Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten properti masih belum mendapatkan angin segar meskipun ada potensi suku bunga Bank Indonesia (BI) yang lebih rendah.
BI baru saja memutuskan untuk mempertahankan suku bunga atau BI-Rate di level 5,75% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 18-19 Februari 2025.
Pemerintah juga kembali memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor properti pada tahun 2025. Skema insentif ini masih sama dengan tahun sebelumnya.
Sayangnya, insentif PPN DTP tampaknya tak terlalu mengerek permintaan hunian di tahun lalu. Survei Harga Properti Residensial (SHPR) BI menunjukkan penjualan properti residensial di pasar primer pada kuartal IV-2024 turun, terutama untuk rumah tipe kecil dan menengah.
Baca Juga: Melihat Kembali Prospek Emiten Properti Usai Bunga BI Bertahan di 5,75%
Sementara, penjualan rumah tipe besar malah mengalami peningkatan.
Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) tumbuh sebesar 1,39% year on year (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal III 2024 sebesar 1,46% yoy.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas melihat, penahanan BI rate di 5,75% secara sentimen masih bersifat netral.
“BI rate pastinya diharapkan turun guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi, termasuk permintaan properti bisa naik,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (20/2).
Insentif PPN DTP juga dinilai belum berdampak signifikan, karena konsumen masih melihat kondisi ketidakpastian ekonomi global.
“Konsumen bisa saja mengharapkan suku bunga lebih turun, tapi sentimen negatif eksternal secara tidak langsung bisa mempengaruhi arah kebijakan suku bunga domestik,” ungkapnya.
Baca Juga: Menimbang Prospek Kinerja Emiten Properti Usai Perpanjangan PPN DTP di Tahun 2025
Terkait pergerakan saham emiten properti, Sukarno melihat bahwa belum ada indikasi kuat lagi untuk harganya kembali uptrend.
Pada Kamis, sejumlah saham emiten properti mengalami penurunan sejak awal tahun 2025 alias year to date (YTD).
Melansir RTI, saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) sudah turun 15,51% YTD. Saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) turun 13,78% YTD. PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) sahamnya juga terkoreksi 4,76% YTD. Senasib, saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) juga turun 1,51% YTD.
“Kapan bisa membaik? Pasar bisa saja menunggu hasil laporan keuangan tahun 2024. Sebab, paling tidak ada gambaran prospek ke depan, atau mereka masih akan melihat perkembangan lebih lanjut dari penurunan suku bunga,” katanya.
Sukarno pun merekomendasikan hold untuk CTRA, BSDE, dan PWON dengan target harga masing-masing Rp 1.035 per saham, Rp 1.000 per saham, dan Rp 420 per saham.
Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, permintaan untuk properti menurun lantaran keputusan masyarakat untuk menahan pengeluaran di tengah ketidakpastian makroekonomi.
Baca Juga: Emiten Properti Masih Diadang Daya Beli
“Rumah ini adalah kebutuhan mewah, bukan kebutuhan utama. Mereka pasti lebih mengutamakan pengeluaran untuk kebutuhan utama,” ungkapnya kepada Kontan, Kamis (20/2).
Insentif PPN DTP juga tidak terlalu membantu jika daya beli masyarakat masih rendah. Selain itu, investor juga pasti akan melihat kembali bagaimana implementasi insentif tersebut di tahun ini.