak banyak mempengaruhi pergerakan harga CPO.

Menurut Ibrahim, turunnya harga CPO lantaran permintaan global melemah seiring dengan perlambatan ekonomi. Menguatnya nilai tukar dollar AS sejak The Fed mulai mengindikasikan kenaikan suku bunga turut menekan harga komoditas termasuk CPO.

 Jika suku bunga The Fed kembali ditunda, CPO berpotensi rebound. Namun, bayang - bayang kenaikan suku bunga akan tetap mewarnai pergerakan harga dalam jangka panjang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×