Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju pasar saham yang terus tertekan berimbas ke kinerja reksadana saham. Melansir RTI, Senin (18/11), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 0,38% ke level 7.134,28, dan menandai penurunan 1,90% secara year to date (YtD).
Sementara berdasarkan data Infovesta Utama, kinerja reksadana saham yang tercermin lewat Infovesta 90 Equity Fund Index mencatatkan penurunan hingga 7,11% secara YtD per 15 Oktober 2024.
Di tengah penurunan tersebut, ada sejumlah produk reksadana bahkan mencatatkan penurunan hingga 98,57% dalam setahun yakni Millenium MVM Equity Sektoral. Lalu satu reksadana saham membuntuti dengan minus 87,68% yakni EMCO Pesona.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani mensinyalir, kinerja anjlok tersebut disebabkan oleh turunnya kinerja underlying konstituen yang tercermin dari penurunan nilai pasar wajar (NPW).
"Tidak terdapat indikasi adanya redemption atau kenaikan unit penyertaan. Jadi seharusnya balik ke faktor penurunan NPW," kata Arjun kepada Kontan.co.id, Senin (18/11).
Baca Juga: Dana Kelolaan Pinnacle Investment Capai Rp 2,4 Triliun hingga Oktober 2024
Arjun mengatakan untuk Millenium MVM Equity Sektoral, underlying sahamnya adalah infrastruktur, utilitas, transportasi. Kemudian keuangan, perdagangan, service & investasi, pertambangan dan pertanian. Namun data ini terakhir update pada Januari 2021, setalah itu pihak MI dari produk tersebut tidak memberikan perkembangan lanjutan.
Begitupun dengan Emco Pesona. Data terakhir yang tercatat bahkan pada November 2019 dialokasikan di PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY), PT Ayana Land International Tbk yang beralih nama menjadi PT Andalan Perkasa Abadi Tbk (NASA), Bumi Teknokultura Unggul Tbk (BTEK), PT Intiland Development Tbk (DILD) dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF).
Oleh sebab itu Arjun menduga memang produknya sudah tidak aktif atau tidak berlaku. Sehingga terjadi penurunan nilai yang begitu besar.
Baca Juga: Pergerakan IHSG Diproyeksi Terbatas, Cek Saham Rekomendasi Analis, Selasa (19/11)
Di sisi lain, Pinnacle Dana Prima, salah satu produk reksadana dadi Pinnacle mencatat penurunan kinerja cukup signifikan sebesar 36,94% dalam setahun. Hal ini menjadikan produk tersebut menempati posisi ke-11 sebagai reksadana dengan kinerja buruk.
CEO Pinnacle Investment, Guntur Putra mengatakan bahwa produk itu merupakan produk warisan atau legacy product yang kepemilikan unit sebelumnya dimiliki oleh Jiwasraya. Sehingga sudah tidak ditawarkan lagi ke nasabah institusi maupun retail.
Selain itu, kalau dari sisi pasar, ia melihat banyak underlying yang mengalami koreksi di tahun ini. Oleh sebab itu secara umum terjadi penurunan kinerja mayoritas sejumlah reksadana.
Indeks saham likuid berkapitalisasi pasar besar LQ45 sudah turun 11,4%. Banyak juga saham-saham di beberapa sektor seperti konsumer, infrastruktur yang terkoreksi cukup dalam. Dia mencontohkan saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) juga secara YtD sudah turun masing-masing 45% dan 64%.
"Selain itu efek dari Full Call Auction (FCA) juga tentunya menambah koreksi di beberapa reksadana yang underlying sahamnya masuk dalam daftar FCA," ujar Guntur kepada Kontan.co.id, Senin (18/11).
Baca Juga: Saham Blue Chip Turun Saat IHSG Tertekan, Simak Rekomendasi Berikut Ini
Di kesempatan berbeda, Direktur PT Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan, fenomena ini membuktikan manajer investasi yang belum mampu membereskan masalah dengan optimal.
Dia mengkhawatirkan dana dari produk yang mengecewakan tersebut akan semakin ciut, bahkan habis karena potongan biaya manajer investasi, biaya bank kustodian, serta biaya auditor.
"Kalau dibiarkan terlalu lama, korbannya pasti nasabah," sebut Parto kepada Kontan.co.id.
Parto pun menyarankan untuk dua reksadana yang paling parah, agar menetapkan notasi khusus reksadana bermasalah pada efek saham. Apapun langkah yang diambil, perlu dipahami sebagai wujud perlindungan industri pasar modal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News