Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten BUMN Karya di semester I-2024 tercatat membaik. Meskipun begitu, prospek kinerjanya masih diselimuti awan mendung di semester II-2024.
Per semester I, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) mengantongi pendapatan Rp 8,79 triliun pada semester I 2024. Jumlah ini naik 9,28% secara tahunan alias year-on-year (yoy). Laba bersih senilai Rp 147 miliar pada semester I 2024, naik 52,46% yoy.
PTPP berhasil memperoleh kontrak baru senilai Rp 17,38 triliun hingga Agustus 2024. Capaian itu naik dari raihan nilai kontrak baru PTPP di semester I-2024 yang sebesar Rp 9,65 triliun.
Baca Juga: Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Rilis Kinerja Semester I, Cek Rekomendasi Analis
PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mengantongi pendapatan Rp 5,7 triliun di semester I 2024. Laba bersih pun naik 11% ke Rp 13,8 miliar dari periode sama tahun lalu sebesar Rp 12,4 miliar.
ADHI mencatatkan raihan nilai kontrak baru sebesar Rp 12 triliun hingga bulan Juli 2024. Perolehan ini meningkat dibandingkan raihan nilai kontrak baru per Juni 2024 yang sebesar Rp 9,4 triliun.
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) membukukan laba bersih Rp 401,95 miliar di semester I 2024. Raihan ini berbalik dari posisi rugi Rp 1,88 triliun pada semester I 2023 dan rugi sebesar Rp 1,13 triliun pada kuartal I 2024.
Namun, dari sisi pendapatan WIKA malah mencatatkan penurunan di paruh pertama tahun ini. Perseroan membukukan pendapatan bersih Rp 7,53 triliun, turun 18,58% yoy.
Baca Juga: Simak Prospek dan Rekomendasi Saham Emiten BUMN Karya di Semester II-2024
WIKA juga mencatatkan raihan kontrak baru sebesar Rp 11,58 triliun hingga bulan Juli 2024. Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengatakan, dari raihan tersebut, komposisi perolehan dari segmen industri sebesar 35,21%.
Lalu, segmen Infrastructure & Building sebesar 29,97%, segmen Properti 18,30%, dan segmen EPCC 16,52%.
“Sejumlah proyek yang menjadi penopang raihan kontrak baru tersebut di antaranya adalah Tol Sumbu Timur IKN, Jetty Manggis, dan RFF Plant Rorotan,” ujarnya kepada Kontan, Senin (2/9).
Sementara, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) masih menderita rugi bersih mencapai Rp 2,15 triliun per Juni 2024, naik 4,18% yoy. Pendapatan usaha WSKT juga turun 15,19% yoy selama semester I.
Baca Juga: Kinerja Emiten Ritel Diproyeksi Lebih Cerah di Semester II, Cek Rekomendasi Analis
Di sisi lain, kinerja saham para emiten BUMN Karya juga terpantau menghijau sejak awal tahun. Saham ADHI naik 1,92% ytd, PTPP naik 12,62% ytd, dan WIKA melesat 124,61% ytd. Sementara saham WSKT masih disuspensi hingga hari ini.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, prospek BUMN Karya tergantung proyek dan penugasan pemerintah. Raihan nilai kontrak BUMN Karya rata-rata lebih 50% berasal dari proyek pemerintah yang bersumber dari APBN.
Kalaupun pandangan investor ke kinerja emiten BUMN Karya membaik, sentimennya tidak sebesar dibandingkan beberapa tahun lalu saat mereka belum banyak utang dan masalah. “Sentimen investor bisa pulih jika mereka kembali hanya bergerak sebagai kontraktor, dan bukan sebagai investor atau pemilik proyek,” ujarnya kepada Kontan, Senin (2/9).
Analyst Kanaka Hita Solvera Andhika Cipta Labora melihat, kenaikan kinerja ADHI, WIKA, dan PTPP di semester I 2024 disebabkan oleh proyek-proyek yang dikerjakan oleh emiten-emiten ini berjalan dengan baik.
Baca Juga: Emiten BUMN Karya Usul PMN 2025, Simak Rekomendasi Sahamnya
Andhika pun melihat, kinerja ketiga emiten tersebut masih bisa meningkat di semester II mengingat ada potensi penurunan suku bunga yang akan meringankan beban bunga.
“Selain itu, rencana divestasi juga akan berdampak baik karena akan membuat cash flow emiten BUMN Karya membaik dan bisa untuk menjalankan proyek-proyek lain ke depannya,” ujarnya kepada Kontan, Senin (2/9).
Terkait harga saham emiten BUMN Karya, Andhika melihat kenaikannya sudah terlalu tinggi. Sehingga, sudah rawan terkoreksi karena akan ada aksi profit taking yang dilakukan oleh para pelaku pasar.
“Sebaiknya para pelaku pasar melakukan sell on strength dulu untuk saham-saham emiten BUMN Karya,” tuturnya.
Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan, kinerja WIKA di semester I 2024 terbantu dari proses restrukturisasi utang.
Baca Juga: Emiten Astra Group Diprediksi Bukukan Kinerja Positif di 2024, Cek Rekomendasi Analis
Hasil dari restrukturisasi utang itu tercatat di pos penghasilan lain-lain sebesar Rp 4,38 triliun di semester I. WIKA pun masih mengalami defisit kas bersih dari aktivitas operasi Rp 1,9 triliun di periode tersebut.
Walaupun mengalami defisit, WIKA membukukan kas dan setara kas per akhir Juni 2024 senilai Rp 7,04 triliun, naik 284,73% yoy. Peningkatan ini disebabkan adanya penerimaan modal disetor sebesar Rp 6,06 triliun pada awal tahun ini.
“Jadi, kenaikan harga saham WIKA juga tidak disebabkan dari perbaikan kinerja itu. Memang valuasinya masih murah dan ada harapan kinerjanya membaik. Namun, prosesnya masih panjang dan masih banyak liabilitasnya yang masih harus dilakukan restrukturisasi lagi,” ujarnya kepada Kontan, Senin (2/9).
Teguh melihat, kinerja WIKA dan WSKT masih berat di semester II 2024 akibat beban operasional dan beban bunga yang masih sangat tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan kinerja PTPP dan ADHI yang dinilai masih memiliki pemasukan dan arus kas yang positif.
Baca Juga: Kinerja Semen Indonesia (SMGR) Tertekan di Semester I, Begini Rekomendasi Analis
Kendati demikian, kinerja emiten BUMN Karya masih diselimuti awan mendung mengingat akan terjadi pergantian pemerintahan.
“Proyek-proyek on going mereka itu berasal dari pemerintahan Joko Widodo. Kinerja mereka bisa naik lagi kalau pemerintahan Prabowo Subianto lebih jorjoran lagi dalam belanja infrastruktur,” paparnya.
Sayangnya, hal itu masih belum pasti, mengingat pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara saat ini mendapatkan banyak protes dari berbagai pihak.
“Alhasil, penopang kinerja emiten BUMN Karya jadi bergantung pada penerimaan penyertaan modal negara (PMN) dan proses divestasi. Namun, itu pun susah, karena misalnya menjual jalan tol juga tidak semudah itu,” ungkapnya.
Baca Juga: Brantas Abipraya Bangun Bendungan Mbay, Langkah Strategis Dukung Kedaulatan Pangan
Teguh pun merekomendasikan sell untuk WIKA saat ini, mengingat harga sahamnya sudah naik sangat tinggi di level Rp 458 per saham pada Senin (2/9). Untuk PTPP dan ADHI direkomendasikan hold dengan target harga masing-masing Rp 500 per saham dan Rp 700 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News