Reporter: Akhmad Suryahadi, Kenia Intan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menjadi satu-satunya emiten pertambangan pelat merah yang hingga saat ini belum melaporkan kinerja keuangan semester pertama 2020. Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Apollonius Andwie mengatakan, saat ini laporan keuangan tengah tahun (LKTT) PTBA masih dalam proses limited review.
Apollo mengatakan, sesuai dengan regulasi yang berlaku, deadline penyampaian LKTT apabila dilakukan limited review adalah akhir Agustus. Namun di tengah pandemi Covid-19 ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi sampai dengan tenggat waktu akhir September 2020. “Insya Allah LKTT akan segera kami rilis dalam bulan ini,” ujar Apollonius kepada Kontan.co.id.
Meski demikian, Analis Danareksa Sekuritas Stefanus Darmagiri memperkirakan kinerja PTBA di kuartal kedua 2020 akan melemah seiring dengan meluasnya pandemi Covid-19 dan pelemahan harga batubara. Hal ini terindikasi dari melemahnya penjualan pada semester pertama 2020.
Penjualan keseluruhan batubara pada enam bulan pertama 2020 mencapai 12,5 juta ton, yang terdiri atas penjualan ekspor sebesar 5,2 juta ton (41,4%) dan penjualan ke pasar domestik mencapai 7,3 juta ton atau setara 58,6% dari total penjualan.
Baca Juga: Saham emiten batubara mulai membara, saham emas terkulai lemas
Realisasi penjualan ini turun 6,7% dari realisasi penjualan periode yang sama tahun lalu. PTBA menjual 13,4 juta ton batubara pada semester pertama tahun 2019.
Stefanus menyebut, pagebluk Covid-19 menurunkan volume penjualan batubara PTBA sebesar 15,9% secara kuartalan pada kuartal kedua 2020. Penurunan ini terutama di pasar domestik seiring permintaan listrik yang lemah akibat pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Stefanus merinci, volume penjualan batubara domestik PTBA turun 34,0% secara kuartalan, sedangkan penjualan ekspor batubara naik 17,8% secara kuartalan. “Kenaikan ini kami yakini berkat upaya perusahaan untuk memperluas jangkauannya dengan menembus pasar baru, seperti di Vietnam, Brunei, dan Australia,” tulis Stefanus dalam riset, Kamis (10/9).
Sebelumnya, Mega Satria, Direktur Keuangan Bukit Asam mengatakan pihaknya saat ini mulai menjajaki pasar Vietnam, Australia, hingga Brunei Darussalam. Mega menilai, hal ini diharapkan menjadi momentum bagi PTBA dalam memperluas pasar secara jangka panjang.
Baca Juga: Harga Batubara Acuan (HBA) Terendah Sejak 2016, Pelaku Usaha Pacu Efisiensi
Stefanus memperkirakan volume penjualan batubara PTBA akan pulih di kuartal ketiga 2020. Namun, karena permintaan batubara yang lemah di pasar domestik pada kuartal kedua, PTBA telah menurunkan target produksi batubara untuk tahun 2020 menjadi 25,1 juta ton dari panduan awal sebesar 30,3 juta ton. Sementara target volume penjualan batubara juga diturunkan menjadi 24,9 juta ton dari sebelumnya 29,9 juta ton.
Meskipun demikian, harga batubara dunia diperkirakan masih tertekan. Walaupun beberapa eksportir batubara dunia seperti Indonesia, Australia dan Rusia telah mulai menurunkan produksi batubara sebagai respon dari permintaan batubara yang lemah, harga batubara global Newcastle (NWC) akan tetap tertekan di level US$ 50 per ton karena permintaan akan emas hitam ini yang belum pulih.
Namun, Danareksa memperkirakan adanya pemulihan permintaan batubara seiring dengan negara di belahan bumi bagian utara yang akan memasuki musim dingin pada kuartal keempat 2020. Selain itu, pemulihan ekonomi global juga akan mendorong harga batubara lebih tinggi dari level terendahnya saat ini.
Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli (buy) saham PTBA hanya saja dengan target harga yang lebih rendah, yakni sebesar Rp 2.900. Target harga yang lebih rendah ini karena Danareksa Sekuritas memangkas perkiraan laba PTBA sebesar 26%-39% untuk tahun 2020 dan 2021 dengan memperhitungkan produksi yang lebih rendah dan asumsi harga batubara. Untuk tahun ini, proyeksi laba bersih PTBA berada di kisaran Rp 2,41 triliun sedangkan tahun depan sebesar Rp 3,04 triliun.
Baca Juga: Ini penyebab produksi emiten batubara lebih efisien
Saham PTBA dinilai masih atraktif seiring dengan rencana diversifikasi bisnis PTBA ke sektor pembangkit listrik melalui PLTU Mulut Tambang Sumsel 8. Selain itu, perusahaan pelat merah ini juga tengah berencana membangun proyek gasifikasi batubara yang akan meningkatkan produksi batubara PTBA. Sebab, kedua proyek ini akan membantu penyerapan produksi batubara karena produksi batubara PTBA akan dipasok untuk kedua proyek ini.
Pada perdagangan hari ini, harga saham PTBA ditutup menguat 3,68% ke level Rp 1.970 per saham. Kemarin, saham PTBA melemah 6,86% ke level Rp 1.900 dan terkena auto rejection bawah (ARB).
Baca Juga: Perluas Pasar, Bukit Asam (PTBA) Menyasar Tiga Tujuan Ekspor Baru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News