Reporter: Nadya Zahira | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) diperkirakan akan tumbuh positif pada tahun 2024. Hal ini seiring dengan rencana anak perusahaannya yakni, Summarecon Investment Property (SMIP) yang akan melantai di Bursa Efek Indonesia atau IPO dan didorong penjualan properti.
Analis Maybank Sekuritas Indonesia, William Jefferson mengatakan bahwa dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan, SMRA menyetujui pengalihan aset Summarecon Mal Kelapa Gading kepada SMIP. Lebih lanjut, SMIP dikabarkan akan melakukan penawaran umum saham perdana alias IPO.
“Jika hal ini benar, kami melihat IPO akan dilakukan pada akhir 2024 - awal 2025,” kata William dalam risetnya, 26 Juni 2024.
Selain itu, William mengatakan, dengan melambatnya pra-penjualan sejak tahun 2022, SMRA tampaknya akan fokus pada properti investasinya seiring dengan semakin banyaknya proyek yang mulai beroperasi, termasuk perluasan Summarecon Mal Bekasi dan Summarecon Mal Bogor.
Namun, William bilang, kota mandiri Serpong telah mengalami penurunan pra-penjualan jika dibandingkan dengan sebelum Covid 2019. Di mana, kota ini telah mengalami penurunan 62% secara year on year (YoY) atau tahunan.
Meski begitu, dia memperkirakan kota mandiri lainnya akan menjadi generator pra-penjualan utama untuk SMRA di tahun-tahun mendatang, terutama Bandung, Bekasi, dan Crown Gading, karena terlihat dari permintaan yang tetap kuat di area-area ini.
Baca Juga: Summarecon Agung (SMRA) Berharap Kebijakan PPN DPT 100% Diperpanjang
Dengan begitu, William memperkirakan, peningkatan pendapatan SMRA untuk tahun 2024 menjadi Rp 7,6 triliun atau naik 14% YoY dan laba bersih menjadi Rp 917 miliar atau naik 20% YoY.
“Namun, kami merevisi laba bersih mengalami penurunan pada tahun 2025 - 2026, mengingat penerbitan obligasi baru senilai Rp 1,3 triliun pada Mei 2024,” kata dia.
William pun menargetkan, laba bersih SMRA pada tahun 2025 - 2026 masing-masing akan sebesar Rp 810 miliar atau naik 12% YoY dan Rp 858 miliar atau naik 6% YoY.
Tak hanya itu, William juga memperkirakan jika SMIP melakukan IPO pada akhir tahun ini, maka EBITDA akan sebesar Rp 1,1 triliun. Kemudian, ia menargetkan SMIP memiliki valuasi sebesar Rp 12,6 triliun - Rp 16,2 triliun, dengan asumsi cap rate 7-9% pada tahun 2024.
Sementara itu, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda memproyeksi bahwa prospek saham dan kinerja SMRA di tahun ini, masih cukup menarik dengan beberapa sentimen positif. Di mana, potensi kenaikan harga saham yang di mana, IPO SMIP dan pengembangan proyek baru berpotensi mendorong kenaikan harga saham SMRA.
“Sehingga dapat terjadinya stabilitas pendapatan dari properti investasi,” kata Vicky kepada Kontan.co.id, Senin (5/8).
Sentimen lainnya, Vicky bilang datang dari pemulihan ekonomi serta daya beli yang stabil, sehingga mendorong peningkatan permintaan pada emiten properti.
Di sisi lain, Vicky melihat segmen pendapatan berulang (recurring income) akan menjadi pendorong pertumbuhan SMRA untuk jangka panjang. Dengan demikian, SRMA diperkirakan terus berpotensi mencetak kinerja positif lewat pendapatan berulang dari mal ataupun ritel.
Baca Juga: Marketing Sales Summarecon Agung (SMRA) Capai Rp 1,49 Triliun Hingga Mei 2024
Namun, Vicky berujar, arah suku bunga masih belum pasti menjadi kekhawatiran sektor properti. Demikian pula, rencana penerapan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih terlalu dini diperhitungkan dampaknya bagi emiten properti seperti SMRA.
Selain itu, rencana penerbitan obligasi SMRA merupakan langkah yang bagus untuk menunjang strategi bisnis, tetapi ada risiko yang perlu diwaspadai. Seperti diketahui, SMRA tengah merancang penerbitan Obligasi Berkelanjutan IV Summarecon Agung Tahap III Tahun 2024 dengan nilai pokok Rp 1,3 triliun.
Menurut Vicky, penerbitan obligasi tersebut akan mendukung modal bisnis SMRA. Akan tetapi, risiko gagal bayar membayangi karena saat ini suku bunga Bank Indonesia (BI) masih tinggi, serta ekonomi yang masih diselimuti ketidakpastian.
“Jadi menurut kami harus tetap diwaspadai dan menilai perkembangan ekonomi saat ini untuk mengambil langkah penerbitan obligasi,” imbuh Vicky.
Selaras dengan hal ini, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta, masih optimistis kinerja positif SMRA akan berlanjut seiring prospek meningkatnya pendapatan dari penjualan properti. Hal itu karena kondisi industri properti yang mendukung seperti adanya penerapan insentif PPN DTP berlaku sampai akhir 2024.
Di sisi lain, kondisi makroekonomi diharapkan semakin membaik seiring potensi pemangkasan suku bunga acuan di tahun ini. Pelonggaran kebijakan moneter oleh bank sentral akan menjadi katalis meningkatnya arus masuk (inflow) ke sektor properti.
Nafan menjelaskan, turunnya bunga acuan akan berimplikasi positif terhadap penurunan bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) ataupun Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Jadi memang masih ada harapan positif untuk sektor properti ke depannya.
“Insentif PPN DTP masih akan merangsang minat investor membeli properti,” kata Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (5/8).
Adapun Nafan menyarankan accumulative buy untuk SMRA dengan target harga sebesar Rp 650 per saham. Sedangkan William merekomendasikan buy dengan target harga Rp 800 per saham.
Kemudian, Vicky merekomendasikan wait and see terlebih dahulu untuk saham SMRA, “Kalau untuk sekarang saya masih merekomendasikan wait and see, karena juga kalau dilihat secara teknikal sahamnya melemah juga,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News