Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten multi sektor holding tetap optimistis memiliki prospek positif pada 2024, meskipun prospek tersebut masih dipengaruhi sejumlah faktor.
Head of Investor Relations PT Astra International Tbk (ASII) Tira Ardianti mengatakan, Astra memiliki berbagai bisnis yang kinerja dan prospeknya dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya faktor pertumbuhan ekonomi.
"Kami berharap ekonomi Indonesia masih dapat bertumbuh dengan baik pada tahun 2024 sehingga dapat mendukung kinerja bisnis-bisnis Astra," ungkap Tira kepada Kontan.co.id, Minggu (17/12).
Selain faktor kondisi ekonomi, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja Astra di antaranya kondisi global, termasuk situasi geopolitik yang juga dapat berdampak pada harga komoditas dan energi, dan kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh negara-negara lain yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi domestik.
Baca Juga: ABM Investama (ABMM) Kejar Target Bisnis Pengupasan Lahan
Selain itu, Tira bilang, ASII telah telah melakukan beberapa aksi korporasi.
Pertama, langkah investasi untuk mendukung bisnis yang sudah ada, seperti akuisisi bank Jasa Jakarta untuk mendukung ekosistem jasa keuangan Astra yang sudah ada dan akuisisi platform iklan baris OLX dengan tujuan memperkuat bisnis otomotif ASII, khususnya uses cars.
Kedua, melakukan investasi yang bertujuan untuk bertransisi dari bisnis batubara dengan memasuki bisnis nikel melalui investasi di Stargate dan NIC.
Ketiga, memasuki bisnis Healthcare melalui investasi di Halodoc dan Rumah Sakit Hermina di bawah pengelolaan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL).
"Ke depannya kami akan senantiasa menjajaki peluang-peluang bisnis yang ada untuk memperkuat dan juga untuk keberlanjutan bisnis Astra," tuturnya.
Sementara itu, PT Bakrie & Brother Tbk (BNBR) menuturkan bahwa mereka optimistis akan terus mengembangkan unit-unit usahanya di 2024.
Baca Juga: Anak Usaha ABM Investama Berencana Ekspansi ke Pasar Australia
"Kami optimistis mampu memacu peningkatan kapasitas produksi, baik di industri komponen otomotif, industri baja, konstruksi bangunan ramah lingkungan, dan pengembangan sektor energi baru terbarukan termasuk di dalamnya elektrifikasi transportasi," kata Direktur PT Bakre & Brothers Tbk (BNBR) Roy Hendrajanto M. Sakti kepada Kontan.co.id, Jumat (15/12).
Terlebih lagi, tahun depan akan ada pemilihan umum (pemilu) yang diharapkan mendapatkan berkah dari transisi pemerintahan serta dapat mendukung stabilitas pertumbuhan ekonomi.
Roy mengatakan, pada 2024, BNR akan bertansformasi dan fokus dalam tiga lini. Tiga lini tersebut disebut industrialisasi, energi baru terbarukan (EBT), dan digitalisasi. "Di lini industrialisasi, BNBR akan mentransformasikan lini industri perseroan ke arah yang lebih smart dan riil," tuturnya,
Kedua, di lini energi, BNBR akan mengarahkan bisnisnya di energi baru terbarukan, termasuk di dalamnya elektrifikasi transportasi. Ketiga, lini digitalisasi, BNBR melalui salah satu unit usahanya yang telah berpengalaman di infrastruktur IT dan telco.
Namun, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi melihat kinerja emiten holding pada 2024 akan bertumbuh melambat, seperti salah satu misalnya sektor pertambangan yang terdampak dari moderatnya harga komoditas energi.
Baca Juga: ABM Investama (ABMM) Kejar Kenaikan Overburden Removal Tahun Depan
Lalu, sektor otomotif yang terdampak dari suku bunga, karena 80% konsumen masih dibiayai oleh kredit. "Meski demikian, subsektor media masih akan mendapatkan sentimen positif seiring dengan kampanye pemilu presiden 2024," kata Oktavianus kepada Kontan.co.id, Jumat (15/12).
Adapun sentimen dari perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang diperkirakan terjadi di tahun depan seiring bank sentral yang masih mengetatkan kebijakan moneter setidaknya hingga di kuartal I-2024.
"Kami melihat dampak perlambatan mulai terjadi, terlihat dari data surplus neraca dagang Indonesia yang kian menipis, bahkan sejak Juni 2023 pertumbuhan ekspor Indonesia terus terkontraksi," lanjut dia.
Dengan suku bunga yang diperkirakan tetap tinggi di tahun depan, meski ada potensi pemangkasan, masih akan dapat menurunkan kembali daya beli dan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Meskipun begitu, Oktavianus mengatakan masih ada beberapa faktor yang menjadi penentu. Seperti ekonomi Indonesia yang diperkirakan pemerintah masih tetap tumbuh di atas 5% akan menjadi pendorong permintaan dan daya beli masyarakat yang kuat.
Kedua, pelonggaran kebijakan suku bunga yang akan terjadi lebih cepat dari perkiraan pasar, akan mendorong kembali meningkatnya pertumbuhan kredit yang kuat.
Baca Juga: Harga Batubara Merosot, Pelaku Usaha Jaga Produksi
Ketiga, harga komoditas energi yang masih akan bergerak melemah moderat karena masih didorong aktivitas industri yang masih ekspansif. Terakhir, inflasi yang terjaga dalam rentang target Bank Indonesia akan menjaga optimisme konsumsi masyarakat dan menopang daya beli.
Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management, Reza Fahmi Riawan, mengatakan emiten multi sektor holding memiliki keunggulan dalam hal diversifikasi portofolio dan mitigasi risiko.
"Namun, kinerja masing-masing emiten juga tergantung pada sektor-sektor yang didominasi oleh anak usaha atau afiliasinya," ungkap Reza kepada Kontan.co.id, Jumat (15/12).
Menurutnya, sentimen yang mempengaruhi kinerja emiten multi sektor holding berasal dari dalam dan luar negeri. Sentimen domestik meliputi pertumbuhan ekonomi, inflasi, suku bunga, kebijakan fiskal dan moneter, serta isu politik menjelang pemilu 2024.
Baca Juga: ABM Investama (ABMM) Sambut Positif Kebijakan Formula HBA yang Baru
Adapun sentimen global meliputi perkembangan pandemi Covid-19, kebijakan The Fed, harga minyak dan komoditas lainnya, serta tensi geopolitik antara Rusia-Ukraina dan China-Taiwan.
"Sentimen-sentimen ini dapat berdampak positif atau negatif terhadap pasar saham Indonesia, termasuk emiten multi sektor holding," jelasnya.
Selain itu, diversifikasi portofolio dinilai dapat membantu emiten untuk mengurangi ketergantungan pada satu sektor atau anak usaha, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi pasar.
Reza merekomendasikan buy pada saham ASII dengan target harga Rp 8.000 per saham, lalu buy pada saham PT ABM Investama Tbk (ABMM) dengan target harga Rp 2.500-Rp 3.000 per saham, dan PT Global Mediacom Tbk (BMTR) dengan target harga Rp 1.000-Rp 1.200 per saham.
Sementara Oktavianus merekomendasikan buy pada saham ASII dengan target harga Rp 6.350 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News