Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
Sementara, sentimen negatif berasal dari volatilitas harga komoditas global, perlambatan ekonomi China sebagai pasar ekspor utama, serta ketidakpastian fiskal pasca transisi pemerintahan.
Kalau dilihat dari kinerja saham, BSDE dan DMAS relatif undervalued secara valuasi dengan PBV di bawah 0,7x, tapi tekanan pendapatan membuat sahamnya sideways. Market juga tampaknya belum terlalu agresif pada sektor properti kecuali ada katalis kuat.
Saham INKP masih dihargai konservatif dengan PBV sekitar 0,5x, padahal secara struktural perusahaan punya daya tahan cukup kuat.
Sementara, saham SMAR mulai mendapat perhatian seiring pemulihan harga CPO. Namun harga saham SMAR belum mencerminkan perbaikan kinerja secara penuh.
“Saham DSSA sudah terkoreksi dalam sejak puncak batubara, tapi bisa menjadi kandidat recovery di paruh kedua 2025,” tuturnya.
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham Emiten BUMN Karya di Tengah Upaya Bayar Utang
Liza pun merekomendasikan beli untuk INKP dengan target harga Rp 7.200 per saham. Alasannya, valuasi INKP yang rendah, potensi pemulihann harga pulp, dan kinerja yang stabil. “Tapi agak kurangi posisi karena limited upside potential dalam tren turun jangka panjang,” katanya.
Rekomendasi speculative buy disematkan untuk BSDE dan SMAR dengan target harga masing-masing Rp 1.000 - Rp 1.100 per saham dan Rp 3.900 - Rp 4.000 per saham.
Alasan untuk BSDE adalah nilai bersih aset yang besar dan sahamnya undervalued, meskipun masih butuh katalis makro. Sementara, alasan untuk SMAR adalah pemulihan harga CPO, efisiensi kinerja, dan margin yang mulai membaik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News