Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam sebulan perdagangan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 1,27%. Meski demikian, sejumlah saham berbasis komoditas batubara menunjukkan penguatan yang lebih besar dibandingkan IHSG dalam waktu sebulan ini.
Saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) misalnya, menguat 11,21% dalam waktu sebulan. Saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menguat 7,21%, saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) menguat 22,43%, dan saham PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) menguat 23,94%.
Sedangkan saham emiten tambang batubara milik negara, yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA) tidak mengalami perubahan posisi harga dalam jangka waktu satu bulan, di posisi Rp 2.080 per saham.
Lantas, apa yang membuat sejumlah saham pertambangan batubara mengalami penguatan cukup signifikan?
Baca Juga: Penjualan emas mantap, Bumi Resources (BRMS) optimistis kinerja kinclong
Menurut Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso, penguatan saham-saham berbasis komoditas sangat dipengaruhi oleh sentimen harga komoditasnya. Untuk saham emiten batubara, Aria mengatakan harga saham-saham tersebut terangkat sentimen potensi naiknya permintaan harga batubara hingga akhir tahun. “Sebagaimana siklus di tahun-tahun sebelumnya yang juga membutuhkan energi menjelang musim dingin maka potensi kenaikan harga batubara juga akan berlanjut menjelang akhir tahun,” ujar Aria kepada Kontan.co.id, Selasa (8/9).
Untuk diketahui, saat ini sejumlah emiten pertambangan batubara memutuskan untuk merevisi target produksi dan melakukan efisiensi dengan memangkas belanja modal (capex). ADRO misalnya, merevisi target produksi batubara untuk tahun 2020 menjadi 52 juta ton-54 juta ton, dari sebelumnya di angka 54 juta ton-58 juta ton. ADRO juga memangkas capex menjadi US$ 200 juta-US$ 250 juta, dari sebelumnya US$ 900 juta - US$ 1,2 miliar.
Aria menilai, strategi efisiensi saat ini merupakan pilihan terbaik untuk menyerap stock pile dari produksi batubara yang sudah berjalan. Mengingat permintaan batubara yang mulai bangkit seiring pulihnya aktivitas ekonomi, Aria menilai masih sangat mungkin bagi para emiten untuk kembali meningkatkan produksi ketika serapan pasar sudah lebih agresif.
“Hal ini seiring peningkatan kegiatan produksi dan pertumbuhan bisnis di berbagai bidang yang diperkirakan membaik di tahun depan,” kata dia. Untuk saham emiten tambang batubara, Aria merekomendasikan beli saham ADRO, PTBA, dan ITMG.
Baca Juga: Minta kejelasan divestasi, DPR bakal panggil Freeport, MIND ID dan Pemda Papua
Hal sebaliknya justru terjadi pada saham-saham produsen emas. Dalam sebulan perdagangan, harga saham emiten produsen logam mulia ini justru terkulai lemas.
Ambil contoh, saham emiten tambang pelat merah yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). Dalam sebulan perdagangan, harga saham ANTM melemah 1,2%. Saham PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) justru merosot hingga 15,59%, dan saham PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) terkoreksi hingga 19,01% dalam jangka waktu sebulan.
Saham emiten milik Grup Astra, yakni PT United Tractors Tbk (UNTR) yang memiliki konsesi Tambang Emas Martabe, juga melemah 2,63%. PT Willton Makmur Indonesia Tbk (SQMI), yang saat ini merambah ke bisnis pertambangan emas, harga sahamnya juga melorot hingga 17,26%.
Aria menilai, dalam jangka pendek memang ada pelemahan pada harga emas dan cenderung terkonsolidasi. Di sisi lain, kondisi perekonomian masih berada di tahap ekspansi dan masih membutuhkan waktu. Dus, koreksi harga emas yang terjadi saat ini merupakan kesempatan untuk masuk ke saham emiten yang berhubungan dengan komoditas emas, terutama yang masih ada ruang tumbuh secara agresif.
Selanjutnya: Investor Memburu Sukuk Ritel SR013 di Tengah Ancaman Resesi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News