Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT United Tractors Tbk (UNTR) pada kuartal I 2025 mencatatkan pelemahan signifikan, dengan laba bersih yang merosot 30% secara tahunan menjadi Rp 3,2 triliun.
Head of Indonesia Research & Strategy JP Morgan, Henry Wibowo menilai hasil tersebut lebih lemah dari ekspektasi pasar, terutama akibat tekanan pada margin keuntungan.
"Margin bisnis kontraktor tambang Pama Persada dan unit usaha emas serta nikel menjadi pemberat utama kinerja," tulisnya dalam riset, Selasa (29/2).
Alhasil, meski harga jual rata-rata Pama tetap stabil di US$ 2,7 per bcm, beban operasional yang meningkat membuat margin sebelum pajak turun menjadi 12% dari sebelumnya 18%.
Baca Juga: Pendapatan United Tractors (UNTR) Naik 6% di Kuartal I-2025, Laba Bersih Turun 30%
Salah satu faktor penekan margin adalah tingginya curah hujan di Kalimantan, yang berdampak pada efisiensi operasional Pama. Selain itu, penurunan harga batubara dan kenaikan biaya produksi di tambang emas Martabe turut memperburuk kondisi.
Unit pertambangan batubara termal dan metalurgi UNTR juga terdampak penurunan harga, yang masing-masing telah turun 24% dan 12% sejak awal tahun.
Di sisi lain, pendapatan dari penjualan alat berat justru tumbuh 31% secara tahunan, ditopang kenaikan volume penjualan Komatsu sebesar 23%. Namun hal ini belum cukup untuk menutup pelemahan dari segmen lainnya.
"Kami memperkirakan akan terjadi revisi turun pada estimasi laba UNTR oleh pelaku pasar setelah hasil ini, yang kemungkinan akan memberi tekanan tambahan pada harga saham," tambah Henry.
Baca Juga: Bakal Bagi Dividen, Begini Rekomendasi Saham United Tractors (UNTR)
Karenanya, JP Morgan mempertahankan rekomendasi neutral untuk saham UNTR dengan target harga Rp 24.000 per saham hingga akhir 2025. Sebab, ia melihat tidak adanya katalis positif yang signifikan dalam jangka menengah.
"Namun, UNTR tetap diperdagangkan pada valuasi murah yang mencerminkan level menengah digit tunggal proyeksi laba per saham pada 2025 dengan potensi dividend yield 8% pada tahun ini," katanya.
Adapun risikonya dari penurunan harga komoditas, terutama batubara dan emas, serta potensi peningkatan biaya operasional masih menjadi perhatian utama.
Selanjutnya: Harga Nikel Tertekan, Pemerintah Dinilai Perlu Kendalikan Produksi Nikel
Menarik Dibaca: 5 Zodiak yang Akan Mengalami Perubahan Besar di Tahun 2025, Cancer Siap Jatuh Cinta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News