CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.364.000   21.000   0,90%
  • USD/IDR 16.757   28,00   0,17%
  • IDX 8.420   13,34   0,16%
  • KOMPAS100 1.164   -0,44   -0,04%
  • LQ45 848   -0,95   -0,11%
  • ISSI 294   0,44   0,15%
  • IDX30 442   -0,63   -0,14%
  • IDXHIDIV20 514   -0,01   0,00%
  • IDX80 131   0,01   0,01%
  • IDXV30 135   -0,15   -0,11%
  • IDXQ30 142   -0,01   -0,01%

Kinerja Emiten Nikel Kembali Terancam oleh Koreksi Harga Komoditas


Kamis, 20 November 2025 / 19:42 WIB
Kinerja Emiten Nikel Kembali Terancam oleh Koreksi Harga Komoditas
ILUSTRASI. Koreksi harga nikel menjadi tantangan tersendiri bagi kinerja emiten produsen nikel di Tanah Air. . ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/YU


Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan kembali menghampiri emiten-emiten produsen nikel. Penyebabnya, tak lain berasal dari harga komoditas tersebut yang mengalami tren koreksi dalam beberapa waktu terakhir.

Mengutip situs Trading Economics, harga bijih nikel dunia berada di level US$ 14.502 per ton pada Kamis (20/11) pukul 18.45 WIB atau melemah 0,94% dibandingkan hari sebelumnya. Dalam sebulan terakhir, harga nikel tergerus 4,70%. Sedangkan sejak awal tahun, harga nikel terkikis 5,26% year to date (ytd).

Pelemahan harga nikel dibarengi oleh koreksi harga saham beberapa emiten nikel. Terpantau, harga saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) merosot 10,77% ke level Rp 3.810 per saham hingga Kamis (20/11/2025). Selain INCO, harga saham PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) melorot 20,41% ke level Rp 975 per saham. 

Saham PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) juga ikut melemah 2,59% ke level Rp 565 per saham dalam sebulan terakhir. Saham PT Central Omega Resources Tbk (DKFT) turut melemah 10,49% ke level Rp 725 per saham. Adapun saham PT PAM Mineral Tbk (NICL) terkoreksi 0,47% ke level Rp 1.060 per saham.

Baca Juga: Timah (TINS) Optimistis Penuhi Target Produksi Tahun Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya

Analis Fundamental BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi Armand mengatakan, koreksi harga nikel yang terjadi belakangan ini merupakan konsekuensi langsung dari masalah kelebihan pasokan struktural di pasar global. Kondisi ini dipicu oleh lonjakan masih produksi masif produksi nikel kelas II atau NPI dan feronikel dari Indonesia yang kini menyumbang lebih dari 60% dari total produksi dunia.

“Kelebihan pasokan ini diperparah oleh lemahnya permintaan global, terutama dari industri baja nirkarat di China yang gagal tumbuh mengikuti laju produksi Indonesia,” ujar dia, Kamis (20/11/2025).

Hal ini pada akhirnya menciptakan sentimen negatif yang mengancam kinerja emiten, terutama bagi yang masih fokus pada produk tradisional seperti nikel matte atau feronikel. Koreksi harga nikel juga berdampak serius pada kelangsungan ekspansi hilirisasi, khususnya untuk proyek smelter yang sangat padat modal. 

Untuk tahun 2026, kinerja emiten-emiten produsen nikel diproyeksikan akan tetap menantang, mengingat pasokan nikel global diperkirakan masih surplus sekitar 0,26 juta ton. Walau begitu, beberapa analisis memprediksi adanya normalisasi harga nikel pada sisa tahun 2025 seiring pemulihan permintaan dari China.

“Namun, pemulihan harga yang substansial diperkirakan akan terbatas selama surplus pasokan dari Indonesia terus mendominasi pasar global,” imbuh Abida.

Sentimen positif utama yang dapat mengangkat kinerja emiten adalah percepatan adopsi kendaraan listrik global. Pertumbuhan konsumsi baterai kendaraan listrik akan menjadi katalis struktural jangka panjang yang kuat, meningkatkan permintaan untuk nikel kelas I seperti MHP dan nikel sulfat, serta menjamin pasar bagi produk hilirisasi Indonesia.

Walau begitu, secara umum emiten nikel harus memperkuat strategi efisiensi biaya operasional dan mempertahankan status sebagai produsen berbiaya rendah global dengan menekan cash cost secara intensif. Tak hanya itu, emiten nikel juga mesti mempercepat diversifikasi produk yang memiliki nilai tambah lebih tinggi.

Baca Juga: Hadapi Tekanan Margin, Begini Proyeksi Kinerja XLSmart Telecom (EXCL) ke Depan

Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta menambahkan, nikel tetap memiliki peran penting sebagai salah satu mineral strategis yang banyak dimanfaatkan untuk industri kendaraan listrik dan baja nirkarat. Oleh karena itu, emiten-emiten produsen nikel dipandang punya prospek fundamental yang menjanjikan secara jangka panjang.

Untuk itu, Nafan berharap proyek-proyek hilirisasi emiten nikel tetap dijalankan terlepas dari dinamika harga komoditas tersebut di pasar global. Sebab, kemampuan emiten dalam menghasilkan produk bernilai tambah akan menjadi faktor penting dalam mencapai pertumbuhan kinerja secara jangka panjang.

“Ketika harga nikel mengalami pemulihan, emiten yang sudah ekspansi bisnis ke hilirisasi akan mendapat manfaat besar dari peningkatan average selling price (ASP),” ungkap Nafan, Kamis (20/11/2025).

Dari sekian emiten produsen nikel, Nafan merekomendasikan akumulasi beli saham MBMA dengan target harga di level Rp 760 per saham.

Di lain pihak, Abida merekomendasi beli saham NCKL dengan target harga di kisaran Rp 1.300 per saham, mengingat kinerja labanya tumbuh di tengah krisis dan fokusnya pada produk intermediate baterai.

Selain itu, saham INCO juga disarankan beli dengan target harga di level Rp 4.700 per saham, seiring peluang masuk pada valuasi yang lebih menarik dan potensi kenaikan harga saham signifikan berkat kemajuan proyek smelter.

Selanjutnya: Sun Energy Percepat Transformasi Green Mining di Industri Tambang Indonesia

Menarik Dibaca: Hasil Australian Open 2025, Sembilan Wakil Indonesia Melenggang ke Perempat Final

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×