Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
Prospek Kinerja dan Rekomendasi Saham
Nurwachidah melihat, segmen recurring Income pada kuartal II 2025 diperkirakan masih akan melanjutkan pertumbuhan seiring dengan masih banyaknya jumlah hari libur besar dan libur nasional sepanjang periode ini.
Sementara, untuk di semester II 2025, kinerja emiten properti akan lebih mencatatkan pertumbuhan, namun dengan revenue driver yang berbeda.
Baca Juga: Kinerja Sejumlah Emiten Grup Sinarmas Lesu, Simak Rekomendasi Analis
“Jika di sepanjang semester I recurring segmen lebih unggul, maka di semester II segmen residensial berpotensi lebih optimal,” paparnya.
Ada tiga sentimen positif untuk kinerja emiten properti di semester II 2025.
Pertama, suku bunga Bank Indonesia (BI rate) berpotensi dipangkas 25 - 50 basis poin (bps) di sisa tahun 2025. Ini mengingat kondisi makroekonomi Indonesia yang relatif solid, dimana tingkat inflasi sejalan dengan asumsi BI, yaitu 1,5%-3,5% di 2025.
“Selain itu, The Fed maupun European Central Bank (ECB) diperkirakan masih akan memangkas suku bunga acuan di sisa tahun 2025,” ungkapnya.
Kedua, masih adanya sejumlah stimulus dari pemerintah. Misalnya, pemerintah masih akan melanjutkan program Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga akhir tahun 2025.
PPN yang ditanggung tersebut berlaku untuk harga rumah Rp 2 miliar - Rp 5 miliar. Sehingga, insentif ini akan lebih menguntungkan emiten properti yang memiliki lebih banyak portofolio pada harga Rp 2 miliar - Rp 5 miliar serta telah siap diserahterimakan pada 2025.
Baca Juga: Industri Properti Bersaing Ketat, Cek Rekomendasi Saham Ciputra Development (CTRA)
“Selain itu, pemerintah juga melanjutkan kebijakan diskon Loan to Value sebesar 100% hingga akhir 2025, sehingga memungkin pembelian rumah dengan DP 0%,” katanya.
Ketiga, tren kenaikan harga properti dan recurring income. Sebagai gambaran, Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang dirilis BI pada kuartal I 2025 tumbuh 1,07% YoY, meningkat ke 109.93 pada periode sama tahun lalu.
Kenaikan IHPR ini sekaligus melanjutkan tren kenaikan dalam enam tahun terakhir.
Di sisi lain, sentimen negatif untuk kinerja emiten properti berasal dari pelemahan daya beli konsumen, yang juga diiringi dengan pertumbuhan penjualan properti residensial yang lebih rendah.
“Penjualan properti residensial tumbuh 0,73% YoY atau 33.92% secara kuartalan di kuartal I 2025, dibandingkan -15,09% YoY di akhir tahun 2024,” ujarnya.
Valuasi saham emiten properti saat ini pun dilihat masih berada di bawah kinerja harga sahamnya saat ini alias undervalue, sehingga belum sejalan dengan kinerja keuangan mereka.
Baca Juga: Kemendag Permudah Perizinan Waralaba, Bisnis Franchise Makin Mudah!
Dengan berbagai katalis di atas serta kinerja masing-masing emiten di sektor properti, Nurwachidah pun merekomendasikan beli untuk CTRA dengan potensi fair value Rp 1.320 per saham, BSDE Rp 1.185 per saham, dan PWON Rp 535 per saham, PANI Rp 15.200 per saham, dan SMRA Rp 600 per saham.
Analis Edvisor Profina Visindo, Indy Naila mengatakan, di kuartal I 2025, memang ada pemulihan dalam mal dan sewa gedung seiring dengan konsumsi yang meningkat.
“Sementara, di kuartal II, aset recurring masih bisa menopang kinerja keuangan walaupun dampak sedikit terbatas dan tetap bergantung pada sisi daya beli masyarakat serta proyeksi suku bunga acuan ke depan,” ujarnya kepada Kontan, Selasa (1/7).
Selain stimulus PPN DTP dan proyeksi penurunan suku bunga, kinerja emiten properti juga bakal bergantung dari sisi penyelesaian proyek di tahun ini.
Investor saat ini juga masih cenderung wait and see, karena sektor properti sangat sensitif dengan kondisi makroekonomi dan suku bunga acuan. “Tetapi, secara valuasi saham, masih ada beberapa emiten yang menarik, seperti CTRA,” paparnya.
Baca Juga: Dolar AS Masih Tertekan, Simak Proyeksi Rupiah pada Perdagangan Rabu (2/7)
Indy pun merekomendasikan beli untuk CTRA dengan target harga Rp 1.200 per saham.
Sukarno melihat, meski BI rate turun ke 5,5% sejak Mei 2025, dampaknya ke penjualan hunian belum terasa. Sehingga, recurring income diperkirakan masih jadi penopang utama di kuartal II, terutama dari momentum Ramadan dan Lebaran dan sektor food and beverages (F&B).
“Tapi, ini tetap tergantung pada suku bunga, daya beli, dan strategi diversifikasi,” ujarnya.
Selanjutnya: Kementerian ESDM Targetkan Lifting Minyak Masyarakat Sebesar 15.000 Barel per Hari
Menarik Dibaca: 5 Cara Memperbaiki Tekstur Kulit agar Kembali Mulus
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News